• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Donasi? Klik disini

Puasa, Pembakar Lemak Jahat

Achmad Zaidun Kamis, 21-4-2022 | - Dilihat: 43

banner

Oleh: Achmad Zaidun

Dalam dunia bisnis, produsen biasanya lebih tahu tentang produk yang dihasilkan, dari segi karakter, tipe, maintenance, dan seterusnya. Dalam kehidupan kita, manusia, demikian pula adanya. Hanya Allah yang paling paham dan tahu seluk-beluk ciptaan-Nya.

Jadi, sekali lagi, Allah Sang Pencipta lebih paham dan lebih tahu tentang seluk-beluk manusia daripada manusia itu sendiri.

Manusia dikatakan lebih unggul dibanding makhluk-makhluk lain karena ia dilengkapi dengan peranti super canggih bernama akal. Akal manusia maunya mendekat kepada Sang Pencipta karena karakter akal memang cenderung Ilahi. Namun demikian, nafsu cenderung memuaskan dirinya dengan kenikmatan biologis dan menjauh dari Allah.

Perawatan diri manusia, menurut Sang Pencipta, adalah dengan berpuasa. Ramadan bermakna pembakaran. Secara fisik, ia berarti membakar lemak jahat. Dengan terhentinya pasokan makanan selama sehari—sementara sel-sel tubuh butuh makanan—terjadilah proses sel memakan sel. Yaitu, sel hidup memakan sel mati yang biasanya menjadi penyebab munculnya penyakit.

Sementara itu, makna Ramadan secara ruhani ialah membakar dosa-dosa dan kotoran, terutama di hati manusia.

Puasa bukan dari nol menuju takwa, tetapi dari iman menuju takwa, sesuai dengan redaksi ayat, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian puasa.”

Iman itu, dalam perjalanan karakternya, dapat bertambah dan berkurang, karena ada hawa nafsu dan bisikan setan. Karena itu, diperlukan suatu pembersihan atas rintangan dalam diri tersebut biar orang yang beriman bisa sampai kepada Allah dengan takwanya.

Pembersihan tersebut dikemas dengan kewajiban puasa, minimal sebulan dalam setahun. Masih ada pula puasa-puasa sunah, di luar Ramadan.

Dalam konteks puasa, pembiasaan menahan diri dari ajakan hawa nafsu selama sebulan itu harus dirutinkan selama 24 jam setiap hari sepanjang hayat. Tidak hanya pada bulan Ramadan. Dengan demikian, tercapailah tujuan puasa, yaitu “supaya kamu sekalian bertakwa.”

Kata Nabi Muhammad SAW, “Takwa itu di sini”, sembari menunjuk ke arah dada beliau. Maknanya, takwa itu adanya dalam hati. Manusia yang sadar, tidak mengigau, maka tidak akan berbuat sesuatu sebelum terlintas hasrat di hatinya. Begitu vital urusan hati.

Ketika hati seratus persen ruangannya full dengan takwa sehingga tidak ada space sedikit pun untuk hasrat kepada selain Allah, itulah keberhasilan puasa. Dengan demikian, lemak-lemak jahat dalam hati kita telah bersih, dan kita semua, saya kira, menginginkan keberhasilan tersebut melalui puasa kita di setiap bulan Ramadan. Semoga.

_____

Achmad Zaidun, Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Teropuler -

Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Menjernihkan Kesalahpahaman Terhadap Buya Syafii Maarif
Robby Karman
Senin, 30-5-2022
thumb
Childfree dan Mengatur kelahiran dalam Islam
Nofra Khairon
Selasa, 18-1-2022
thumb
Kemenangan Muhammadiyah di Kandang Nahdlatul Ulama
Achmad Ainul Yaqin
Senin, 14-11-2022
thumb
BNPT dan Perang Melawan Terorisme
Iqbal Suliansyah
Selasa, 29-11-2022
thumb

Puasa, Pembakar Lemak Jahat

Achmad Zaidun Kamis, 21-4-2022 | - Dilihat: 43

banner

Oleh: Achmad Zaidun

Dalam dunia bisnis, produsen biasanya lebih tahu tentang produk yang dihasilkan, dari segi karakter, tipe, maintenance, dan seterusnya. Dalam kehidupan kita, manusia, demikian pula adanya. Hanya Allah yang paling paham dan tahu seluk-beluk ciptaan-Nya.

Jadi, sekali lagi, Allah Sang Pencipta lebih paham dan lebih tahu tentang seluk-beluk manusia daripada manusia itu sendiri.

Manusia dikatakan lebih unggul dibanding makhluk-makhluk lain karena ia dilengkapi dengan peranti super canggih bernama akal. Akal manusia maunya mendekat kepada Sang Pencipta karena karakter akal memang cenderung Ilahi. Namun demikian, nafsu cenderung memuaskan dirinya dengan kenikmatan biologis dan menjauh dari Allah.

Perawatan diri manusia, menurut Sang Pencipta, adalah dengan berpuasa. Ramadan bermakna pembakaran. Secara fisik, ia berarti membakar lemak jahat. Dengan terhentinya pasokan makanan selama sehari—sementara sel-sel tubuh butuh makanan—terjadilah proses sel memakan sel. Yaitu, sel hidup memakan sel mati yang biasanya menjadi penyebab munculnya penyakit.

Sementara itu, makna Ramadan secara ruhani ialah membakar dosa-dosa dan kotoran, terutama di hati manusia.

Puasa bukan dari nol menuju takwa, tetapi dari iman menuju takwa, sesuai dengan redaksi ayat, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian puasa.”

Iman itu, dalam perjalanan karakternya, dapat bertambah dan berkurang, karena ada hawa nafsu dan bisikan setan. Karena itu, diperlukan suatu pembersihan atas rintangan dalam diri tersebut biar orang yang beriman bisa sampai kepada Allah dengan takwanya.

Pembersihan tersebut dikemas dengan kewajiban puasa, minimal sebulan dalam setahun. Masih ada pula puasa-puasa sunah, di luar Ramadan.

Dalam konteks puasa, pembiasaan menahan diri dari ajakan hawa nafsu selama sebulan itu harus dirutinkan selama 24 jam setiap hari sepanjang hayat. Tidak hanya pada bulan Ramadan. Dengan demikian, tercapailah tujuan puasa, yaitu “supaya kamu sekalian bertakwa.”

Kata Nabi Muhammad SAW, “Takwa itu di sini”, sembari menunjuk ke arah dada beliau. Maknanya, takwa itu adanya dalam hati. Manusia yang sadar, tidak mengigau, maka tidak akan berbuat sesuatu sebelum terlintas hasrat di hatinya. Begitu vital urusan hati.

Ketika hati seratus persen ruangannya full dengan takwa sehingga tidak ada space sedikit pun untuk hasrat kepada selain Allah, itulah keberhasilan puasa. Dengan demikian, lemak-lemak jahat dalam hati kita telah bersih, dan kita semua, saya kira, menginginkan keberhasilan tersebut melalui puasa kita di setiap bulan Ramadan. Semoga.

_____

Achmad Zaidun, Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Jaringan Anak Panah (JAP).
Ingin Donasi? Klik disini

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech