Napak Tilas Tiga Tokoh Bangsa di Minangkabau
Inggit Prabowo Sabtu, 10-9-2022 | - Dilihat: 118

Oleh: Inggit Prabowo
Sumatra Barat atau dikenal juga dengan ranah Minang merupakan salah satu daerah di Indonesia yang banyak melahirkan tokoh bangsa. Ranah Minang disebut juga oleh Buya Syafii sebagai pusat industri otak. Pernyataan tersebut tentu dilatarbelakangi oleh tokoh-tokoh Minang yang banyak berkontribusi menyumbangkan pemikirannya, baik untuk agama maupun untuk bangsa dan negara.
Di akhir Agustus saya dan Sidiq berkesempatan membersamai Dr. Adib Sofia napak tilas peninggalan generasi emas di Minangkabau. Dr. Adib merupakan pimpinan redaksi Suara Aisyiyah dan Dosen UIN Sunan Kalijaga yang fokus pada kajian Filologi sekaligus dosen saya saat menimba ilmu di kampus PUTM Kaliurang.
Bermula dari obrolan WA dengan Ustaz Fahmi Muqoddas, supaya saya bisa menemani Bu Adib berkunjung ke Diniyah Putri Padang Panjang. Birrul mudarrisah, kata Ustaz Fahmi di akhir pesan WA-nya. Tentu suatu kehormatan bagi saya apabila bisa membersamai Bu Adib dalam agendanya di ranah Minang.
Kunjungan terakhir dari padatnya jadwal kegiatan Bu Adib di Sumatra Barat yakni ke Surau Simaung dan Surau Tinggi Calau, yang kebetulan berlokasi tidak jauh dari Sumpur Kudus tempat kami dibenum. Kedua Surau ini terletak di Kabupaten Sijunjung dan merupakan surau pusat tarekat Satariyah yang banyak meninggalkan manuskrip kuno.
Tentu ini menjadi surga tersendiri bagi Bu Adib yang fokus dalam kajian Filologi. “Manuskrip-manuskrip yang masih ada dan masih terus dipelajari hingga kini merupakan bukti autentik bahwa masyarakat Minang memiliki penghargaan yang tinggi terhadap kekayaan intelektual masa lalu.” Demikian kesan Bu Adib akan manuskrip yang masih tersisa di Surau Tinggi Calau dan Surau Simaung.
Sebelum Berkunjung ke Surau, terlebih dahulu kami silaturahmi ke Diniyah Putri Padang Panjang. Sebuah sekolah perempuan yang didirikan oleh Rahmah Elyunusiyah yang kini usinya sudah hampir satu abad.
Di Diniyah kami bertemu dengan Dr. Fauziyah Fauzan Elmuhammady atau di kenal dengan Ustazah Zizi, beliau pimpinan Diniyah Putri saat ini. Momen yang baik untuk diabadikan bisa duduk bersilaturahmi dengan dua tokoh perempuan Bu Adib dan Bu Zizi.
Mendekati Zuhur kami menuju KMM (Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah) di Kauman Padang Panjang yang dulu disebut Tabligh School. Lembaga ini pertama kali dipimpin oleh Buya Hamka, ulama Muhammadiyah yang banyak meninggalkan segudang karya.
Lokasi ini juga menjadi tempat bersejarah dalam pergerakan Muhammadiyah di Sumatra Barat. Bisa dikatakan awal mula Muhammadiyah di Ranah Minang. KMM kini dipimpin oleh Dr. Derliana atau biasa dipanggil Umi Derli. Lagi-lagi dipimpin oleh kaum perempuan luar biasa.
Di akhir perjalanan selepas mengunjungi Surau di kabupaten Sijunjung, kami bersama Bu Adib mengunjungi Gedung Dakwah Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif. Kami didampingi oleh Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah Sijunjung. Tentu obrolan kami tidak lepas dari sepak terjang Buya Syafii untuk Sijunjung dan khususnya tanah kelahirannya Sumpur Kudus.
Kata Bu Adib, “Sumatra Barat adalah kota istimewa karena dari tetes air kehidupannya terlahir tokoh-tokoh pendidikan yang sangat berpengaruh secara nasional.”
“Masyarakat Minang juga merupakan masyarakat istimewa yang sebagian besar masih berpegang teguh pada nilai-nilai lokal dan keagamaan yang diyakini,” imbuh Bu Adib.
“Tiga lokasi yang kita kunjungi ini (Diniyah Putri, KMM dan Gedung Dahwah Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif) adalah saksi bisu dari perjuangan di bidang pendidikan. Ketiga tokoh tersebut (Rahmah Elyunusiyah, Buya Hamka, dan Buya Syafii) benar-benar menyadari bahwa peradaban akan berkembang dengan pendidikan dan jalan dakwah,” pungkas Bu Adib dalam perjalanan napak tilas kali ini.
Terima kasih banyak, Bu, semoga menjadi motivasi kami untuk selalu menghidupkan dakwah dan menjadi penggerak pendidikan.
10/8/2022
- Artikel Teropuler -
Napak Tilas Tiga Tokoh Bangsa di Minangkabau
Inggit Prabowo Sabtu, 10-9-2022 | - Dilihat: 118

Oleh: Inggit Prabowo
Sumatra Barat atau dikenal juga dengan ranah Minang merupakan salah satu daerah di Indonesia yang banyak melahirkan tokoh bangsa. Ranah Minang disebut juga oleh Buya Syafii sebagai pusat industri otak. Pernyataan tersebut tentu dilatarbelakangi oleh tokoh-tokoh Minang yang banyak berkontribusi menyumbangkan pemikirannya, baik untuk agama maupun untuk bangsa dan negara.
Di akhir Agustus saya dan Sidiq berkesempatan membersamai Dr. Adib Sofia napak tilas peninggalan generasi emas di Minangkabau. Dr. Adib merupakan pimpinan redaksi Suara Aisyiyah dan Dosen UIN Sunan Kalijaga yang fokus pada kajian Filologi sekaligus dosen saya saat menimba ilmu di kampus PUTM Kaliurang.
Bermula dari obrolan WA dengan Ustaz Fahmi Muqoddas, supaya saya bisa menemani Bu Adib berkunjung ke Diniyah Putri Padang Panjang. Birrul mudarrisah, kata Ustaz Fahmi di akhir pesan WA-nya. Tentu suatu kehormatan bagi saya apabila bisa membersamai Bu Adib dalam agendanya di ranah Minang.
Kunjungan terakhir dari padatnya jadwal kegiatan Bu Adib di Sumatra Barat yakni ke Surau Simaung dan Surau Tinggi Calau, yang kebetulan berlokasi tidak jauh dari Sumpur Kudus tempat kami dibenum. Kedua Surau ini terletak di Kabupaten Sijunjung dan merupakan surau pusat tarekat Satariyah yang banyak meninggalkan manuskrip kuno.
Tentu ini menjadi surga tersendiri bagi Bu Adib yang fokus dalam kajian Filologi. “Manuskrip-manuskrip yang masih ada dan masih terus dipelajari hingga kini merupakan bukti autentik bahwa masyarakat Minang memiliki penghargaan yang tinggi terhadap kekayaan intelektual masa lalu.” Demikian kesan Bu Adib akan manuskrip yang masih tersisa di Surau Tinggi Calau dan Surau Simaung.
Sebelum Berkunjung ke Surau, terlebih dahulu kami silaturahmi ke Diniyah Putri Padang Panjang. Sebuah sekolah perempuan yang didirikan oleh Rahmah Elyunusiyah yang kini usinya sudah hampir satu abad.
Di Diniyah kami bertemu dengan Dr. Fauziyah Fauzan Elmuhammady atau di kenal dengan Ustazah Zizi, beliau pimpinan Diniyah Putri saat ini. Momen yang baik untuk diabadikan bisa duduk bersilaturahmi dengan dua tokoh perempuan Bu Adib dan Bu Zizi.
Mendekati Zuhur kami menuju KMM (Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah) di Kauman Padang Panjang yang dulu disebut Tabligh School. Lembaga ini pertama kali dipimpin oleh Buya Hamka, ulama Muhammadiyah yang banyak meninggalkan segudang karya.
Lokasi ini juga menjadi tempat bersejarah dalam pergerakan Muhammadiyah di Sumatra Barat. Bisa dikatakan awal mula Muhammadiyah di Ranah Minang. KMM kini dipimpin oleh Dr. Derliana atau biasa dipanggil Umi Derli. Lagi-lagi dipimpin oleh kaum perempuan luar biasa.
Di akhir perjalanan selepas mengunjungi Surau di kabupaten Sijunjung, kami bersama Bu Adib mengunjungi Gedung Dakwah Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif. Kami didampingi oleh Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah Sijunjung. Tentu obrolan kami tidak lepas dari sepak terjang Buya Syafii untuk Sijunjung dan khususnya tanah kelahirannya Sumpur Kudus.
Kata Bu Adib, “Sumatra Barat adalah kota istimewa karena dari tetes air kehidupannya terlahir tokoh-tokoh pendidikan yang sangat berpengaruh secara nasional.”
“Masyarakat Minang juga merupakan masyarakat istimewa yang sebagian besar masih berpegang teguh pada nilai-nilai lokal dan keagamaan yang diyakini,” imbuh Bu Adib.
“Tiga lokasi yang kita kunjungi ini (Diniyah Putri, KMM dan Gedung Dahwah Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif) adalah saksi bisu dari perjuangan di bidang pendidikan. Ketiga tokoh tersebut (Rahmah Elyunusiyah, Buya Hamka, dan Buya Syafii) benar-benar menyadari bahwa peradaban akan berkembang dengan pendidikan dan jalan dakwah,” pungkas Bu Adib dalam perjalanan napak tilas kali ini.
Terima kasih banyak, Bu, semoga menjadi motivasi kami untuk selalu menghidupkan dakwah dan menjadi penggerak pendidikan.
10/8/2022
0 Komentar
Tinggalkan Pesan