Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya
Abdur Rauf Ahad, 19-12-2021 | - Dilihat: 209

Oleh: Abdur Rauf
Judul tulisan ini merupakan cita-cita perjuangan Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu “mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya-benarnya”. Sengaja penulis kutip langsung kalimat itu sebagai judul tulisan ini. Sebab, penulis berharap agar kita semua menginsafi bahwa, sebagai seorang muslim umumnya, kita semua berkewajiban mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya ini.
Supaya tidak salah paham, terlebih dahulu penulis sampaikan bahwa tulisan ini tidak sedang hendak mengajak ataupun menganjurkan saudara-saudara muslim sekalian mendirikan ataupun mengganti ideologi negara menjadi sebuah negara Islam. Sekali lagi tidak. Bukan itu yang penulis maksud.
Penulis berpandangan bahwa dengan sebab Islam itu adalah rahmatan lil 'ālamīn, maka penting bagi umat Islam mempraktikkan nilai-nilai keislaman yang mencerahkan sebagaimana spirit rahmatan lil 'ālamīn itu dalam setiap sendi kehidupannya, baik itu di lingkup keluarga, masyarakat, bahkan sampai kepada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penulis kira, kita tak perlu menunggu negara itu berasaskan Islam dulu, baru kemudian mau mempraktikkan nilai-nilai keislaman. Tapi praktikkanlah terlebih dahulu nilai-nilai keislaman itu oleh tiap-tiap warga negara (khususnya bagi muslim) dalam sendi-sendi kehidupannya, barulah kemudian negara itu akan ter-Islam-kan dengan sendirinya, tanpa harus mengganti ideologi negara menjadi negara Islam.
Namun, kadangkala ada juga kita temui orang-orang yang lantang meneriakkan Islam, tapi tindak-tanduknya jauh dari kata islami, jauh dari nilai-nilai Qur’ani. Dan tak jarang juga kita menyaksikan bahwa Islam hanya dijadikan sebagai alat politik bagi mereka yang rakus akan kekuasaan. Tentu perilaku-perilaku tak beradab ini harus kita hindari sejauh mungkin.
Buya Syafii Maarif juga dalam Memoar-nya menyebutkan bahwa, dalam konteks ke-Indonesia-an, sebutan negara Islam itu tidak diperlukan lagi. Namun, nilai moral Islam harus menyinari masyarakat luas adalah sebuah keniscayaan jika memang Indonesia ingin menjadi sebuah negeri yang adil dan makmur.
Oleh sebab itu, Pancasila sebagai konsensus nasional itu harus membuka pintu selebar-lebarnya bagi masuknya sinar wahyu, sehingga tuduhan bahwa Indonesia berdasakan Pancasila tidak berbeda dari negara sekuler akan dapat ditangkal. Buya Syafii Maarif menegaskan bahwa dengan cara inilah, masalah hubungan Islam dan negara yang masih kontroversi akan dapat dikurangi dan ditiadakan.
Karakteristik Masyarakat Islam
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa umat Islam adalah umat terbaik (khaira ummah). Khaira ummah inilah karakteristik dari masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Meskipun demikian, tidak lantas dalam praktiknya predikat khaira ummah itu melekat dengan sendirinya tanpa ada upaya apa pun. Ada syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk sampai pada predikat khaira ummah itu. Tanpa memenuhi syarat-syarat itu, mustahil cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu akan tercapai.
Perjuangan Muhammadiyah dalam mencapai cita-citanya dirumuskan dengan jelas dalam tujuannya, yaitu: “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta diformulasikan sepuluh ciri dari masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Di antaranya adalah: (a) Ber-Tuhan dan beragama. (b) Persaudaraan. (c) Berakhlak dan beradab. (d) Berhukum syar’i. (e) Berkesejahteraan. (f) Bermusyawarah. (g) Ihsan. (h) Berkemajuan. (i) Berpemimpin, dan (j) Tertib (Haedar Nashir: 2016).
Dalam perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah berkeyakinan akan dapat memberikan kontribusi sebanyak mungkin kepada negara dan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menuju terbentuknya masayarakat adil dan makmur, sejahtera dan bahagia lahir batin (Haedar Nashir: 2016).
Dalam QS. Āli-'Imrān (3) ayat 110 disebutkan syarat-syarat untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-sebenarnya itu. Jika syarat-syarat itu terpenuhi, maka tidak hanya terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya semata, tapi seiring dengan itu melekat pulalah dalam tubuh umat itu predikat sebagai khaira ummah. Untuk mengetahui syarat-syarat itu, mari kita perhatikan dan resapi QS. Āli-'Imrān (3) ayat 110 berikut ini. Allah SWT menuturkan:
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’rūf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."
Dalam ayat di atas terbagi menjadi empat bagian. Pertama, kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Kedua, karena kamu menyuruh (berbuat) yang ma’rūf. Ketiga, kamu mencegah dari yang munkar. Keempat, kamu beriman kepada Allah. Hamka menuturkan bahwa keempat bagian dari ayat tersebut saling memiliki keterkaitan yang erat. Oleh sebab itu, keempat bagian dari ayat tersebut merupakan satu ayat yang utuh dan tidak boleh dipotong-potong (Hamka: 1983).
Berdasarkan ayat di atas juga, maka dapat diformulasikan karakteristik masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (khaira ummah) secara garis besar. Di antara karakteristik itu antara lain:
Pertama, umat yang secara terus menerus menyuruh kepada yang ma’rūf, yakni apa yang dinilai baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Islam dan akal sehat.
Kedua, umat yang mencegah perbuatan yang munkar, yakni apa yang dinilai tidak baik dalam masyarakat dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam serta akal sehat.
Ketiga, beriman kepada Allah SWT. Dengan iman yang benar maka akan membebaskan manusia dari segala belenggu perbudakan dan kejahiliyahan. Iman yang benar akan menuntun kita untuk menjadi manusia auntentik dan merdeka. Iman yang benar akan mengarahkan kita untuk melakukan amr ma’rūf nahi munkar dalam bingkai rahmatan lil 'ālamīn.
Selama umat Islam masih melaksanakan ketiga syarat di atas, maka selama itulah predikat khaira ummah akan melekat dalam tubuh umat Islam. Namun sebaliknya, jika ketiga syarat itu tidak dilaksanakan dengan sesungguh-sungguhnya, maka boleh jadi umat ini akan terpuruk dan menjadi seburuk-buruk umat. Kalau umat Islam sudah terpuruk menjadi seburuk-buruk umat, niscaya cita-cita perjuangan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya akan sulit terwujudkan. Semoga tidak demikian.
Wallahu a’lam
Penulis adalah Dosen di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
- Artikel Teropuler -
Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya
Abdur Rauf Ahad, 19-12-2021 | - Dilihat: 209

Oleh: Abdur Rauf
Judul tulisan ini merupakan cita-cita perjuangan Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu “mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya-benarnya”. Sengaja penulis kutip langsung kalimat itu sebagai judul tulisan ini. Sebab, penulis berharap agar kita semua menginsafi bahwa, sebagai seorang muslim umumnya, kita semua berkewajiban mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya ini.
Supaya tidak salah paham, terlebih dahulu penulis sampaikan bahwa tulisan ini tidak sedang hendak mengajak ataupun menganjurkan saudara-saudara muslim sekalian mendirikan ataupun mengganti ideologi negara menjadi sebuah negara Islam. Sekali lagi tidak. Bukan itu yang penulis maksud.
Penulis berpandangan bahwa dengan sebab Islam itu adalah rahmatan lil 'ālamīn, maka penting bagi umat Islam mempraktikkan nilai-nilai keislaman yang mencerahkan sebagaimana spirit rahmatan lil 'ālamīn itu dalam setiap sendi kehidupannya, baik itu di lingkup keluarga, masyarakat, bahkan sampai kepada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penulis kira, kita tak perlu menunggu negara itu berasaskan Islam dulu, baru kemudian mau mempraktikkan nilai-nilai keislaman. Tapi praktikkanlah terlebih dahulu nilai-nilai keislaman itu oleh tiap-tiap warga negara (khususnya bagi muslim) dalam sendi-sendi kehidupannya, barulah kemudian negara itu akan ter-Islam-kan dengan sendirinya, tanpa harus mengganti ideologi negara menjadi negara Islam.
Namun, kadangkala ada juga kita temui orang-orang yang lantang meneriakkan Islam, tapi tindak-tanduknya jauh dari kata islami, jauh dari nilai-nilai Qur’ani. Dan tak jarang juga kita menyaksikan bahwa Islam hanya dijadikan sebagai alat politik bagi mereka yang rakus akan kekuasaan. Tentu perilaku-perilaku tak beradab ini harus kita hindari sejauh mungkin.
Buya Syafii Maarif juga dalam Memoar-nya menyebutkan bahwa, dalam konteks ke-Indonesia-an, sebutan negara Islam itu tidak diperlukan lagi. Namun, nilai moral Islam harus menyinari masyarakat luas adalah sebuah keniscayaan jika memang Indonesia ingin menjadi sebuah negeri yang adil dan makmur.
Oleh sebab itu, Pancasila sebagai konsensus nasional itu harus membuka pintu selebar-lebarnya bagi masuknya sinar wahyu, sehingga tuduhan bahwa Indonesia berdasakan Pancasila tidak berbeda dari negara sekuler akan dapat ditangkal. Buya Syafii Maarif menegaskan bahwa dengan cara inilah, masalah hubungan Islam dan negara yang masih kontroversi akan dapat dikurangi dan ditiadakan.
Karakteristik Masyarakat Islam
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa umat Islam adalah umat terbaik (khaira ummah). Khaira ummah inilah karakteristik dari masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Meskipun demikian, tidak lantas dalam praktiknya predikat khaira ummah itu melekat dengan sendirinya tanpa ada upaya apa pun. Ada syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk sampai pada predikat khaira ummah itu. Tanpa memenuhi syarat-syarat itu, mustahil cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu akan tercapai.
Perjuangan Muhammadiyah dalam mencapai cita-citanya dirumuskan dengan jelas dalam tujuannya, yaitu: “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta diformulasikan sepuluh ciri dari masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Di antaranya adalah: (a) Ber-Tuhan dan beragama. (b) Persaudaraan. (c) Berakhlak dan beradab. (d) Berhukum syar’i. (e) Berkesejahteraan. (f) Bermusyawarah. (g) Ihsan. (h) Berkemajuan. (i) Berpemimpin, dan (j) Tertib (Haedar Nashir: 2016).
Dalam perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah berkeyakinan akan dapat memberikan kontribusi sebanyak mungkin kepada negara dan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menuju terbentuknya masayarakat adil dan makmur, sejahtera dan bahagia lahir batin (Haedar Nashir: 2016).
Dalam QS. Āli-'Imrān (3) ayat 110 disebutkan syarat-syarat untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-sebenarnya itu. Jika syarat-syarat itu terpenuhi, maka tidak hanya terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya semata, tapi seiring dengan itu melekat pulalah dalam tubuh umat itu predikat sebagai khaira ummah. Untuk mengetahui syarat-syarat itu, mari kita perhatikan dan resapi QS. Āli-'Imrān (3) ayat 110 berikut ini. Allah SWT menuturkan:
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’rūf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."
Dalam ayat di atas terbagi menjadi empat bagian. Pertama, kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Kedua, karena kamu menyuruh (berbuat) yang ma’rūf. Ketiga, kamu mencegah dari yang munkar. Keempat, kamu beriman kepada Allah. Hamka menuturkan bahwa keempat bagian dari ayat tersebut saling memiliki keterkaitan yang erat. Oleh sebab itu, keempat bagian dari ayat tersebut merupakan satu ayat yang utuh dan tidak boleh dipotong-potong (Hamka: 1983).
Berdasarkan ayat di atas juga, maka dapat diformulasikan karakteristik masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (khaira ummah) secara garis besar. Di antara karakteristik itu antara lain:
Pertama, umat yang secara terus menerus menyuruh kepada yang ma’rūf, yakni apa yang dinilai baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Islam dan akal sehat.
Kedua, umat yang mencegah perbuatan yang munkar, yakni apa yang dinilai tidak baik dalam masyarakat dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam serta akal sehat.
Ketiga, beriman kepada Allah SWT. Dengan iman yang benar maka akan membebaskan manusia dari segala belenggu perbudakan dan kejahiliyahan. Iman yang benar akan menuntun kita untuk menjadi manusia auntentik dan merdeka. Iman yang benar akan mengarahkan kita untuk melakukan amr ma’rūf nahi munkar dalam bingkai rahmatan lil 'ālamīn.
Selama umat Islam masih melaksanakan ketiga syarat di atas, maka selama itulah predikat khaira ummah akan melekat dalam tubuh umat Islam. Namun sebaliknya, jika ketiga syarat itu tidak dilaksanakan dengan sesungguh-sungguhnya, maka boleh jadi umat ini akan terpuruk dan menjadi seburuk-buruk umat. Kalau umat Islam sudah terpuruk menjadi seburuk-buruk umat, niscaya cita-cita perjuangan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya akan sulit terwujudkan. Semoga tidak demikian.
Wallahu a’lam
Penulis adalah Dosen di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
0 Komentar
Tinggalkan Pesan