• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan

Tasawuf, Oase Spiritual di Tengah Kekeringan Moral

Bimba Fathony Sabtu, 30-8-2025 | - Dilihat: 8

banner

Oleh: Bimba Fathony

Era modern kerap menghadirkan krisis moral yang mereduksi nilai spiritualitas. Ironisnya, bangsa ini kini disuguhi tontonan perilaku elite politik yang abai terhadap etika dan nurani, hingga memantik gelombang demonstrasi besar di berbagai penjuru negeri.

Ironi ini memuncak pada tragedi Affan Kurniawan seorang pengemudi ojek online meregang nyawa akibat mobil taktis aparat dalam aksi demonstrasi. Peristiwa-peristiwa itu menjadi potret buram: bahwa moralitas politik kian tereduksi menjadi sekadar transaksi kepentingan, jauh dari amanah luhur.

Tasawuf dan penuntun moral

Berkaca dari fenomena tersebut, sudah semestinya kita mencari jalan keluar untuk memperbaiki berbagai problematika yang terjadi. Dalam konteks inilah, tasawuf hadir dengan peran penting sebagai penuntun moral sekaligus pengendali perilaku

Tasawuf memiliki potensi guna memberikan jawaban-jawaban akan kebutuhan spiritual umat, menjadi benteng pada diri individu dengan nilai-nilai ruhaniah yang berguna sebagai senjata menghadapi problematika zaman yang penuh hedonistik dan materialistik. Tasawuf mengkonsepkan agar manusia agar terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri yang kemudian mengenal Tuhannya dengan mengamalkan ajaran-ajaranya.

Tasawuf dan Kesalehan Sosial

Perlu digarisbawahi bahwa, pengamalan tasawuf harus dibarengi dengan menjalankan syari’at secara benar dan sekaligus mengambil spiritualitas (hakikat) daripada ajaran syari’at dalam bentuk penyucian dan pendekatan diri secara terus menerus kepada Allah SWT. Perilaku ketaatan terhadap syari’at inilah kemudian terimplementasi dalam perilaku yang penuh moralitas (akhlak mulia) dalam kehidupan keseharian (tasawuf akhlaki).

Tasawuf tidak semata-mata membangun kesalehan antara individu dengan sang pencipta dan tidak hanya berhenti pada aspek spiritualisasi (penyucian jiwa) dengan mengingat Allah yang ditempuh lewat jalan tafakur, muhasabah, dan muroqobah. Dalam perspektif ini, merupakan proses “mendaki menuju langit kesempurnaan dan bersih dari pengaruh aspek materialistik duniawiyah”. Walaupun konsep ini dinilai penting namun perlu diingat bahwa tasawuf juga mengkonsepkan agar tiap individu Muslim memiliki tanggungjawab sosial/kesalehan sosial, seperti menyantuni anak yatim, berderma kepada fakir miskin, menolong orang yang kesusahan. Dalam hal ini tasawuf menekankan reformasi sosial-moral pada diri tiap Muslim.

Tasawuf, biang kemunduran umat?

Tidak jarang ditemui sebagian kelompok umat Islam yang anti terhadap istilah “tasawuf”, bahkan mereka memberikan tuduhan bahwasanya tasawuf menjadi biang kemunduran umat Islam. Tentu hal ini sangat tidak benar. Tasawuf pada intinya sangat menekankan kita supaya meniru akhlaq mulia Nabi Muhammad SAW dan ketekunan beliau dalam beribadah. Akhlaq Nabi sangat tercermin dalam perilaku beliau di lingkungan sosial. Maka dari itu, tasawuf juga menekankan tanggungjawab seseorang di lingkungan sosial.

Tasawuf sebagai kontrol perilaku

Apabila tasawuf diprektekan secara benar maka, itu dapat menjadi kontrol perilaku diri tiap Muslim agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama. Pendekatan spiritualitas dari tasawuf seperti zikir-zikir yang diajarkan oleh masing-masing tarekat, menjadi suatu jalan agar seorang yang menempuh jalan ini selalu merasakan kedekatan dengan Tuhan.

Nilai-nilai spiritual itu perlu kiranya terintegrasi dalam segala aspek kehidupan sehingga  dapat menciptakan masyarakat yang berperadaban, bermoral, dan berkeadilan.

Krisis moral dan spiritual

Problematika umat di zaman modern ini salahsatu faktor utamanya adalah krisis spiritual. Krisis spiritual dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu melainkan juga di struktur sosial masyarakat. Jauhnya aspek spiritual tidak jarang meninbulkan bermacam problematika di tengah umat.

Ketika manusia sudah jauh dari aspek spiritual mereka akan kehilangan makna hidup, berbagai problematika akan muncul dan makin tak terkendali. Sudah dipastikan hal ini akan menjadi sebuah ancaman kemunduran umat, apabila tidak segera diatasi.

Praktik materialistik

Di tengah arus kehidupan modern yang kian hedonis dan materialistis, banyak orang terjebak pada orientasi duniawi semata. Kebahagiaan seringkali diukur hanya dari harta dan kekayaan, sehingga tidak mengherankan bila sebagian orang rela menempuh jalan pintas untuk menumpuk materi, meski harus mengorbankan nilai moral dan kemanusiaan.

Praktik korupsi, perampasan hak orang lain, perjudian, hingga berbagai tindak kecurangan lainnya menjadi potret nyata dari perilaku yang tidak hanya tercela secara etika, tetapi juga ditolak oleh nurani manusia.

Fenomena ini semakin menegaskan bahwa krisis moral yang terjadi dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari keringnya nilai spiritualitas. Sebuah kondisi yang telah kita saksikan pula dalam perilaku elite politik akhir-akhir ini

Spiritualitas dalam mencegah keburukan

Allah SWT menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa “sesungguhnya sholat itu mencegah pada perbuatan keji dan munkar”, contoh pada dalil ini sangat gamblang bahwasanya, aspek spiritual individu sangat berbanding lurus dengan perilaku. Saat seseorang menjaga aspek spiritualitas pada dirinya maka dia tidak akan melakukan hal-hal buruk yang merugikan diri sendiri atapun orang lain terlebih suatu yang melanggar syari’at.

Tasawuf mengurai problem moralitas

Tasawuf memiliki suatu tawaran solusi di tengah problematika tersebut, nilai-nilai spiritualitas dalam tasawuf dapat membimbing seseorang menjadi pribadi yang bijaksana, arif, dan sholih di kehidupan masyarakat. Sudah jelas bahwasanya tasawuf dapat menjadi pengendali manusia dari segala bentuk tindakan yang jauh dari moralitas.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, al-Munqidz min a-Dhalal, menjelaskan bahwa mereka yang mengamalkan tasawuf (sufi) adalah orang yang menempuh jalan Allah, dengan ketinggian Akhlaq, jiwa yang bersih cemerlang lagi bijaksana.

Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali tidak pernah memisahkan antara akhlaq dengan tasawuf. Dikarenakan tasawuf adalah budi pekerti dan barangsiapa menyiapkan bekal budi pekerti, maka dia sudah menyiapkan bekal tasawuf.

Melihat fenomena umat di zaman sekarang yang jauh dari nilai-nilai moral dan akhlaq, kejahatan dan kemaksiatan semakin merajalela hal ini terjadi karena jauhnya umat dari aspek spiritualitas, ibadah yang mereka lakukan hampa akan makna yang berhenti pada formalitas belaka.

Maka, tasawuf disini tidak sekedar memberikan jawaban atas kehampaan spiritual umat namun menjadi pembersih jiwa (tazkiyatun nafs) dan memperbuah budi pekerti yang baik. Sehingga, segala problematika umat dapat dikendalikan dengan mendekatkan umat pada nilai-nilai spiritulitas.

Tasawuf juga dapat menjadi kontrol perilaku pada diri tiap Muslim agar tidak melakukan tindakan yang membawa pada madharat dan mafsadat.

Era modern kerap menghadirkan krisis moral yang mereduksi nilai spiritualitas. Ironisnya, bangsa ini kini disuguhi tontonan perilaku elite politik yang abai terhadap etika dan nurani, hingga memantik gelombang demonstrasi besar di berbagai penjuru negeri.

Ironi ini memuncak pada tragedi Affan Kurniawan seorang pengemudi ojek online meregang nyawa akibat mobil taktis aparat dalam aksi demonstrasi. Peristiwa-peristiwa itu menjadi potret buram: bahwa moralitas politik kian tereduksi menjadi sekadar transaksi kepentingan, jauh dari amanah luhur.

Tasawuf dan penuntun moral

Berkaca dari fenomena tersebut, sudah semestinya kita mencari jalan keluar untuk memperbaiki berbagai problematika yang terjadi. Dalam konteks inilah, tasawuf hadir dengan peran penting sebagai penuntun moral sekaligus pengendali perilaku

Tasawuf memiliki potensi guna memberikan jawaban-jawaban akan kebutuhan spiritual umat, menjadi benteng pada diri individu dengan nilai-nilai ruhaniah yang berguna sebagai senjata menghadapi problematika zaman yang penuh hedonistik dan materialistik. Tasawuf mengkonsepkan agar manusia agar terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri yang kemudian mengenal Tuhannya dengan mengamalkan ajaran-ajaranya.

Tasawuf dan Kesalehan Sosial

Perlu digarisbawahi bahwa, pengamalan tasawuf harus dibarengi dengan menjalankan syari’at secara benar dan sekaligus mengambil spiritualitas (hakikat) daripada ajaran syari’at dalam bentuk penyucian dan pendekatan diri secara terus menerus kepada Allah SWT. Perilaku ketaatan terhadap syari’at inilah kemudian terimplementasi dalam perilaku yang penuh moralitas (akhlak mulia) dalam kehidupan keseharian (tasawuf akhlaki).

Tasawuf tidak semata-mata membangun kesalehan antara individu dengan sang pencipta dan tidak hanya berhenti pada aspek spiritualisasi (penyucian jiwa) dengan mengingat Allah yang ditempuh lewat jalan tafakur, muhasabah, dan muroqobah. Dalam perspektif ini, merupakan proses “mendaki menuju langit kesempurnaan dan bersih dari pengaruh aspek materialistik duniawiyah”. Walaupun konsep ini dinilai penting namun perlu diingat bahwa tasawuf juga mengkonsepkan agar tiap individu Muslim memiliki tanggungjawab sosial/kesalehan sosial, seperti menyantuni anak yatim, berderma kepada fakir miskin, menolong orang yang kesusahan. Dalam hal ini tasawuf menekankan reformasi sosial-moral pada diri tiap Muslim.

Tasawuf, biang kemunduran umat?

Tidak jarang ditemui sebagian kelompok umat Islam yang anti terhadap istilah “tasawuf”, bahkan mereka memberikan tuduhan bahwasanya tasawuf menjadi biang kemunduran umat Islam. Tentu hal ini sangat tidak benar. Tasawuf pada intinya sangat menekankan kita supaya meniru akhlaq mulia Nabi Muhammad SAW dan ketekunan beliau dalam beribadah. Akhlaq Nabi sangat tercermin dalam perilaku beliau di lingkungan sosial. Maka dari itu, tasawuf juga menekankan tanggungjawab seseorang di lingkungan sosial.

Taswuf sebagai kontrol perilaku

Apabila tasawuf diprektekan secara benar maka, itu dapat menjadi kontrol perilaku diri tiap Muslim agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama. Pendekatan spiritualitas dari tasawuf seperti zikir-zikir yang diajarkan oleh masing-masing tarekat, menjadi suatu jalan agar seorang yang menempuh jalan ini selalu merasakan kedekatan dengan Tuhan.

Nilai-nilai spiritual itu perlu kiranya terintegrasi dalam segala aspek kehidupan sehingga  dapat menciptakan masyarakat yang berperadaban, bermoral, dan berkeadilan.

Krisis moral dan spiritual

Problematika umat di zaman modern ini salahsatu faktor utamanya adalah krisis spiritual. Krisis spiritual dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu melainkan juga di struktur sosial masyarakat. Jauhnya aspek spiritual tidak jarang meninbulkan bermacam problematika di tengah umat.

Ketika manusia sudah jauh dari aspek spiritual mereka akan kehilangan makna hidup, berbagai problematika akan muncul dan makin tak terkendali. Sudah dipastikan hal ini akan menjadi sebuah ancaman kemunduran umat, apabila tidak segera diatasi.

Praktik materialistik

Di tengah arus kehidupan modern yang kian hedonis dan materialistis, banyak orang terjebak pada orientasi duniawi semata. Kebahagiaan seringkali diukur hanya dari harta dan kekayaan, sehingga tidak mengherankan bila sebagian orang rela menempuh jalan pintas untuk menumpuk materi, meski harus mengorbankan nilai moral dan kemanusiaan.

Praktik korupsi, perampasan hak orang lain, perjudian, hingga berbagai tindak kecurangan lainnya menjadi potret nyata dari perilaku yang tidak hanya tercela secara etika, tetapi juga ditolak oleh nurani manusia.

Fenomena ini semakin menegaskan bahwa krisis moral yang terjadi dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari keringnya nilai spiritualitas. Sebuah kondisi yang telah kita saksikan pula dalam perilaku elite politik akhir-akhir ini

Spiritualitas dalam mencegah keburukan

Allah SWT menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa “sesungguhnya sholat itu mencegah pada perbuatan keji dan munkar”, contoh pada dalil ini sangat gamblang bahwasanya, aspek spiritual individu sangat berbanding lurus dengan perilaku. Saat seseorang menjaga aspek spiritualitas pada dirinya maka dia tidak akan melakukan hal-hal buruk yang merugikan diri sendiri atapun orang lain terlebih suatu yang melanggar syari’at.

Tasawuf mengurai problem moralitas

Tasawuf memiliki suatu tawaran solusi di tengah problematika tersebut, nilai-nilai spiritualitas dalam tasawuf dapat membimbing seseorang menjadi pribadi yang bijaksana, arif, dan sholih di kehidupan masyarakat. Sudah jelas bahwasanya tasawuf dapat menjadi pengendali manusia dari segala bentuk tindakan yang jauh dari moralitas.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, al-Munqidz min a-Dhalal, menjelaskan bahwa mereka yang mengamalkan tasawuf (sufi) adalah orang yang menempuh jalan Allah, dengan ketinggian Akhlaq, jiwa yang bersih cemerlang lagi bijaksana.

Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali tidak pernah memisahkan antara akhlaq dengan tasawuf. Dikarenakan tasawuf adalah budi pekerti dan barangsiapa menyiapkan bekal budi pekerti, maka dia sudah menyiapkan bekal tasawuf.

Melihat fenomena umat di zaman sekarang yang jauh dari nilai-nilai moral dan akhlaq, kejahatan dan kemaksiatan semakin merajalela hal ini terjadi karena jauhnya umat dari aspek spiritualitas, ibadah yang mereka lakukan hampa akan makna yang berhenti pada formalitas belaka.

Maka, tasawuf disini tidak sekedar memberikan jawaban atas kehampaan spiritual umat namun menjadi pembersih jiwa (tazkiyatun nafs) dan memperbuah budi pekerti yang baik. Sehingga, segala problematika umat dapat dikendalikan dengan mendekatkan umat pada nilai-nilai spiritulitas.

Tasawuf juga dapat menjadi kontrol perilaku pada diri tiap Muslim agar tidak melakukan tindakan yang membawa pada madharat dan mafsadat.

___

Bimba Fathoni, Mahasiswa Magister Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tags
1 Komentar
banner

2025-09-01 03:22:43

Rvkaupdat

It is important to compare prices, weigh savings, and then naproxen liquid and save more money naproxen + esomeprazole

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....

Tasawuf, Oase Spiritual di Tengah Kekeringan Moral

Bimba Fathony Sabtu, 30-8-2025 | - Dilihat: 8

banner

Oleh: Bimba Fathony

Era modern kerap menghadirkan krisis moral yang mereduksi nilai spiritualitas. Ironisnya, bangsa ini kini disuguhi tontonan perilaku elite politik yang abai terhadap etika dan nurani, hingga memantik gelombang demonstrasi besar di berbagai penjuru negeri.

Ironi ini memuncak pada tragedi Affan Kurniawan seorang pengemudi ojek online meregang nyawa akibat mobil taktis aparat dalam aksi demonstrasi. Peristiwa-peristiwa itu menjadi potret buram: bahwa moralitas politik kian tereduksi menjadi sekadar transaksi kepentingan, jauh dari amanah luhur.

Tasawuf dan penuntun moral

Berkaca dari fenomena tersebut, sudah semestinya kita mencari jalan keluar untuk memperbaiki berbagai problematika yang terjadi. Dalam konteks inilah, tasawuf hadir dengan peran penting sebagai penuntun moral sekaligus pengendali perilaku

Tasawuf memiliki potensi guna memberikan jawaban-jawaban akan kebutuhan spiritual umat, menjadi benteng pada diri individu dengan nilai-nilai ruhaniah yang berguna sebagai senjata menghadapi problematika zaman yang penuh hedonistik dan materialistik. Tasawuf mengkonsepkan agar manusia agar terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri yang kemudian mengenal Tuhannya dengan mengamalkan ajaran-ajaranya.

Tasawuf dan Kesalehan Sosial

Perlu digarisbawahi bahwa, pengamalan tasawuf harus dibarengi dengan menjalankan syari’at secara benar dan sekaligus mengambil spiritualitas (hakikat) daripada ajaran syari’at dalam bentuk penyucian dan pendekatan diri secara terus menerus kepada Allah SWT. Perilaku ketaatan terhadap syari’at inilah kemudian terimplementasi dalam perilaku yang penuh moralitas (akhlak mulia) dalam kehidupan keseharian (tasawuf akhlaki).

Tasawuf tidak semata-mata membangun kesalehan antara individu dengan sang pencipta dan tidak hanya berhenti pada aspek spiritualisasi (penyucian jiwa) dengan mengingat Allah yang ditempuh lewat jalan tafakur, muhasabah, dan muroqobah. Dalam perspektif ini, merupakan proses “mendaki menuju langit kesempurnaan dan bersih dari pengaruh aspek materialistik duniawiyah”. Walaupun konsep ini dinilai penting namun perlu diingat bahwa tasawuf juga mengkonsepkan agar tiap individu Muslim memiliki tanggungjawab sosial/kesalehan sosial, seperti menyantuni anak yatim, berderma kepada fakir miskin, menolong orang yang kesusahan. Dalam hal ini tasawuf menekankan reformasi sosial-moral pada diri tiap Muslim.

Tasawuf, biang kemunduran umat?

Tidak jarang ditemui sebagian kelompok umat Islam yang anti terhadap istilah “tasawuf”, bahkan mereka memberikan tuduhan bahwasanya tasawuf menjadi biang kemunduran umat Islam. Tentu hal ini sangat tidak benar. Tasawuf pada intinya sangat menekankan kita supaya meniru akhlaq mulia Nabi Muhammad SAW dan ketekunan beliau dalam beribadah. Akhlaq Nabi sangat tercermin dalam perilaku beliau di lingkungan sosial. Maka dari itu, tasawuf juga menekankan tanggungjawab seseorang di lingkungan sosial.

Tasawuf sebagai kontrol perilaku

Apabila tasawuf diprektekan secara benar maka, itu dapat menjadi kontrol perilaku diri tiap Muslim agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama. Pendekatan spiritualitas dari tasawuf seperti zikir-zikir yang diajarkan oleh masing-masing tarekat, menjadi suatu jalan agar seorang yang menempuh jalan ini selalu merasakan kedekatan dengan Tuhan.

Nilai-nilai spiritual itu perlu kiranya terintegrasi dalam segala aspek kehidupan sehingga  dapat menciptakan masyarakat yang berperadaban, bermoral, dan berkeadilan.

Krisis moral dan spiritual

Problematika umat di zaman modern ini salahsatu faktor utamanya adalah krisis spiritual. Krisis spiritual dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu melainkan juga di struktur sosial masyarakat. Jauhnya aspek spiritual tidak jarang meninbulkan bermacam problematika di tengah umat.

Ketika manusia sudah jauh dari aspek spiritual mereka akan kehilangan makna hidup, berbagai problematika akan muncul dan makin tak terkendali. Sudah dipastikan hal ini akan menjadi sebuah ancaman kemunduran umat, apabila tidak segera diatasi.

Praktik materialistik

Di tengah arus kehidupan modern yang kian hedonis dan materialistis, banyak orang terjebak pada orientasi duniawi semata. Kebahagiaan seringkali diukur hanya dari harta dan kekayaan, sehingga tidak mengherankan bila sebagian orang rela menempuh jalan pintas untuk menumpuk materi, meski harus mengorbankan nilai moral dan kemanusiaan.

Praktik korupsi, perampasan hak orang lain, perjudian, hingga berbagai tindak kecurangan lainnya menjadi potret nyata dari perilaku yang tidak hanya tercela secara etika, tetapi juga ditolak oleh nurani manusia.

Fenomena ini semakin menegaskan bahwa krisis moral yang terjadi dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari keringnya nilai spiritualitas. Sebuah kondisi yang telah kita saksikan pula dalam perilaku elite politik akhir-akhir ini

Spiritualitas dalam mencegah keburukan

Allah SWT menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa “sesungguhnya sholat itu mencegah pada perbuatan keji dan munkar”, contoh pada dalil ini sangat gamblang bahwasanya, aspek spiritual individu sangat berbanding lurus dengan perilaku. Saat seseorang menjaga aspek spiritualitas pada dirinya maka dia tidak akan melakukan hal-hal buruk yang merugikan diri sendiri atapun orang lain terlebih suatu yang melanggar syari’at.

Tasawuf mengurai problem moralitas

Tasawuf memiliki suatu tawaran solusi di tengah problematika tersebut, nilai-nilai spiritualitas dalam tasawuf dapat membimbing seseorang menjadi pribadi yang bijaksana, arif, dan sholih di kehidupan masyarakat. Sudah jelas bahwasanya tasawuf dapat menjadi pengendali manusia dari segala bentuk tindakan yang jauh dari moralitas.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, al-Munqidz min a-Dhalal, menjelaskan bahwa mereka yang mengamalkan tasawuf (sufi) adalah orang yang menempuh jalan Allah, dengan ketinggian Akhlaq, jiwa yang bersih cemerlang lagi bijaksana.

Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali tidak pernah memisahkan antara akhlaq dengan tasawuf. Dikarenakan tasawuf adalah budi pekerti dan barangsiapa menyiapkan bekal budi pekerti, maka dia sudah menyiapkan bekal tasawuf.

Melihat fenomena umat di zaman sekarang yang jauh dari nilai-nilai moral dan akhlaq, kejahatan dan kemaksiatan semakin merajalela hal ini terjadi karena jauhnya umat dari aspek spiritualitas, ibadah yang mereka lakukan hampa akan makna yang berhenti pada formalitas belaka.

Maka, tasawuf disini tidak sekedar memberikan jawaban atas kehampaan spiritual umat namun menjadi pembersih jiwa (tazkiyatun nafs) dan memperbuah budi pekerti yang baik. Sehingga, segala problematika umat dapat dikendalikan dengan mendekatkan umat pada nilai-nilai spiritulitas.

Tasawuf juga dapat menjadi kontrol perilaku pada diri tiap Muslim agar tidak melakukan tindakan yang membawa pada madharat dan mafsadat.

Era modern kerap menghadirkan krisis moral yang mereduksi nilai spiritualitas. Ironisnya, bangsa ini kini disuguhi tontonan perilaku elite politik yang abai terhadap etika dan nurani, hingga memantik gelombang demonstrasi besar di berbagai penjuru negeri.

Ironi ini memuncak pada tragedi Affan Kurniawan seorang pengemudi ojek online meregang nyawa akibat mobil taktis aparat dalam aksi demonstrasi. Peristiwa-peristiwa itu menjadi potret buram: bahwa moralitas politik kian tereduksi menjadi sekadar transaksi kepentingan, jauh dari amanah luhur.

Tasawuf dan penuntun moral

Berkaca dari fenomena tersebut, sudah semestinya kita mencari jalan keluar untuk memperbaiki berbagai problematika yang terjadi. Dalam konteks inilah, tasawuf hadir dengan peran penting sebagai penuntun moral sekaligus pengendali perilaku

Tasawuf memiliki potensi guna memberikan jawaban-jawaban akan kebutuhan spiritual umat, menjadi benteng pada diri individu dengan nilai-nilai ruhaniah yang berguna sebagai senjata menghadapi problematika zaman yang penuh hedonistik dan materialistik. Tasawuf mengkonsepkan agar manusia agar terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri yang kemudian mengenal Tuhannya dengan mengamalkan ajaran-ajaranya.

Tasawuf dan Kesalehan Sosial

Perlu digarisbawahi bahwa, pengamalan tasawuf harus dibarengi dengan menjalankan syari’at secara benar dan sekaligus mengambil spiritualitas (hakikat) daripada ajaran syari’at dalam bentuk penyucian dan pendekatan diri secara terus menerus kepada Allah SWT. Perilaku ketaatan terhadap syari’at inilah kemudian terimplementasi dalam perilaku yang penuh moralitas (akhlak mulia) dalam kehidupan keseharian (tasawuf akhlaki).

Tasawuf tidak semata-mata membangun kesalehan antara individu dengan sang pencipta dan tidak hanya berhenti pada aspek spiritualisasi (penyucian jiwa) dengan mengingat Allah yang ditempuh lewat jalan tafakur, muhasabah, dan muroqobah. Dalam perspektif ini, merupakan proses “mendaki menuju langit kesempurnaan dan bersih dari pengaruh aspek materialistik duniawiyah”. Walaupun konsep ini dinilai penting namun perlu diingat bahwa tasawuf juga mengkonsepkan agar tiap individu Muslim memiliki tanggungjawab sosial/kesalehan sosial, seperti menyantuni anak yatim, berderma kepada fakir miskin, menolong orang yang kesusahan. Dalam hal ini tasawuf menekankan reformasi sosial-moral pada diri tiap Muslim.

Tasawuf, biang kemunduran umat?

Tidak jarang ditemui sebagian kelompok umat Islam yang anti terhadap istilah “tasawuf”, bahkan mereka memberikan tuduhan bahwasanya tasawuf menjadi biang kemunduran umat Islam. Tentu hal ini sangat tidak benar. Tasawuf pada intinya sangat menekankan kita supaya meniru akhlaq mulia Nabi Muhammad SAW dan ketekunan beliau dalam beribadah. Akhlaq Nabi sangat tercermin dalam perilaku beliau di lingkungan sosial. Maka dari itu, tasawuf juga menekankan tanggungjawab seseorang di lingkungan sosial.

Taswuf sebagai kontrol perilaku

Apabila tasawuf diprektekan secara benar maka, itu dapat menjadi kontrol perilaku diri tiap Muslim agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama. Pendekatan spiritualitas dari tasawuf seperti zikir-zikir yang diajarkan oleh masing-masing tarekat, menjadi suatu jalan agar seorang yang menempuh jalan ini selalu merasakan kedekatan dengan Tuhan.

Nilai-nilai spiritual itu perlu kiranya terintegrasi dalam segala aspek kehidupan sehingga  dapat menciptakan masyarakat yang berperadaban, bermoral, dan berkeadilan.

Krisis moral dan spiritual

Problematika umat di zaman modern ini salahsatu faktor utamanya adalah krisis spiritual. Krisis spiritual dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu melainkan juga di struktur sosial masyarakat. Jauhnya aspek spiritual tidak jarang meninbulkan bermacam problematika di tengah umat.

Ketika manusia sudah jauh dari aspek spiritual mereka akan kehilangan makna hidup, berbagai problematika akan muncul dan makin tak terkendali. Sudah dipastikan hal ini akan menjadi sebuah ancaman kemunduran umat, apabila tidak segera diatasi.

Praktik materialistik

Di tengah arus kehidupan modern yang kian hedonis dan materialistis, banyak orang terjebak pada orientasi duniawi semata. Kebahagiaan seringkali diukur hanya dari harta dan kekayaan, sehingga tidak mengherankan bila sebagian orang rela menempuh jalan pintas untuk menumpuk materi, meski harus mengorbankan nilai moral dan kemanusiaan.

Praktik korupsi, perampasan hak orang lain, perjudian, hingga berbagai tindak kecurangan lainnya menjadi potret nyata dari perilaku yang tidak hanya tercela secara etika, tetapi juga ditolak oleh nurani manusia.

Fenomena ini semakin menegaskan bahwa krisis moral yang terjadi dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari keringnya nilai spiritualitas. Sebuah kondisi yang telah kita saksikan pula dalam perilaku elite politik akhir-akhir ini

Spiritualitas dalam mencegah keburukan

Allah SWT menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa “sesungguhnya sholat itu mencegah pada perbuatan keji dan munkar”, contoh pada dalil ini sangat gamblang bahwasanya, aspek spiritual individu sangat berbanding lurus dengan perilaku. Saat seseorang menjaga aspek spiritualitas pada dirinya maka dia tidak akan melakukan hal-hal buruk yang merugikan diri sendiri atapun orang lain terlebih suatu yang melanggar syari’at.

Tasawuf mengurai problem moralitas

Tasawuf memiliki suatu tawaran solusi di tengah problematika tersebut, nilai-nilai spiritualitas dalam tasawuf dapat membimbing seseorang menjadi pribadi yang bijaksana, arif, dan sholih di kehidupan masyarakat. Sudah jelas bahwasanya tasawuf dapat menjadi pengendali manusia dari segala bentuk tindakan yang jauh dari moralitas.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, al-Munqidz min a-Dhalal, menjelaskan bahwa mereka yang mengamalkan tasawuf (sufi) adalah orang yang menempuh jalan Allah, dengan ketinggian Akhlaq, jiwa yang bersih cemerlang lagi bijaksana.

Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali tidak pernah memisahkan antara akhlaq dengan tasawuf. Dikarenakan tasawuf adalah budi pekerti dan barangsiapa menyiapkan bekal budi pekerti, maka dia sudah menyiapkan bekal tasawuf.

Melihat fenomena umat di zaman sekarang yang jauh dari nilai-nilai moral dan akhlaq, kejahatan dan kemaksiatan semakin merajalela hal ini terjadi karena jauhnya umat dari aspek spiritualitas, ibadah yang mereka lakukan hampa akan makna yang berhenti pada formalitas belaka.

Maka, tasawuf disini tidak sekedar memberikan jawaban atas kehampaan spiritual umat namun menjadi pembersih jiwa (tazkiyatun nafs) dan memperbuah budi pekerti yang baik. Sehingga, segala problematika umat dapat dikendalikan dengan mendekatkan umat pada nilai-nilai spiritulitas.

Tasawuf juga dapat menjadi kontrol perilaku pada diri tiap Muslim agar tidak melakukan tindakan yang membawa pada madharat dan mafsadat.

___

Bimba Fathoni, Mahasiswa Magister Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tags
1 Komentar
banner

2025-09-01 03:22:43

Rvkaupdat

It is important to compare prices, weigh savings, and then naproxen liquid and save more money naproxen + esomeprazole

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....
Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Yayasan Sang Anak Panah (YASAPA).

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech