• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Donasi? Klik disini

Menyambut Cahaya Tahun 2022

Cristoffer Veron Purnomo Selasa, 4-1-2022 | - Dilihat: 46

banner

Oleh: Cristoffer Veron Purnomo

Pagi yang benderang, pendar cahaya mentari berpijar di tengah petala cakrawala. Angin sepoi-sepoi berembus dengan gontai. Burung-burung saling bersahutan dan bertebangan di angkasa raya. Gemercik air sungai menyejukkan pikiran dan mengalirkan jiwa bening. Segenap umat manusia saling menyambut fajar dengan penuh senyuman. Melangkahkan kaki dengan perasaan rendah hati seraya penuh pengharapan.

Hidup di dunia telah kita lalui dengan begitu menyimpan pelbagai kesan dan pesan sebagai nostalgia yang tak pernah terlupakan. Manusia terus berjalan dalam bentangan sajadah panjang mengikuti aliran kehidupan sampai titik pemberhentiannya. Melewati rintangan besar, menembus nurani yang mendalam dengan perasaan semak hati, “Aduhai alangkah beratnya menjalani hidup sementara ini?” Tuhan Yang Maha Kasih berkata, “Teruslah melangkah dan berjuang. Dunia tempatmu mendapat cobaan dan ujian. Jangan banyak berkeluh kesah. Dirimu tak lama menetap disini. Jadi bersabarlah, duhai makhluk bergelimang dosa”.

Menatap wajah kehidupan pasca meninggalkan tahun sarat dengan kegetiran, saatnya membakar semangat juang untuk bangkit bersama menjalani pengembaraan hidup yang masih sangat panjang ini. Memadamkan kobaran api kedengkian, kecemburuan, purba-sangka, dan kecongkakan dengan dibasahi oleh setetes percik-percik embun spiritualitas nilai-nilai ajaran budi pekerti nan agung: religiusitas, jujur, tanggung jawab, mandiri, daya juang, dan sosialitas.

Berselancar menikmati kemolekan panorama kehidupan dunia atas hidangan istimewa Tuhan. Membuka ruang untuk bermunajat kepada Tuhan guna mensyukuri nikmat pemberian-Nya. Dunia menempatkan tiap insan untuk belajar dan terus belajar menjadi manusia otentik.

Derap langkah kaki menapak di kehidupan baru mengeskpresikan kegembiraan atas kesempatan dari Tuhan diberikan perpanjangan tempo guna memperbaiki diri. Lebih jauh, mempersiapkan diri menyongsong perpisahan dengan alam dunia. Karena kejadian itu menjadi keniscayaan yang akan dirasakan oleh segenap umat manusia dan makhluk hidup lainnya.

“Setiap jiwa yang hidup pasti akan merasakan mati. Apabila kamu sekalian mendapatkan kesengsaraan hidup di dunia, maka sesungguhnya kamu akan mendapatkan pahala secara penuh di hari kiamat. Barangsiapa yang dijauhkan dari api neraka, maka sesungguhnya ia telah memperoleh kemenangan. Dan kehidupan dunia itu tidak lebih dari perhiasan sementara yang menipu”. (QS. ali-‘Imran [03]: 185).

Di sinilah manusia mulai memainkan perannya mencari amal saleh sebanyak-banyaknya. Amal saleh menurut Yusuf Qardhhawi sebagaimana dinukil Haedar Nashir (2013) merupakan amal kebajikan yang membawa manfaat materi maupun nonmateri yang dapat diberikan kepada orang lain tanpa mendapat imbalan lain, kecuali berharap memperoleh pahala di sisi Allah dan masuk surga.

Perjuangan mencari amal saleh begitu luar biasa beratnya. Kita percaya Allah akan memberikan jalan kemudahan bagi setiap hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya. Tapi akan musykil jika dibarengi dengan ikhtiar, usaha, dan tawakal. Ketiga koridor tersebut menjadi barometer utama tatkala hendak memperoleh kebahagiaan hakiki di dunia maupun di akhirat kelak.

Selain amal saleh, kita juga perbaiki relasi kemanusiaan (hablu min al-nas). Hidup di negeri berkredo majemuk ini sangat sulit bersatu. Sebab selalu disesaki oleh onggokan sampah-sampah kebencian atas dasar perbedaan diri (self-difference). Yudi Latif (2018) mengingatkan, “Jangan pernah membenci perbedaan. Bagaimana bisa kau terlahir, tanpa perkawinan lelaku dan wanita. Bagaimana bisa mengagumi rembulan malam, tanpa menerima mentari siang. Bagaimana bisa mengenai putih tanpa keberadaan hitam. Bagaimana bisa menyadari kedirianmu tanpa kehadiran yang berbeda di sekitarmu”.

Kita menyadari betapa riuhnya rumah keindonesiaan masa kini. Banyak para elite dan rakyat saling bertempur silang pendapat. Tidak dilakukan dengan perenungan inklusif, selalu menyulut rasa emosi. Betapa memalukannya kita yang telah mengkhianati perjuangan mati-matian para pendiri bangsa. Mengkhianati pula dengung Ilahi Rabbi, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”. (QS. al-Hujurat [49]: 13).

Berangkat dari sini, mari kita sulam kembali benang persatuan dan kesatuan. Sudah saatnya kita hidup saling damai satu sama lain. Tanpa memandang jenis perbedaan agama, suku, bahasa, ras, dan golongan. Hiduplah seperti mata air yang mengalir secara berdampingan. Akankah dirimu tega menjadikan keretakan di tubuh bangsa ini, sedang para pejuang tersengut-sengut di dalam alam kubur sana, “Betapa sedihnya diriku yang sudah berjuang dengan tetesan peluh lagi darah mengucur di seluruh tubuhku demi mengokohkan bangunan besar Indonesia, sedang dirimu membongkar-bangkirkan melalui perang suara memperkarakan mengenai perbedaan”.

Perang suara bersumbu dari kata-kata. Budaya manusia Indonesia selalu berkata menista terhadap seseorang. Biasanya akibat dendam kesumat yang cukup lama. Dunia sosial media menjadi wahana empuk untuk melaksanakan aksi durjananya. Betapa tak punya akal mereka yang telah melanggar pesan dari Nabi akhir zaman, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia berkata baik atau diam”. (HR. Muslim No. 222).

Petuah tersebut telah dilanggar oleh kita semua. Beratnya meninggalkan rutinitas mengumbar kata-kata tak senonoh, menghendaki kita untuk terapi rohani secara komprehensif agar penyakit-penyakit hati bisa menghilang dari tubuh kita.

Memasuki tahun baru dengan hati bersih laksana kanopi suci. Menjalani kehidupan dengan kekayaan ruhaniah yang makin mencerahkan. Jadikanlah momentum pergantian tahun sebagai bahan kontemplasi diri untuk bercermin seberapakah tindakan yang telah kita perbuat untuk dunia dan akhirat?

Jangan tertipu oleh fatamorgana duniawi menghambat kita untuk bertindak lebih menggebu. Teruslah bergerak dengan kemampuan yang dimiliki. Semoga paradigma kehidupan ditahun baru lebih membaik daripada kehidupan sebelumnya. Dan pada saat yang sama permasalahan Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini dapat segera berakhir, dengan demikian kita bisa menjalani hidup normal seperti sediakala. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin. Wa Allahu A’lam.

Selamat Tahun Baru 2022 Miladiyah

Salam Sehat dan Damai Untuk Seluruh Umat Beragama!

_____

Penulis adalah Alumnus SMK Muhammadiyah 1 Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2019/2020

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Teropuler -

Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Menjernihkan Kesalahpahaman Terhadap Buya Syafii Maarif
Robby Karman
Senin, 30-5-2022
thumb
Childfree dan Mengatur kelahiran dalam Islam
Nofra Khairon
Selasa, 18-1-2022
thumb
Kemenangan Muhammadiyah di Kandang Nahdlatul Ulama
Achmad Ainul Yaqin
Senin, 14-11-2022
thumb
BNPT dan Perang Melawan Terorisme
Iqbal Suliansyah
Selasa, 29-11-2022
thumb

Menyambut Cahaya Tahun 2022

Cristoffer Veron Purnomo Selasa, 4-1-2022 | - Dilihat: 46

banner

Oleh: Cristoffer Veron Purnomo

Pagi yang benderang, pendar cahaya mentari berpijar di tengah petala cakrawala. Angin sepoi-sepoi berembus dengan gontai. Burung-burung saling bersahutan dan bertebangan di angkasa raya. Gemercik air sungai menyejukkan pikiran dan mengalirkan jiwa bening. Segenap umat manusia saling menyambut fajar dengan penuh senyuman. Melangkahkan kaki dengan perasaan rendah hati seraya penuh pengharapan.

Hidup di dunia telah kita lalui dengan begitu menyimpan pelbagai kesan dan pesan sebagai nostalgia yang tak pernah terlupakan. Manusia terus berjalan dalam bentangan sajadah panjang mengikuti aliran kehidupan sampai titik pemberhentiannya. Melewati rintangan besar, menembus nurani yang mendalam dengan perasaan semak hati, “Aduhai alangkah beratnya menjalani hidup sementara ini?” Tuhan Yang Maha Kasih berkata, “Teruslah melangkah dan berjuang. Dunia tempatmu mendapat cobaan dan ujian. Jangan banyak berkeluh kesah. Dirimu tak lama menetap disini. Jadi bersabarlah, duhai makhluk bergelimang dosa”.

Menatap wajah kehidupan pasca meninggalkan tahun sarat dengan kegetiran, saatnya membakar semangat juang untuk bangkit bersama menjalani pengembaraan hidup yang masih sangat panjang ini. Memadamkan kobaran api kedengkian, kecemburuan, purba-sangka, dan kecongkakan dengan dibasahi oleh setetes percik-percik embun spiritualitas nilai-nilai ajaran budi pekerti nan agung: religiusitas, jujur, tanggung jawab, mandiri, daya juang, dan sosialitas.

Berselancar menikmati kemolekan panorama kehidupan dunia atas hidangan istimewa Tuhan. Membuka ruang untuk bermunajat kepada Tuhan guna mensyukuri nikmat pemberian-Nya. Dunia menempatkan tiap insan untuk belajar dan terus belajar menjadi manusia otentik.

Derap langkah kaki menapak di kehidupan baru mengeskpresikan kegembiraan atas kesempatan dari Tuhan diberikan perpanjangan tempo guna memperbaiki diri. Lebih jauh, mempersiapkan diri menyongsong perpisahan dengan alam dunia. Karena kejadian itu menjadi keniscayaan yang akan dirasakan oleh segenap umat manusia dan makhluk hidup lainnya.

“Setiap jiwa yang hidup pasti akan merasakan mati. Apabila kamu sekalian mendapatkan kesengsaraan hidup di dunia, maka sesungguhnya kamu akan mendapatkan pahala secara penuh di hari kiamat. Barangsiapa yang dijauhkan dari api neraka, maka sesungguhnya ia telah memperoleh kemenangan. Dan kehidupan dunia itu tidak lebih dari perhiasan sementara yang menipu”. (QS. ali-‘Imran [03]: 185).

Di sinilah manusia mulai memainkan perannya mencari amal saleh sebanyak-banyaknya. Amal saleh menurut Yusuf Qardhhawi sebagaimana dinukil Haedar Nashir (2013) merupakan amal kebajikan yang membawa manfaat materi maupun nonmateri yang dapat diberikan kepada orang lain tanpa mendapat imbalan lain, kecuali berharap memperoleh pahala di sisi Allah dan masuk surga.

Perjuangan mencari amal saleh begitu luar biasa beratnya. Kita percaya Allah akan memberikan jalan kemudahan bagi setiap hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya. Tapi akan musykil jika dibarengi dengan ikhtiar, usaha, dan tawakal. Ketiga koridor tersebut menjadi barometer utama tatkala hendak memperoleh kebahagiaan hakiki di dunia maupun di akhirat kelak.

Selain amal saleh, kita juga perbaiki relasi kemanusiaan (hablu min al-nas). Hidup di negeri berkredo majemuk ini sangat sulit bersatu. Sebab selalu disesaki oleh onggokan sampah-sampah kebencian atas dasar perbedaan diri (self-difference). Yudi Latif (2018) mengingatkan, “Jangan pernah membenci perbedaan. Bagaimana bisa kau terlahir, tanpa perkawinan lelaku dan wanita. Bagaimana bisa mengagumi rembulan malam, tanpa menerima mentari siang. Bagaimana bisa mengenai putih tanpa keberadaan hitam. Bagaimana bisa menyadari kedirianmu tanpa kehadiran yang berbeda di sekitarmu”.

Kita menyadari betapa riuhnya rumah keindonesiaan masa kini. Banyak para elite dan rakyat saling bertempur silang pendapat. Tidak dilakukan dengan perenungan inklusif, selalu menyulut rasa emosi. Betapa memalukannya kita yang telah mengkhianati perjuangan mati-matian para pendiri bangsa. Mengkhianati pula dengung Ilahi Rabbi, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”. (QS. al-Hujurat [49]: 13).

Berangkat dari sini, mari kita sulam kembali benang persatuan dan kesatuan. Sudah saatnya kita hidup saling damai satu sama lain. Tanpa memandang jenis perbedaan agama, suku, bahasa, ras, dan golongan. Hiduplah seperti mata air yang mengalir secara berdampingan. Akankah dirimu tega menjadikan keretakan di tubuh bangsa ini, sedang para pejuang tersengut-sengut di dalam alam kubur sana, “Betapa sedihnya diriku yang sudah berjuang dengan tetesan peluh lagi darah mengucur di seluruh tubuhku demi mengokohkan bangunan besar Indonesia, sedang dirimu membongkar-bangkirkan melalui perang suara memperkarakan mengenai perbedaan”.

Perang suara bersumbu dari kata-kata. Budaya manusia Indonesia selalu berkata menista terhadap seseorang. Biasanya akibat dendam kesumat yang cukup lama. Dunia sosial media menjadi wahana empuk untuk melaksanakan aksi durjananya. Betapa tak punya akal mereka yang telah melanggar pesan dari Nabi akhir zaman, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia berkata baik atau diam”. (HR. Muslim No. 222).

Petuah tersebut telah dilanggar oleh kita semua. Beratnya meninggalkan rutinitas mengumbar kata-kata tak senonoh, menghendaki kita untuk terapi rohani secara komprehensif agar penyakit-penyakit hati bisa menghilang dari tubuh kita.

Memasuki tahun baru dengan hati bersih laksana kanopi suci. Menjalani kehidupan dengan kekayaan ruhaniah yang makin mencerahkan. Jadikanlah momentum pergantian tahun sebagai bahan kontemplasi diri untuk bercermin seberapakah tindakan yang telah kita perbuat untuk dunia dan akhirat?

Jangan tertipu oleh fatamorgana duniawi menghambat kita untuk bertindak lebih menggebu. Teruslah bergerak dengan kemampuan yang dimiliki. Semoga paradigma kehidupan ditahun baru lebih membaik daripada kehidupan sebelumnya. Dan pada saat yang sama permasalahan Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini dapat segera berakhir, dengan demikian kita bisa menjalani hidup normal seperti sediakala. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin. Wa Allahu A’lam.

Selamat Tahun Baru 2022 Miladiyah

Salam Sehat dan Damai Untuk Seluruh Umat Beragama!

_____

Penulis adalah Alumnus SMK Muhammadiyah 1 Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2019/2020

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Jaringan Anak Panah (JAP).
Ingin Donasi? Klik disini

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech