• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan

Menghadapi Tarif Tinggi AS di Indonesia Perspektif Islam

M. Fariji Asyrofie Selasa, 22-4-2025 | - Dilihat: 35

banner

Oleh: M. Fariji Asyrofie

Baru-baru ini, dunia perdagangan internasional kembali memanas. Amerika Serikat secara resmi menaikkan tarif impor atas sejumlah produk dari berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan tarif mencapai 32% (Reuters, 2025). 

Di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi, kabar ini tentu mengejutkan. Indonesia, yang menggantungkan sebagian besar ekspornya ke negara-negara besar seperti AS dan Tiongkok, kini dihadapkan pada tantangan serius dalam menjaga kestabilan ekonomi.

Lalu muncul pertanyaan mendasar, bagaimana sebenarnya pandangan Islam, khususnya Al-Quran, terhadap situasi seperti ini? Apakah ada arahan yang bisa diambil dari khazanah tafsir dan fikih muamalah untuk menjawab tantangan zaman ini?

Isu Aktual: Ketegangan Dagang Indonesia-AS

Menurut laporan Reuters (2025), perang dagang global memasuki babak baru setelah World Trade Organization (WTO) memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan dunia karena dampak kebijakan tarif dari Presiden Donald Trump. 

Kebijakan ini menargetkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Bahkan, The Guardian (2025) menyebutkan bahwa volume perdagangan AS–Tiongkok telah menurun hingga 81% dalam proses decoupling ekonomi global.

Dalam kondisi ini, Indonesia menjadi “korban antara”—di mana kekuatan ekonomi besar saling sikut, dan negara berkembang harus siap menahan dampaknya. Tarif tinggi pada ekspor kita tidak hanya mengancam pendapatan nasional, tapi juga berisiko memicu PHK massal di sektor industri.

Perspektif Islam: Prinsip Keadilan dan Larangan Eksploitasi

Islam, sebagai agama yang komprehensif, tak tinggal diam terhadap dinamika ekonomi. Al-Quran menjadikan keadilan sebagai prinsip utama dalam setiap transaksi.

Q.s Al-Mutaffifin ayat 1–3 dengan tegas mencela orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan. Ayat ini tidak hanya berlaku pada transaksi mikro, tapi bisa dipahami sebagai kecaman terhadap ketimpangan sistemik dalam perdagangan.

Di lain sisi, Q.s An-Nisa’ ayat 29 menyatakan: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta di antara kamu dengan cara yang batil...” Ayat ini menegaskan pentingnya transparansi, keadilan, dan kesetaraan dalam transaksi, termasuk dalam perdagangan internasional.

Kemudian Q.s Al-Hujurat ayat 13 menggarisbawahi bahwa perbedaan bangsa dan suku bukan untuk saling menjajah, tapi untuk saling mengenal dan bekerja sama.

Perdagangan yang eksploitatif, yang menguntungkan satu pihak dengan merugikan pihak lain secara struktural, jelas bertentangan dengan nilai-nilai Qurani tersebut.

Pandangan Ulama: Tafsir dan Fikih Muamalah

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menekankan bahwa Q.s Al-Mutaffifin menjadi contoh nyata kerusakan sosial dan ekonomi akibat pelanggaran etika perdagangan. Ketika satu pihak mengambil untung berlebih dan membebani pihak lain, maka sistem ekonomi tidak hanya rusak, tapi juga melahirkan kemarahan sosial (Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an).

Fakhruddin Ar-Razi juga menambahkan bahwa kezaliman dalam perdagangan adalah bentuk kezaliman kolektif yang harus dicegah oleh negara (Tafsir al-Kabir).

Dalam Ihya’ Ulumuddin, Imam al-Ghazali menekankan pentingnya keseimbangan ekonomi agar tidak terjadi penindasan kelas. Ia memperkenalkan konsep syirak zhulm—yakni bentuk kerja sama ekonomi yang merugikan satu pihak secara sistematis.

Sementara itu, Prof. Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menjelaskan bahwa dalam kondisi perdagangan internasional yang timpang, negara muslim boleh menggunakan kebijakan protektif sejauh itu dilakukan untuk menjaga maslahat umum dan tidak menzalimi pihak lain.

Umar bin Khattab, khalifah yang dikenal bijak dan tegas, turut memberi teladan dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik. 

Pertama, ia tidak menetapkan harga pasar secara paksa (tasy‘ir), namun mengawasi dengan ketat distribusi barang dan transaksi agar tidak dimonopoli. Kedua, ia memperluas fungsi Baitul Mal sebagai lembaga distribusi kekayaan untuk menjamin kesejahteraan rakyat dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Ketiga, dalam urusan perdagangan internasional, ia menerapkan diplomasi dagang dengan negara-negara non-muslim dan memberlakukan pajak yang adil tanpa menekan.

Kebijakan ini menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi tidak bisa dilepaskan dari keadilan distribusi dan perlindungan terhadap rakyat kecil.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Perang dagang ini bukan sekadar masalah ekonomi, tapi juga ujian ideologis: apakah kita akan tetap mengikuti pola eksploitatif global, atau berani menawarkan alternatif ekonomi yang adil dan Qurani?

Bagi negara, saatnya merancang kebijakan perdagangan yang memperkuat ekonomi dalam negeri dan mendorong kerja sama dagang berbasis keadilan.

Bagi masyarakat, mari dukung produk lokal dan jadi konsumen yang sadar nilai.

Bagi mahasiswa tafsir seperti kita, saatnya menyuarakan tafsir progresif yang menjawab problem ekonomi nyata.

Karena Islam tidak hanya bicara soal akhirat, tapi juga keadilan di dunia. Dan Al-Quran bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk jadi pedoman kebijakan

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....

Menghadapi Tarif Tinggi AS di Indonesia Perspektif Islam

M. Fariji Asyrofie Selasa, 22-4-2025 | - Dilihat: 35

banner

Oleh: M. Fariji Asyrofie

Baru-baru ini, dunia perdagangan internasional kembali memanas. Amerika Serikat secara resmi menaikkan tarif impor atas sejumlah produk dari berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan tarif mencapai 32% (Reuters, 2025). 

Di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi, kabar ini tentu mengejutkan. Indonesia, yang menggantungkan sebagian besar ekspornya ke negara-negara besar seperti AS dan Tiongkok, kini dihadapkan pada tantangan serius dalam menjaga kestabilan ekonomi.

Lalu muncul pertanyaan mendasar, bagaimana sebenarnya pandangan Islam, khususnya Al-Quran, terhadap situasi seperti ini? Apakah ada arahan yang bisa diambil dari khazanah tafsir dan fikih muamalah untuk menjawab tantangan zaman ini?

Isu Aktual: Ketegangan Dagang Indonesia-AS

Menurut laporan Reuters (2025), perang dagang global memasuki babak baru setelah World Trade Organization (WTO) memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan dunia karena dampak kebijakan tarif dari Presiden Donald Trump. 

Kebijakan ini menargetkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Bahkan, The Guardian (2025) menyebutkan bahwa volume perdagangan AS–Tiongkok telah menurun hingga 81% dalam proses decoupling ekonomi global.

Dalam kondisi ini, Indonesia menjadi “korban antara”—di mana kekuatan ekonomi besar saling sikut, dan negara berkembang harus siap menahan dampaknya. Tarif tinggi pada ekspor kita tidak hanya mengancam pendapatan nasional, tapi juga berisiko memicu PHK massal di sektor industri.

Perspektif Islam: Prinsip Keadilan dan Larangan Eksploitasi

Islam, sebagai agama yang komprehensif, tak tinggal diam terhadap dinamika ekonomi. Al-Quran menjadikan keadilan sebagai prinsip utama dalam setiap transaksi.

Q.s Al-Mutaffifin ayat 1–3 dengan tegas mencela orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan. Ayat ini tidak hanya berlaku pada transaksi mikro, tapi bisa dipahami sebagai kecaman terhadap ketimpangan sistemik dalam perdagangan.

Di lain sisi, Q.s An-Nisa’ ayat 29 menyatakan: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta di antara kamu dengan cara yang batil...” Ayat ini menegaskan pentingnya transparansi, keadilan, dan kesetaraan dalam transaksi, termasuk dalam perdagangan internasional.

Kemudian Q.s Al-Hujurat ayat 13 menggarisbawahi bahwa perbedaan bangsa dan suku bukan untuk saling menjajah, tapi untuk saling mengenal dan bekerja sama.

Perdagangan yang eksploitatif, yang menguntungkan satu pihak dengan merugikan pihak lain secara struktural, jelas bertentangan dengan nilai-nilai Qurani tersebut.

Pandangan Ulama: Tafsir dan Fikih Muamalah

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menekankan bahwa Q.s Al-Mutaffifin menjadi contoh nyata kerusakan sosial dan ekonomi akibat pelanggaran etika perdagangan. Ketika satu pihak mengambil untung berlebih dan membebani pihak lain, maka sistem ekonomi tidak hanya rusak, tapi juga melahirkan kemarahan sosial (Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an).

Fakhruddin Ar-Razi juga menambahkan bahwa kezaliman dalam perdagangan adalah bentuk kezaliman kolektif yang harus dicegah oleh negara (Tafsir al-Kabir).

Dalam Ihya’ Ulumuddin, Imam al-Ghazali menekankan pentingnya keseimbangan ekonomi agar tidak terjadi penindasan kelas. Ia memperkenalkan konsep syirak zhulm—yakni bentuk kerja sama ekonomi yang merugikan satu pihak secara sistematis.

Sementara itu, Prof. Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menjelaskan bahwa dalam kondisi perdagangan internasional yang timpang, negara muslim boleh menggunakan kebijakan protektif sejauh itu dilakukan untuk menjaga maslahat umum dan tidak menzalimi pihak lain.

Umar bin Khattab, khalifah yang dikenal bijak dan tegas, turut memberi teladan dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik. 

Pertama, ia tidak menetapkan harga pasar secara paksa (tasy‘ir), namun mengawasi dengan ketat distribusi barang dan transaksi agar tidak dimonopoli. Kedua, ia memperluas fungsi Baitul Mal sebagai lembaga distribusi kekayaan untuk menjamin kesejahteraan rakyat dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Ketiga, dalam urusan perdagangan internasional, ia menerapkan diplomasi dagang dengan negara-negara non-muslim dan memberlakukan pajak yang adil tanpa menekan.

Kebijakan ini menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi tidak bisa dilepaskan dari keadilan distribusi dan perlindungan terhadap rakyat kecil.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Perang dagang ini bukan sekadar masalah ekonomi, tapi juga ujian ideologis: apakah kita akan tetap mengikuti pola eksploitatif global, atau berani menawarkan alternatif ekonomi yang adil dan Qurani?

Bagi negara, saatnya merancang kebijakan perdagangan yang memperkuat ekonomi dalam negeri dan mendorong kerja sama dagang berbasis keadilan.

Bagi masyarakat, mari dukung produk lokal dan jadi konsumen yang sadar nilai.

Bagi mahasiswa tafsir seperti kita, saatnya menyuarakan tafsir progresif yang menjawab problem ekonomi nyata.

Karena Islam tidak hanya bicara soal akhirat, tapi juga keadilan di dunia. Dan Al-Quran bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk jadi pedoman kebijakan

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....
Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Yayasan Sang Anak Panah (YASAPA).

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech