• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan

Pesan Cinta dalam Tawq Al-Hamammah

Izmi Kayla Firdausi Ahad, 26-1-2025 | - Dilihat: 19

banner

Oleh: Izmi Kayla Firdausi

Berangkat dari Jalaludin Rumi, cinta tidak dapat diterangkan dengan kata kata, tetapi hanya  dapat dipahami melalui pengalaman. Bagi Rumi, cinta itu tidak terungkapkan, tetapi orang  tetap dapat membicarakannya. Cinta menjadi pembahasan yang menarik sejak dulu di kalangan  para filsuf. Tidak sedikit filsuf Yunani hingga filsuf Islam yang membahas cinta dalam  pemikirannya. Cinta selalu memiliki definisi yang berbeda pada setiap filsuf. Hal itu karena  cinta tidak bersifat material, namun hanya dapat dirasakan oleh jiwa. Definisi cinta yang  diungkapkan oleh Plato, berbeda dengan definisi cinta yang telah diungkapkan oleh Filsafat Islam setelahnya.

Cinta Dalam Islam

Perbedaan pengalaman dan analisis sosial-budaya, menghasilkan definisi  cinta yang berbeda. Dalam Islam, cinta tertinggi adalah cinta seorang hamba kepada Tuhannya.  Dimana seorang hamba mengosongkan dirinya, dan hanya diisi oleh cinta kepada Penciptanya. Cinta yang sesungguhnya juga dibuktikan oleh Nabi Muhammad kepada umatnya. Hal ini tercermin pada momen-momen sebelum ia wafat, Nabi hanya mengingat kesejahteraan umatnya. Oleh sebab itu, cinta  tidak dapat didefinisikan hingga kapanpun. Karena menurut Ibnu Qayyim, definisi cinta adalah  cinta itu sendiri, yang tidak mampu didefinisikan. 

Keberadaan cinta tidak dapat dihindari, karena ia adalah anugerah yang Allah berikan. Hal ini  telah Allah jelaskan dalam QS. Al-A’raf ayat 189 bahwa Tuhan menciptakan laki-laki, dan  darinya diciptakan perempuan, hingga ia merasa tenang dan nyaman pada pasangannya.  Perempuan disebutkan sebagai tempat istirahat bagi laki laki karena ia diciptakan darinya.

Pandangan cinta menurut Ibn Hazm

Terkait tentang  cinta, Ibn Hazm, seorang cendekiawan dan sarjana Muslim juga membahasnya secara detail. Pembahasan ini ia tulis  berdasarkan pengalaman pribadinya, dan beberapa pengetahuan yang didapatkan selama pembelajarannya. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan Andalusia abad ke-11, Ibn Hazm menulis sebuah risalah yang hingga kini masih bergema  dalam lorong-lorong sejarah sastra dan pemikiran Islam. "Tawq al-Hamamah", atau "The Ring of the Dove", adalah karya yang menantang stereotip tentang cinta dalam tradisi Islam. Buku  ini bukan sekadar kumpulan puisi romantis atau panduan praktis tentang cinta; ia adalah sebuah  jendela yang membuka pandangan kita terhadap kompleksitas emosi manusia dan dinamika sosial pada masanya. Dalam "Tawq al-Hamamah", Ibn Hazm mengajak kita untuk menelusuri labirin hati manusia, mengupas lapisan demi lapisan pengalaman cinta dengan ketajaman  analisis seorang filsuf dan kelembutan jiwa seorang penyair. Dari getaran pertama jatuh cinta hingga kepedihan perpisahan, dari kebahagiaan perjumpaan hingga kecemburuan yang membakar. Ibn Hazm melukiskan panorama cinta dengan palet warna yang kaya dan nuansa yang amat mendalam. 

Tawq Al-Hamamah 

Selanjutnya akan kita coba jelajahi bagaimana "Tawq al-Hamamah" menjadi cerminan  nilai-nilai sosial, etika, dan spiritual masyarakat Muslim Andalusia. Kita akan mengkaji  bagaimana Ibn Hazm, seorang ahli hukum Islam dan teolog yang terkenal dengan pendekatan  literalisnya, mampu menghasilkan karya yang begitu puitis dan introspektif tentang 

pengalaman manusiawi yang paling universal: cinta. Lebih jauh lagi, kita akan merefleksikan  relevansi pemikiran Ibn Hazm dalam konteks modern. Melalui eksplorasi "Tawq al Hamamah", kita tidak hanya akan membaca sebuah teks klasik, tetapi juga melakukan dialog  lintas zaman. Kita akan menemukan bahwa di balik kata-kata Ibn Hazm yang ditulis hampir  seribu tahun lalu, terdapat refleksi tentang kemanusiaan yang tetap relevan hingga saat ini.  Mari kita bersama-sama membuka halaman-halaman "Tawq al-Hamamah" dan menemukan  kembali kearifan cinta yang mungkin telah lama kita lupakan.

Hakikat cinta adalah bagaimana kebahagiaan seseorang bergantung pada orang yang dicintainya. Walaupun adanya  pertengkaran kecil diantara orang yang saling berkasih sayang, bagi Ibn Hazm, hal itu merupakan hal yang lumrah. Hal ini menguji mereka untuk kembali mempertanyakan hal apa yang mereka cari dari diri keduanya. Bagi dua orang yang disatukan oleh cinta, emosi sangat berpengaruh bagi mereka. Ibn Hazm membawa kita ke  ranah yang lebih praktis dengan membahas tanda-tanda cinta. Di satu sisi, Ibn Hazm mengakui fenomena jatuh cinta pada pandangan pertama, sebuah konsep yang telah menjadi tema populer  dalam sastra dan seni sepanjang zaman. Namun, ia juga tidak melupakan cinta yang tumbuh  perlahan, yang berkembang dari perkenalan dan interaksi yang berulang. Keseimbangan ini  menunjukkan pemahaman Ibn Hazm yang mendalam tentang berbagai cara cinta bisa muncul  dalam kehidupan manusia. 

Berikutnya, melalui dasar dasar cinta, Ibn Hazm menyelami aspek-aspek komunikasi dalam  cinta. Ia membahas isyarat non-verbal, pentingnya kata-kata yang diucapkan, peran utusan atau  perantara, dan bahkan seni surat-menyurat. Penjelasannya tentang komunikasi cinta ini tidak hanya relevan untuk zamannya, tetapi juga memberikan wawasan berharga bagi kita di era digital, di saat bentuk-bentuk komunikasi terus berevolusi namun esensinya tetap sama. Melangkah lebih jauh, Ibn Hazm membahas fenomena jatuh cinta hanya berdasarkan deskripsi. Dalam era digital kita, di mana hubungan online semakin umum, pemikiran Ibn Hazm tentang  "cinta dari jauh" ini terasa sangat relevan. Ia menunjukkan bahwa cinta tidak selalu memerlukan kehadiran fisik, tetapi bisa tumbuh dari gambaran mental yang kita ciptakan. Fenomena cinta pada pandangan pertama – yang telah menjadi tema populer dalam sastra dan seni – tidak luput dari perhatian Ibn Hazm. Ia menganalisis dengan cermat tidak hanya  romantismenya belaka, namun juga memperhatikan aspek psikologis dan fisiologisnya. Kontras dengan ini, ia juga membahas cinta yang tumbuh seiring waktu, mengingatkan kita bahwa cinta memiliki banyak cara untuk bersemi. 

Ibn Hazm tidak menghindari tema-tema yang lebih berat. Ia membahas dilema memilih antara dua cinta, pengkhianatan, dan perpisahan dengan kejujuran yang mengesankan. Pendekatannya yang tidak menghakimi namun tetap reflektif memberikan wawasan berharga tentang sisi gelap cinta yang sering kali diabaikan dalam wacana romantis. Kesetiaan, sebuah tema yang abadi dalam perbincangan tentang cinta, mendapat perhatian khusus dalam tulisan beliau. Ibn Hazm mengeksplorasi berbagai manifestasi kesetiaan dan  perannya dalam mempertahankan hubungan. Ia juga membahas kepuasan dalam cinta, sebuah  konsep yang mungkin terdengar sederhana namun sebenarnya sangat kompleks. 

Bahkan kematian, akhir yang tak terelakkan, dibahas oleh Ibn Hazm dalam konteks cinta. Ia  merefleksikan bagaimana cinta bisa melampaui batas-batas kehidupan fisik, sebuah tema yang  bergema dalam banyak tradisi spiritual dan sastra sepanjang sejarah. Ibn Hazm menutup  eksplorasinya dengan membahas aspek moral dan etika dalam cinta. Ia menekankan  pentingnya kesucian dan kebajikan, mengingatkan kita bahwa cinta, dalam bentuknya yang  paling mulia, tidak terpisahkan dari nilai-nilai moral dan spiritual.

_________

 Izmi Kayla Firdausi adalah Mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....

Pesan Cinta dalam Tawq Al-Hamammah

Izmi Kayla Firdausi Ahad, 26-1-2025 | - Dilihat: 19

banner

Oleh: Izmi Kayla Firdausi

Berangkat dari Jalaludin Rumi, cinta tidak dapat diterangkan dengan kata kata, tetapi hanya  dapat dipahami melalui pengalaman. Bagi Rumi, cinta itu tidak terungkapkan, tetapi orang  tetap dapat membicarakannya. Cinta menjadi pembahasan yang menarik sejak dulu di kalangan  para filsuf. Tidak sedikit filsuf Yunani hingga filsuf Islam yang membahas cinta dalam  pemikirannya. Cinta selalu memiliki definisi yang berbeda pada setiap filsuf. Hal itu karena  cinta tidak bersifat material, namun hanya dapat dirasakan oleh jiwa. Definisi cinta yang  diungkapkan oleh Plato, berbeda dengan definisi cinta yang telah diungkapkan oleh Filsafat Islam setelahnya.

Cinta Dalam Islam

Perbedaan pengalaman dan analisis sosial-budaya, menghasilkan definisi  cinta yang berbeda. Dalam Islam, cinta tertinggi adalah cinta seorang hamba kepada Tuhannya.  Dimana seorang hamba mengosongkan dirinya, dan hanya diisi oleh cinta kepada Penciptanya. Cinta yang sesungguhnya juga dibuktikan oleh Nabi Muhammad kepada umatnya. Hal ini tercermin pada momen-momen sebelum ia wafat, Nabi hanya mengingat kesejahteraan umatnya. Oleh sebab itu, cinta  tidak dapat didefinisikan hingga kapanpun. Karena menurut Ibnu Qayyim, definisi cinta adalah  cinta itu sendiri, yang tidak mampu didefinisikan. 

Keberadaan cinta tidak dapat dihindari, karena ia adalah anugerah yang Allah berikan. Hal ini  telah Allah jelaskan dalam QS. Al-A’raf ayat 189 bahwa Tuhan menciptakan laki-laki, dan  darinya diciptakan perempuan, hingga ia merasa tenang dan nyaman pada pasangannya.  Perempuan disebutkan sebagai tempat istirahat bagi laki laki karena ia diciptakan darinya.

Pandangan cinta menurut Ibn Hazm

Terkait tentang  cinta, Ibn Hazm, seorang cendekiawan dan sarjana Muslim juga membahasnya secara detail. Pembahasan ini ia tulis  berdasarkan pengalaman pribadinya, dan beberapa pengetahuan yang didapatkan selama pembelajarannya. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan Andalusia abad ke-11, Ibn Hazm menulis sebuah risalah yang hingga kini masih bergema  dalam lorong-lorong sejarah sastra dan pemikiran Islam. "Tawq al-Hamamah", atau "The Ring of the Dove", adalah karya yang menantang stereotip tentang cinta dalam tradisi Islam. Buku  ini bukan sekadar kumpulan puisi romantis atau panduan praktis tentang cinta; ia adalah sebuah  jendela yang membuka pandangan kita terhadap kompleksitas emosi manusia dan dinamika sosial pada masanya. Dalam "Tawq al-Hamamah", Ibn Hazm mengajak kita untuk menelusuri labirin hati manusia, mengupas lapisan demi lapisan pengalaman cinta dengan ketajaman  analisis seorang filsuf dan kelembutan jiwa seorang penyair. Dari getaran pertama jatuh cinta hingga kepedihan perpisahan, dari kebahagiaan perjumpaan hingga kecemburuan yang membakar. Ibn Hazm melukiskan panorama cinta dengan palet warna yang kaya dan nuansa yang amat mendalam. 

Tawq Al-Hamamah 

Selanjutnya akan kita coba jelajahi bagaimana "Tawq al-Hamamah" menjadi cerminan  nilai-nilai sosial, etika, dan spiritual masyarakat Muslim Andalusia. Kita akan mengkaji  bagaimana Ibn Hazm, seorang ahli hukum Islam dan teolog yang terkenal dengan pendekatan  literalisnya, mampu menghasilkan karya yang begitu puitis dan introspektif tentang 

pengalaman manusiawi yang paling universal: cinta. Lebih jauh lagi, kita akan merefleksikan  relevansi pemikiran Ibn Hazm dalam konteks modern. Melalui eksplorasi "Tawq al Hamamah", kita tidak hanya akan membaca sebuah teks klasik, tetapi juga melakukan dialog  lintas zaman. Kita akan menemukan bahwa di balik kata-kata Ibn Hazm yang ditulis hampir  seribu tahun lalu, terdapat refleksi tentang kemanusiaan yang tetap relevan hingga saat ini.  Mari kita bersama-sama membuka halaman-halaman "Tawq al-Hamamah" dan menemukan  kembali kearifan cinta yang mungkin telah lama kita lupakan.

Hakikat cinta adalah bagaimana kebahagiaan seseorang bergantung pada orang yang dicintainya. Walaupun adanya  pertengkaran kecil diantara orang yang saling berkasih sayang, bagi Ibn Hazm, hal itu merupakan hal yang lumrah. Hal ini menguji mereka untuk kembali mempertanyakan hal apa yang mereka cari dari diri keduanya. Bagi dua orang yang disatukan oleh cinta, emosi sangat berpengaruh bagi mereka. Ibn Hazm membawa kita ke  ranah yang lebih praktis dengan membahas tanda-tanda cinta. Di satu sisi, Ibn Hazm mengakui fenomena jatuh cinta pada pandangan pertama, sebuah konsep yang telah menjadi tema populer  dalam sastra dan seni sepanjang zaman. Namun, ia juga tidak melupakan cinta yang tumbuh  perlahan, yang berkembang dari perkenalan dan interaksi yang berulang. Keseimbangan ini  menunjukkan pemahaman Ibn Hazm yang mendalam tentang berbagai cara cinta bisa muncul  dalam kehidupan manusia. 

Berikutnya, melalui dasar dasar cinta, Ibn Hazm menyelami aspek-aspek komunikasi dalam  cinta. Ia membahas isyarat non-verbal, pentingnya kata-kata yang diucapkan, peran utusan atau  perantara, dan bahkan seni surat-menyurat. Penjelasannya tentang komunikasi cinta ini tidak hanya relevan untuk zamannya, tetapi juga memberikan wawasan berharga bagi kita di era digital, di saat bentuk-bentuk komunikasi terus berevolusi namun esensinya tetap sama. Melangkah lebih jauh, Ibn Hazm membahas fenomena jatuh cinta hanya berdasarkan deskripsi. Dalam era digital kita, di mana hubungan online semakin umum, pemikiran Ibn Hazm tentang  "cinta dari jauh" ini terasa sangat relevan. Ia menunjukkan bahwa cinta tidak selalu memerlukan kehadiran fisik, tetapi bisa tumbuh dari gambaran mental yang kita ciptakan. Fenomena cinta pada pandangan pertama – yang telah menjadi tema populer dalam sastra dan seni – tidak luput dari perhatian Ibn Hazm. Ia menganalisis dengan cermat tidak hanya  romantismenya belaka, namun juga memperhatikan aspek psikologis dan fisiologisnya. Kontras dengan ini, ia juga membahas cinta yang tumbuh seiring waktu, mengingatkan kita bahwa cinta memiliki banyak cara untuk bersemi. 

Ibn Hazm tidak menghindari tema-tema yang lebih berat. Ia membahas dilema memilih antara dua cinta, pengkhianatan, dan perpisahan dengan kejujuran yang mengesankan. Pendekatannya yang tidak menghakimi namun tetap reflektif memberikan wawasan berharga tentang sisi gelap cinta yang sering kali diabaikan dalam wacana romantis. Kesetiaan, sebuah tema yang abadi dalam perbincangan tentang cinta, mendapat perhatian khusus dalam tulisan beliau. Ibn Hazm mengeksplorasi berbagai manifestasi kesetiaan dan  perannya dalam mempertahankan hubungan. Ia juga membahas kepuasan dalam cinta, sebuah  konsep yang mungkin terdengar sederhana namun sebenarnya sangat kompleks. 

Bahkan kematian, akhir yang tak terelakkan, dibahas oleh Ibn Hazm dalam konteks cinta. Ia  merefleksikan bagaimana cinta bisa melampaui batas-batas kehidupan fisik, sebuah tema yang  bergema dalam banyak tradisi spiritual dan sastra sepanjang sejarah. Ibn Hazm menutup  eksplorasinya dengan membahas aspek moral dan etika dalam cinta. Ia menekankan  pentingnya kesucian dan kebajikan, mengingatkan kita bahwa cinta, dalam bentuknya yang  paling mulia, tidak terpisahkan dari nilai-nilai moral dan spiritual.

_________

 Izmi Kayla Firdausi adalah Mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....
Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Yayasan Sang Anak Panah (YASAPA).

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech