Melaksanakan Amanah dengan Sebaik-baiknya
Muhammad Alif Fathullah Ahad, 26-12-2021 | - Dilihat: 82
Oleh: Muhammad Alif Fathullah
Jika membaca berita-berita yang beredar di berbagai media sosial, tak sedikit kita jumpai kasus-kasus kejahatan seperti korupsi, suap menyuap, dan lain-lain yang justru dilakukan oleh para pengemban amanah di negeri ini. Para pejabat yang menjadi harapan akan kemakmuran rakyat yang meningkat justru menjadi teror yang menyusahkan masyarakat.
Kejadian tersebut erat kaitannya dengan kesadaran tiap orang untuk bekerja sesuai dengan kepercayaan dan tanggung jawab yang dibebankan. Budaya kerja yang baik semakin terkikis oleh dekadensi moral akibat minimnya integritas dan rasa tanggungjawab masing-masing pekerja.
Tidak sedikit orang bertitel sarjana, magister, hingga doktor yang menjabat di beberapa lembaga negeri maupun swasta turut terbawa suasana dan terpengaruh hingga terjerumus dalam keburukan. Hal ini menjadi catatan penting bagi siapa saja yang hendak mencari sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung pekerjaannya.
Manusia Sebagai Khalifah
Manusia mengemban peran agung sebagai pengelola kehidupan di muka bumi semenjak manusia pertama, Nabi Adam alaihissalam diciptakan. Tak hanya itu, menurut Guru Besar IPB University, Didin Hafidhuddin, manusia diamanati tiga peran sekaligus yaitu amanat ibadah kepada Tuhannya, amanat khalifah (pengelola bumi), dan amanat wadi’ah (titipan: apa yang dimiliki manusia hanyalah titipan Tuhan semata) berdasarkan QS. Al-Ahzab (33) ayat 72.
Dalam memaksimalkan peran tersebut, manusia dibekali akal untuk berpikir dan bertindak sesuai fitrahnya tersebut. Kullun ya’mal ‘ala syakilatih, setiap manusia bekerja sesuai dengan pembawaannya masing-masing (QS. Al-Isra [15]: 84).
Yakni setiap orang berperilaku sesuai dengan kepribadian yang dia biasakan pada dirinya sebagaimana yang diterangkan oleh Sulaiman Al Asyqar dalam Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir. Artinya dalam hal ini, manusia bertindak, bekerja, beramal sesuai dengan apa yang dibawa oleh tabiatnya masing-masing (Al Asyqar, 2007) dan hal tersebutlah yang akan menjadi kebiasaan setiap orang dalam pekerjaannya sehari-hari, baik dalam suatu lembaga, perusahaan, maupun organisasi. Tabiat tersebut membentuk apa yang dinamakan dengan budaya kerja.
Mengutip dari Mangkunegara (2005) bahwa budaya kerja merupakan seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam perusahaan yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Berdasarkan pengertian ini, maka budaya kerja bersifat sebagai solver atas permasalahan yang mungkin muncul dalam dinamika kerja suatu lembaga. Sebagai solusi, tentu apapun yang dikehendaki selalu bersifat positif walaupun imajinatif. Mengapa imajinatif? Karena hal yang dikehendaki tersebut masih berupa ide dan belum bersifat aktual sehingga setiap orang berhak berspekulasi atas solusi yang menjadi kebutuhan tersebut.
Menilik peran manusia sebagai khalifah, maka tentu ia memerlukan kehadiran manusia lainnya agar saling bersatu dan bersinergi dalam menyelesaikan tugasnya. Persatuan yang didasari atas tabiat individu yang saling membutuhkan satu sama lain ini mendorong terbentuknya suasana bekerja dalam sebuah komunitas sosial. Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya mencatat sebuah kalimat bijak yang menyatakan manusia secara naluriah bersifat madaniy (zoon politikon).
الإِنْسَانُ مَدَنِيٌّ بِالطَّبْعِ
Makna Madaniy ini, mengutip Dato Seri Anwar Ibrahim (1995), bermakna sistem sosial diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Dari sistem inilah muncul nilai-nilai yang menjadi pedoman berperilaku dalam pekerjaan dan aktivitas sosial yang disebut dengan budaya kerja.
Budaya kerja positif akan mendorong kemudahan dalam mewujudkan suatu tujuan komunitas dan mengatasi hal-hal negatif yang dapat menurunkan kualitas dan dinamika kerja selama mengelola kehidupan di muka bumi.
Budaya Kerja Ala Nabi Musa
Bukti normatif yang menjelaskan aspek budaya kerja positif salah satunya adalah apa yang terdapat dalam QS. Al-Qasas (28) ayat 26 sebagai berikut:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
Ayat ini menerangkan kisah salah seorang putri seorang syaikh (orang tua) di kota Madyan yang menawarkan Musa Alaihissalam untuk dipekerjakan olehnya. Alasan sang putri mengajukan nama Musa kepada ayahnya adalah karena Musa memiliki sifat kuat (Qawiy) dan dapat dipercaya (Amiin), setelah apa yang dia lihat mengenai kualitas kerja Musa ketika pertama kali bertemu di tempat gembala.
Sebagaimana yang dikutip dari Marwan bin Musa dalam Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an, yang menukil dari Umar, Ibnu Abbas, Syuraih Al Qaadhiy, Abu Malik, Qatadah dan lain-lain yang mengatakan, “Ketika wanita itu mengatakan seperti itu (QS. Al-Qasas ayat 26), ayahnya bertanya kepadanya, “Dari mana kamu tahu demikian?” wanita itu menjawab, “Sesungguhnya dia mampu mengangkat batu besar yang tidak mungkin diangkat kecuali oleh sepuluh orang, juga pada saat aku datang (kemari) bersamanya, aku berjalan di depannya, namun ia mengatakan, “Berjalanlah di belakangku, jika hendak melewati jalan lain, lemparlah batu kecil ini agar aku tahu jalan.” (Marwan, 2010).
Jika seorang pekerja memiliki dua sifat tersebut, maka dialah yang disebut oleh As Sa’di dalam tafsir-nya sebagai sebaik-baik pekerja. Dua sifat ini pantas untuk dijadikan pertimbangan bagi setiap orang yang akan menyerahkan suatu pekerjaan untuk orang lain dengan upah atau lainnya. Sebab, kesalahan tidak akan terjadi kecuali karena ketiadaan dua sifat ini atau ketiadaan salah satunya. Adapun kalau keduanya ada, maka pekerjaan pasti akan sempurna dan terlaksana (As Sa’di, 2002).
Dua sifat ini sudah semestinya menjadi catatan penting bagi pihak Human Resources Department (HRD) dalam setiap organisasi atau perusahaan ketika akan mencari pekerja yang akan menjadi sumber daya utamanya.
Kuat dan Amanah dalam Bekerja
Selain kuat dan amanah, integritas (Shidq) dan keteladanan (Uswah Hasanah) para Nabi merupakan salah satu nilai budaya kerja yang saat ini tergerus oleh hawa nafsu manusia. Hampir setiap pekerja, mulai dari tingkatan terendah hingga tertinggi seperti pejabat pemerintahan hanya mementingkan keuntungan dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga seringkali melupakan tanggungjawab dan amanah yang diberikan kepada mereka.
Padahal, integritas menunjukkan kekuatan diri untuk bersikap sesuai kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat atau dimanipulasi sedemikian rupa hanya untuk meraih keuntungan semata.
Kita mungkin tidak asing dengan Michael H. Hart, penulis The 100: A Ranking of The Most Influential Persons in History. Ia mengemukakan salah satu alasan mengapa ia menempatkan seorang Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai manusia terbaik sepanjang sejarah, diantaranya bahwa beliau bersikap ramah, suka membantu, ulet, tidak gampang menyerah, kuat dan tabah.
Beliau juga menjaga komitmen dalam merealisasikan amanah Tuhan sehingga mampu menyatukan bangsa Arab dalam Islam hanya dalam kurun waktu kurang dari 25 tahun sejak diutus menjadi Rasul pada usia 40 tahun.
Kuat dan amanah adalah kunci utama keberhasilan seorang pekerja dalam menjalankan tugasnya. Dalam sebuah organisasi, pihak manajemen tentu akan menggaet para pekerja yang mampu untuk melaksanakan kewajiban demi memudahkan mereka dalam mencapai tujuan organisasi. Baik organisasi massa, bisnis, pendidikan, maupun sukarelawan pasti membutuhkan SDM yang kuat dan dapat dipercaya.
Maka manusia sebagai khalifah, dengan berbagai peran, pekerjaan, kondisi, sudah sepatutnya menjaga dua sifat ini agar senantiasa bekerja dengan baik dan benar. Jika tidak kuat dan amanah, lebih baik jangan bekerja!
- Artikel Terpuler -
Melaksanakan Amanah dengan Sebaik-baiknya
Muhammad Alif Fathullah Ahad, 26-12-2021 | - Dilihat: 82
Oleh: Muhammad Alif Fathullah
Jika membaca berita-berita yang beredar di berbagai media sosial, tak sedikit kita jumpai kasus-kasus kejahatan seperti korupsi, suap menyuap, dan lain-lain yang justru dilakukan oleh para pengemban amanah di negeri ini. Para pejabat yang menjadi harapan akan kemakmuran rakyat yang meningkat justru menjadi teror yang menyusahkan masyarakat.
Kejadian tersebut erat kaitannya dengan kesadaran tiap orang untuk bekerja sesuai dengan kepercayaan dan tanggung jawab yang dibebankan. Budaya kerja yang baik semakin terkikis oleh dekadensi moral akibat minimnya integritas dan rasa tanggungjawab masing-masing pekerja.
Tidak sedikit orang bertitel sarjana, magister, hingga doktor yang menjabat di beberapa lembaga negeri maupun swasta turut terbawa suasana dan terpengaruh hingga terjerumus dalam keburukan. Hal ini menjadi catatan penting bagi siapa saja yang hendak mencari sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung pekerjaannya.
Manusia Sebagai Khalifah
Manusia mengemban peran agung sebagai pengelola kehidupan di muka bumi semenjak manusia pertama, Nabi Adam alaihissalam diciptakan. Tak hanya itu, menurut Guru Besar IPB University, Didin Hafidhuddin, manusia diamanati tiga peran sekaligus yaitu amanat ibadah kepada Tuhannya, amanat khalifah (pengelola bumi), dan amanat wadi’ah (titipan: apa yang dimiliki manusia hanyalah titipan Tuhan semata) berdasarkan QS. Al-Ahzab (33) ayat 72.
Dalam memaksimalkan peran tersebut, manusia dibekali akal untuk berpikir dan bertindak sesuai fitrahnya tersebut. Kullun ya’mal ‘ala syakilatih, setiap manusia bekerja sesuai dengan pembawaannya masing-masing (QS. Al-Isra [15]: 84).
Yakni setiap orang berperilaku sesuai dengan kepribadian yang dia biasakan pada dirinya sebagaimana yang diterangkan oleh Sulaiman Al Asyqar dalam Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir. Artinya dalam hal ini, manusia bertindak, bekerja, beramal sesuai dengan apa yang dibawa oleh tabiatnya masing-masing (Al Asyqar, 2007) dan hal tersebutlah yang akan menjadi kebiasaan setiap orang dalam pekerjaannya sehari-hari, baik dalam suatu lembaga, perusahaan, maupun organisasi. Tabiat tersebut membentuk apa yang dinamakan dengan budaya kerja.
Mengutip dari Mangkunegara (2005) bahwa budaya kerja merupakan seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam perusahaan yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Berdasarkan pengertian ini, maka budaya kerja bersifat sebagai solver atas permasalahan yang mungkin muncul dalam dinamika kerja suatu lembaga. Sebagai solusi, tentu apapun yang dikehendaki selalu bersifat positif walaupun imajinatif. Mengapa imajinatif? Karena hal yang dikehendaki tersebut masih berupa ide dan belum bersifat aktual sehingga setiap orang berhak berspekulasi atas solusi yang menjadi kebutuhan tersebut.
Menilik peran manusia sebagai khalifah, maka tentu ia memerlukan kehadiran manusia lainnya agar saling bersatu dan bersinergi dalam menyelesaikan tugasnya. Persatuan yang didasari atas tabiat individu yang saling membutuhkan satu sama lain ini mendorong terbentuknya suasana bekerja dalam sebuah komunitas sosial. Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya mencatat sebuah kalimat bijak yang menyatakan manusia secara naluriah bersifat madaniy (zoon politikon).
الإِنْسَانُ مَدَنِيٌّ بِالطَّبْعِ
Makna Madaniy ini, mengutip Dato Seri Anwar Ibrahim (1995), bermakna sistem sosial diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Dari sistem inilah muncul nilai-nilai yang menjadi pedoman berperilaku dalam pekerjaan dan aktivitas sosial yang disebut dengan budaya kerja.
Budaya kerja positif akan mendorong kemudahan dalam mewujudkan suatu tujuan komunitas dan mengatasi hal-hal negatif yang dapat menurunkan kualitas dan dinamika kerja selama mengelola kehidupan di muka bumi.
Budaya Kerja Ala Nabi Musa
Bukti normatif yang menjelaskan aspek budaya kerja positif salah satunya adalah apa yang terdapat dalam QS. Al-Qasas (28) ayat 26 sebagai berikut:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
Ayat ini menerangkan kisah salah seorang putri seorang syaikh (orang tua) di kota Madyan yang menawarkan Musa Alaihissalam untuk dipekerjakan olehnya. Alasan sang putri mengajukan nama Musa kepada ayahnya adalah karena Musa memiliki sifat kuat (Qawiy) dan dapat dipercaya (Amiin), setelah apa yang dia lihat mengenai kualitas kerja Musa ketika pertama kali bertemu di tempat gembala.
Sebagaimana yang dikutip dari Marwan bin Musa dalam Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an, yang menukil dari Umar, Ibnu Abbas, Syuraih Al Qaadhiy, Abu Malik, Qatadah dan lain-lain yang mengatakan, “Ketika wanita itu mengatakan seperti itu (QS. Al-Qasas ayat 26), ayahnya bertanya kepadanya, “Dari mana kamu tahu demikian?” wanita itu menjawab, “Sesungguhnya dia mampu mengangkat batu besar yang tidak mungkin diangkat kecuali oleh sepuluh orang, juga pada saat aku datang (kemari) bersamanya, aku berjalan di depannya, namun ia mengatakan, “Berjalanlah di belakangku, jika hendak melewati jalan lain, lemparlah batu kecil ini agar aku tahu jalan.” (Marwan, 2010).
Jika seorang pekerja memiliki dua sifat tersebut, maka dialah yang disebut oleh As Sa’di dalam tafsir-nya sebagai sebaik-baik pekerja. Dua sifat ini pantas untuk dijadikan pertimbangan bagi setiap orang yang akan menyerahkan suatu pekerjaan untuk orang lain dengan upah atau lainnya. Sebab, kesalahan tidak akan terjadi kecuali karena ketiadaan dua sifat ini atau ketiadaan salah satunya. Adapun kalau keduanya ada, maka pekerjaan pasti akan sempurna dan terlaksana (As Sa’di, 2002).
Dua sifat ini sudah semestinya menjadi catatan penting bagi pihak Human Resources Department (HRD) dalam setiap organisasi atau perusahaan ketika akan mencari pekerja yang akan menjadi sumber daya utamanya.
Kuat dan Amanah dalam Bekerja
Selain kuat dan amanah, integritas (Shidq) dan keteladanan (Uswah Hasanah) para Nabi merupakan salah satu nilai budaya kerja yang saat ini tergerus oleh hawa nafsu manusia. Hampir setiap pekerja, mulai dari tingkatan terendah hingga tertinggi seperti pejabat pemerintahan hanya mementingkan keuntungan dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga seringkali melupakan tanggungjawab dan amanah yang diberikan kepada mereka.
Padahal, integritas menunjukkan kekuatan diri untuk bersikap sesuai kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat atau dimanipulasi sedemikian rupa hanya untuk meraih keuntungan semata.
Kita mungkin tidak asing dengan Michael H. Hart, penulis The 100: A Ranking of The Most Influential Persons in History. Ia mengemukakan salah satu alasan mengapa ia menempatkan seorang Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai manusia terbaik sepanjang sejarah, diantaranya bahwa beliau bersikap ramah, suka membantu, ulet, tidak gampang menyerah, kuat dan tabah.
Beliau juga menjaga komitmen dalam merealisasikan amanah Tuhan sehingga mampu menyatukan bangsa Arab dalam Islam hanya dalam kurun waktu kurang dari 25 tahun sejak diutus menjadi Rasul pada usia 40 tahun.
Kuat dan amanah adalah kunci utama keberhasilan seorang pekerja dalam menjalankan tugasnya. Dalam sebuah organisasi, pihak manajemen tentu akan menggaet para pekerja yang mampu untuk melaksanakan kewajiban demi memudahkan mereka dalam mencapai tujuan organisasi. Baik organisasi massa, bisnis, pendidikan, maupun sukarelawan pasti membutuhkan SDM yang kuat dan dapat dipercaya.
Maka manusia sebagai khalifah, dengan berbagai peran, pekerjaan, kondisi, sudah sepatutnya menjaga dua sifat ini agar senantiasa bekerja dengan baik dan benar. Jika tidak kuat dan amanah, lebih baik jangan bekerja!
3 Komentar
2024-11-29 00:45:16
Rwgdni
eriacta rain - zenegra joke forzest nearby
2024-11-29 13:47:01
Nlcblz
гѓ—гѓ¬гѓ‰гѓ‹гѓі жµ·е¤–йЂљиІ© - г‚ўг‚ュテイン гЃ©гЃ“гЃ§иІ·гЃ€г‚‹ イソトレチノイン гЃ®иіје…Ґ
2024-12-04 17:10:34
Bdozxo
crixivan pill - cheap indinavir purchase voltaren gel for sale
3 Komentar
2024-11-29 00:45:16
Rwgdni
eriacta rain - zenegra joke forzest nearby
2024-11-29 13:47:01
Nlcblz
гѓ—гѓ¬гѓ‰гѓ‹гѓі жµ·е¤–йЂљиІ© - г‚ўг‚ュテイン гЃ©гЃ“гЃ§иІ·гЃ€г‚‹ イソトレチノイン гЃ®иіје…Ґ
2024-12-04 17:10:34
Bdozxo
crixivan pill - cheap indinavir purchase voltaren gel for sale
Tinggalkan Pesan