• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan

Miskonsepsi dalam Dekonstruksi Jacques Derrida

M. Alfreda Daib Insan Labib Selasa, 29-4-2025 | - Dilihat: 24

banner

Oleh: M. Alfreda Daib Insan Labib

Jacques Derrida lahir pada 15 Juli 1930 di kota Elbiar dekat Aljazair. Ayahnya Bernama Aime Derrida dan Ibunya Georgette Sultana Esther Safar. Keduanya merupakan keturunan Yahudi, nenek moyangnya berasal dari Spanyol dan menetap di Aljazair. Pada tahun 1949, Derrida pindah ke Perancis Hingga Akhir Hayatnya.

Pada tahun 1952, Derrida berhasil menyelesaikan pendidikannya di hypnikhagne dan melanjutkan ke Ecole Normale Superieure, salah satu sekolah bergengsi di di Perancis. Di tempat itu, Derrida banyak bertemu dengan dosen-dosen masyhur seperti Louise Althusser dan Michel Foucault. 

Selanjutnya, ia banyak mempelajari arsip-arsip di Univertas Leuven, Belgia di tahun 1953-1954. Enam tahun berselang, tepatnya di tahun 1960-1964, ia mengajar di Universitas Paris Sorbonne-Pantheon dan sempat menjadi asisten Ricoeur.

 Selepas itu, Derrida kembali ke almamaternya Ecole Normale Superieure untuk mengajar disana. Ia wafat tanggal 9 Oktober 2004, pada usia 74 tahun dikarenakan mengidap kanker.

Definisi dekonstruksi

Buah pemikiran Derrida yang dilatar belakangi oleh Ontologi Heidegger, Fenomenologi, dan Postrukturalime Perancis ini sejatinya tidak memiliki definisi tetap. Pasalnya, Derrida pernah ditanya oleh seorang wartawan dan ia mengakui bahwa tidak mampu membuat definisinya.

Kendati demikian, Derrida pernah memberikan kata kunci yaitu “pas de method” atau dalam bahasa Perancis diartikan sebagai “tidak” dan “metode”. Berangkat dari makna tersebut, dapat disimpulkan bahwa Dekonstruksi bukanlah suatu metode ataupun Langkah.

Terlepas dari itu, terdapat beberapa tokoh yang mencoba memberikan definisi Dekontruksi. Pertama, Nicholas Royle yang mendefinisikan Dekonstruksi sebagai sesuatu yang bukan seperti yang dipikirkan orang banyak, pengalaman akan yang tak mungkin, cara berpikir untuk menggoyang apa yang sudah dianggap mapan, apa yang membuat identitas bukan merupakan identitas, dan masa depan yang masih belum ada itu sendiri. 

Muhammad Al-Fayyadl yang memberikan definisi Dekonstruksi sebagai testimoni terbuka kepada mereka yang kalah, mereka yang terpinggirkan oleh stabilitas rezim bernama pengarang. Sehingga dekonstruksi adalah gerak perjalanan menuju hidup itu sendiri. Kendati Derrida tidak menyatakan Dekonstruksinya adalah sebuah metode, namun para pengkaji selanjutnya mengklaim bahwa itu adalah suatu metode dan teori kritis.

Sejarah dekonstruksi

Kemunculan Dekonstruksi Derrida dilatar belakangi ketidaksetujuannya terhadap metafisika kehadiran dan logosentrisme. Metafisika kehadiran yang diperkenalkan oleh filsafat barat dikritik oleh Derrida karena menurutnya subjek yang hadir karena ketidakhadiran subjek lainnya dan kepercayaan filsafat barat terhadap logos dan rasio.

Urgensi Dekonstruksi sebenarnya bukanlah mencari inkonsistensi logis, argumentasi yang lemah seperti yang biasa dilakukan kaum modernisme. Definisi yang disampaikan Derrida mengacu pada unsur yang secara filosofis menjadi penentu atau unsur yang memungkinkan teks itu menjadi filosofis. 

Umumnya dalam setiap teks, pemaparannya argumentatif, rasional, dan terjalin rapi antara satu sama yang lain. Akan tetapi yang dilacak Derrida bukan penataan yang secara sadar, prosedural, dan logis, melainkan tatanan yang tidak disadari dan merupakan asumsi-asumsi tersembunyi yang terdapat di balik teks. Sederhananya, Derrida ingin menelanjangi tekstualitas latin dari sebuah teks.

Dalam aktivitas membaca, Derrida mencetuskan istilah differance. Kata differance merupakan perpaduan kata differing yang berarti berbeda dan kata deferring yang berarti menangguhkan. Kata differance dikembangkan oleh Derrida dari kata Perancis difference.

Dua kata tersebut merupakan kata yang sama secara pengucapan tetapi berbeda tulisan. Contoh diatas adalah upaya Derrida dalam menunjukkan keunggulan tulisan yang tidak dapat digapai tuturan. 

Dekonstruksi bukan menghancurkan

Dekonstruksi dirancang Derrida sebagai sesuatu yang ada di dalam teks yang dibaca. Dekonstruksi tidak bekerja seperti teori atau metode yang diterapkan “dari luar” teks, tetapi bekerja seperti parasit yang hidup dari material dan teks yang dibaca. Perlu diketahui juga, bahwa menurut Derrida, “there is no outside text”, yaitu semua konten tidak ada yang di luar teks dan semuanya ada dalam teks.

Ihwal ini terjadi karena Dekonstruksi Derrida memberikan kemungkinan bahwa suatu teks dapat dibaca dalam berbagai konteks dan menghasilkan kemungkinan pembacaan yang tidak berhingga karena makna pasti dari teks selalu tertangguhkan dan tidak absolut.

Artinya, Makna teks tidak akan hadir secara penuh dan final. Menurut Derrida, Makna adalah jejak setelah jejak. Ia menyebutkan sebagai signifier of signified, yaitu penanda daripada penanda.

Tidak sedikit dari pembaca yang tidak tepat memahami Dekonstruksi. Diantaranya adalah mereka yang beranggapan bahwa Dekonstruksi hanya sebagai bentuk penghancuran segala yang kokoh atau mapan.

Kekeliruan tersebut disebabkan karena para pembaca tidak atau belum memahami dimensi etis dari dekonstruksi yang berusaha membuka diri kepada “yang lain”. Pembalikkan Derrida kepada etika secara tidak langsung mematahkan label nihilistik yang diberikan kepada dekonstruksi Derrida.

Dekonstruksi tidak hanya membongkar objek sampai habis dan kemudian membiarkannya. Dekonstruksi menurut Derrida terfokus pada hal-hal kecil. Hal ini sangat berbeda dengan strukturalisme dan filsafat Barat yang fokus pada pusat (logosentrisme). Menurut Derrida, suatu teks selalu memuat hal yang disembunyikan atau ditutup-tutupi.

Gagasan dekonstruksi

Gagasan-gagasan kunci dekonstruksi adalah (1) differance, (2) tilas, (3) suplemen, (4) teks, (5) iterabilitas, (6) ketiadaan putusan, dan (7) diseminasi. Dalam Dekonstruksi Derrida, hubungan antara gagasan kunci tersebut tidak bersifat hierarkis, melainkan sebagai jaringan subtitutif.

Adapun Sasaran pembacaan dekonstruksi dapat dipetakan atas tiga hal, yaitu oposisi biner, blind spot, dan kontradiksi internal teks. Sedangkan pola minimal tahapan Dekonstruksi, yaitu Rekonstruksi, Dekonstruksi, Reinskripsi, dan “Yang Lain” yang pada akhirnya teks mendekonstruksi dirinya sendiri.

Terkait Strategi Dekonstruksi, terdapat tiga asumsi mendasar. Pertama, bahasa secara tidak terpisahkan ditandai oleh ketidakstabilan dan ketakberhinggaan makna. Kedua, instabilitas dan ketakberhinggaan yang demikian membuat tidak ada metode analisis (seperti filsafat atau kritisisme) yang bisa memiliki klaim istimewa untuk menguasai segala hal yang berhubungan dengan interpretasi tekstual.

Ketiga, konsekuensi dari tidak adanya klaim istimewa yang bisa menguasai pembacaan makna maka interpretasi tekstual kemudian adalah suatu aktivitas tanpa batas (freeranging) yang lebih dekat kepada permainan daripada analisis sebagaimana umumnya istilah interpretasi dipahami.

Manfaat dekonstruksi

Kendati Dekonstruksi Derrida memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan ilmu sosial secara umum, masih terdapat kelemahan didalamnya. Menurut hemat penulis, konsep yang terlalu bebas ini akan menimbulkan dinamika yang sangat masif dalam pemaknaan suatu teks sehingga berdampak pada sulitnya ditemukan maksud yang ideal karena teks terus menerus didekonstruksi tanpa henti.

____

Muhammad Alfreda Daib Insan Labib

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....

Miskonsepsi dalam Dekonstruksi Jacques Derrida

M. Alfreda Daib Insan Labib Selasa, 29-4-2025 | - Dilihat: 24

banner

Oleh: M. Alfreda Daib Insan Labib

Jacques Derrida lahir pada 15 Juli 1930 di kota Elbiar dekat Aljazair. Ayahnya Bernama Aime Derrida dan Ibunya Georgette Sultana Esther Safar. Keduanya merupakan keturunan Yahudi, nenek moyangnya berasal dari Spanyol dan menetap di Aljazair. Pada tahun 1949, Derrida pindah ke Perancis Hingga Akhir Hayatnya.

Pada tahun 1952, Derrida berhasil menyelesaikan pendidikannya di hypnikhagne dan melanjutkan ke Ecole Normale Superieure, salah satu sekolah bergengsi di di Perancis. Di tempat itu, Derrida banyak bertemu dengan dosen-dosen masyhur seperti Louise Althusser dan Michel Foucault. 

Selanjutnya, ia banyak mempelajari arsip-arsip di Univertas Leuven, Belgia di tahun 1953-1954. Enam tahun berselang, tepatnya di tahun 1960-1964, ia mengajar di Universitas Paris Sorbonne-Pantheon dan sempat menjadi asisten Ricoeur.

 Selepas itu, Derrida kembali ke almamaternya Ecole Normale Superieure untuk mengajar disana. Ia wafat tanggal 9 Oktober 2004, pada usia 74 tahun dikarenakan mengidap kanker.

Definisi dekonstruksi

Buah pemikiran Derrida yang dilatar belakangi oleh Ontologi Heidegger, Fenomenologi, dan Postrukturalime Perancis ini sejatinya tidak memiliki definisi tetap. Pasalnya, Derrida pernah ditanya oleh seorang wartawan dan ia mengakui bahwa tidak mampu membuat definisinya.

Kendati demikian, Derrida pernah memberikan kata kunci yaitu “pas de method” atau dalam bahasa Perancis diartikan sebagai “tidak” dan “metode”. Berangkat dari makna tersebut, dapat disimpulkan bahwa Dekonstruksi bukanlah suatu metode ataupun Langkah.

Terlepas dari itu, terdapat beberapa tokoh yang mencoba memberikan definisi Dekontruksi. Pertama, Nicholas Royle yang mendefinisikan Dekonstruksi sebagai sesuatu yang bukan seperti yang dipikirkan orang banyak, pengalaman akan yang tak mungkin, cara berpikir untuk menggoyang apa yang sudah dianggap mapan, apa yang membuat identitas bukan merupakan identitas, dan masa depan yang masih belum ada itu sendiri. 

Muhammad Al-Fayyadl yang memberikan definisi Dekonstruksi sebagai testimoni terbuka kepada mereka yang kalah, mereka yang terpinggirkan oleh stabilitas rezim bernama pengarang. Sehingga dekonstruksi adalah gerak perjalanan menuju hidup itu sendiri. Kendati Derrida tidak menyatakan Dekonstruksinya adalah sebuah metode, namun para pengkaji selanjutnya mengklaim bahwa itu adalah suatu metode dan teori kritis.

Sejarah dekonstruksi

Kemunculan Dekonstruksi Derrida dilatar belakangi ketidaksetujuannya terhadap metafisika kehadiran dan logosentrisme. Metafisika kehadiran yang diperkenalkan oleh filsafat barat dikritik oleh Derrida karena menurutnya subjek yang hadir karena ketidakhadiran subjek lainnya dan kepercayaan filsafat barat terhadap logos dan rasio.

Urgensi Dekonstruksi sebenarnya bukanlah mencari inkonsistensi logis, argumentasi yang lemah seperti yang biasa dilakukan kaum modernisme. Definisi yang disampaikan Derrida mengacu pada unsur yang secara filosofis menjadi penentu atau unsur yang memungkinkan teks itu menjadi filosofis. 

Umumnya dalam setiap teks, pemaparannya argumentatif, rasional, dan terjalin rapi antara satu sama yang lain. Akan tetapi yang dilacak Derrida bukan penataan yang secara sadar, prosedural, dan logis, melainkan tatanan yang tidak disadari dan merupakan asumsi-asumsi tersembunyi yang terdapat di balik teks. Sederhananya, Derrida ingin menelanjangi tekstualitas latin dari sebuah teks.

Dalam aktivitas membaca, Derrida mencetuskan istilah differance. Kata differance merupakan perpaduan kata differing yang berarti berbeda dan kata deferring yang berarti menangguhkan. Kata differance dikembangkan oleh Derrida dari kata Perancis difference.

Dua kata tersebut merupakan kata yang sama secara pengucapan tetapi berbeda tulisan. Contoh diatas adalah upaya Derrida dalam menunjukkan keunggulan tulisan yang tidak dapat digapai tuturan. 

Dekonstruksi bukan menghancurkan

Dekonstruksi dirancang Derrida sebagai sesuatu yang ada di dalam teks yang dibaca. Dekonstruksi tidak bekerja seperti teori atau metode yang diterapkan “dari luar” teks, tetapi bekerja seperti parasit yang hidup dari material dan teks yang dibaca. Perlu diketahui juga, bahwa menurut Derrida, “there is no outside text”, yaitu semua konten tidak ada yang di luar teks dan semuanya ada dalam teks.

Ihwal ini terjadi karena Dekonstruksi Derrida memberikan kemungkinan bahwa suatu teks dapat dibaca dalam berbagai konteks dan menghasilkan kemungkinan pembacaan yang tidak berhingga karena makna pasti dari teks selalu tertangguhkan dan tidak absolut.

Artinya, Makna teks tidak akan hadir secara penuh dan final. Menurut Derrida, Makna adalah jejak setelah jejak. Ia menyebutkan sebagai signifier of signified, yaitu penanda daripada penanda.

Tidak sedikit dari pembaca yang tidak tepat memahami Dekonstruksi. Diantaranya adalah mereka yang beranggapan bahwa Dekonstruksi hanya sebagai bentuk penghancuran segala yang kokoh atau mapan.

Kekeliruan tersebut disebabkan karena para pembaca tidak atau belum memahami dimensi etis dari dekonstruksi yang berusaha membuka diri kepada “yang lain”. Pembalikkan Derrida kepada etika secara tidak langsung mematahkan label nihilistik yang diberikan kepada dekonstruksi Derrida.

Dekonstruksi tidak hanya membongkar objek sampai habis dan kemudian membiarkannya. Dekonstruksi menurut Derrida terfokus pada hal-hal kecil. Hal ini sangat berbeda dengan strukturalisme dan filsafat Barat yang fokus pada pusat (logosentrisme). Menurut Derrida, suatu teks selalu memuat hal yang disembunyikan atau ditutup-tutupi.

Gagasan dekonstruksi

Gagasan-gagasan kunci dekonstruksi adalah (1) differance, (2) tilas, (3) suplemen, (4) teks, (5) iterabilitas, (6) ketiadaan putusan, dan (7) diseminasi. Dalam Dekonstruksi Derrida, hubungan antara gagasan kunci tersebut tidak bersifat hierarkis, melainkan sebagai jaringan subtitutif.

Adapun Sasaran pembacaan dekonstruksi dapat dipetakan atas tiga hal, yaitu oposisi biner, blind spot, dan kontradiksi internal teks. Sedangkan pola minimal tahapan Dekonstruksi, yaitu Rekonstruksi, Dekonstruksi, Reinskripsi, dan “Yang Lain” yang pada akhirnya teks mendekonstruksi dirinya sendiri.

Terkait Strategi Dekonstruksi, terdapat tiga asumsi mendasar. Pertama, bahasa secara tidak terpisahkan ditandai oleh ketidakstabilan dan ketakberhinggaan makna. Kedua, instabilitas dan ketakberhinggaan yang demikian membuat tidak ada metode analisis (seperti filsafat atau kritisisme) yang bisa memiliki klaim istimewa untuk menguasai segala hal yang berhubungan dengan interpretasi tekstual.

Ketiga, konsekuensi dari tidak adanya klaim istimewa yang bisa menguasai pembacaan makna maka interpretasi tekstual kemudian adalah suatu aktivitas tanpa batas (freeranging) yang lebih dekat kepada permainan daripada analisis sebagaimana umumnya istilah interpretasi dipahami.

Manfaat dekonstruksi

Kendati Dekonstruksi Derrida memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan ilmu sosial secara umum, masih terdapat kelemahan didalamnya. Menurut hemat penulis, konsep yang terlalu bebas ini akan menimbulkan dinamika yang sangat masif dalam pemaknaan suatu teks sehingga berdampak pada sulitnya ditemukan maksud yang ideal karena teks terus menerus didekonstruksi tanpa henti.

____

Muhammad Alfreda Daib Insan Labib

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....
Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Yayasan Sang Anak Panah (YASAPA).

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech