• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Donasi? Klik disini

Mahasiswa dan Gejolak Kepentingan dalam Pemerintahan Mahasiswa

Muhammad Iqbal Kholidin Kamis, 14-7-2022 | - Dilihat: 116

banner

Oleh: Muhammad Iqbal Kholidin

Romantisnya sejarah panjang perjuangan mahasiswa memang tidak pernah habis dalam pembahasan tongkrongan. Terhitung dalam beberapa dekade ke belakang, mahasiswa memang acapkali menjadi patron dalam perubahan kondisi sosial dan politik di negara Indonesia. Namun, yang selalu menjadi pertanyaan adalah, masihkah mahasiswa mau untuk melanjutkan jalan panjang perjuangan?

Mahasiswa memang selalu identik dengan peran mereka yang sarat kebaikan. Sebut saja peran agent of change, agent of social control, dan beberapa peran baik lainnya yang intinya adalah kebaikan untuk masyarakat secara umum.

Dapat dipahami bahwa sebuah konsekuensi logis ketika mahasiswa dituntut untuk mengambil peran kebaikan dalam masyarakat adalah dampak dari pembelajaran porsi tertinggi di hierarki pendidikan yang disiplin ilmunya bersentuhan langsung dengan masyarakat umum.

Oleh karenanya, mahasiswa membutuhkan kelembagaan yang terstruktur dalam menunjang tercapainya harapan dan kepentingan riil mahasiswa di kampus.

Sayangnya, kepentingan riil mahasiswa dalam lembaga mahasiswa yang dijalankan makin hari semakin jauh dari tujuan utamanya untuk menjalankan peran mahasiswa dalam masyarakat.

Beberapa kali pemberitaan yang terjadi melukiskan bahwa mahasiswa dalam dinamika kelembagaan mahasiswa justru sibuk dengan dunianya sendiri, menciptakan konflik horizontal antar sesamanya.

Konflik yang terus terjadi menyebabkan adanya degradasi gerakan mahasiswa, yang pada akhirnya masyarakat seolah kehilangan sosok yang mampu membantu mereka dalam mencapai kebaikan bersama.

Mengenal Pemerintahan Mahasiswa

Pembahasan terkait pemerintahan mahasiswa merupakan sebuah wacana yang selalu diciptakan masa ke masa dengan tujuan membentuk pemerintahan mahasiswa “ideal” yang mampu menunjang tercapainya kepentingan bersama bagi mahasiswa di kampus-kampus.

Namun sayangnya lama diobrolkan namun hingga hari ini konsep “ideal” pemerintahan mahasiswa justru dianggap belum menemukan formulasi terbaiknya dan malah beberapa mahasiswa hari ini menanyakan apakah masih dibutuhkannya konsep pemerintahan mahasiswa di era sekarang?

Namun jauh sebelum itu, perlu untuk dipahami dulu, apakah pemerintahan mahasiswa itu? Pemerintahan mahasiswa atau student government adalah konsep lembaga mahasiswa yang menaungi proses pelaksanaan oleh, dari dan untuk mahasiswa di kampus (Pradani, 2014).

Dalam hal ini, student government memiliki tiga fungsi pokok yaitu sebagai wadah advokasi (advocasy) , representasi (representation) dan juga wadah bersuara (voice). Mudahnya, melalui student government bertujuan untuk melakukan peran advokasi bagi kepentingan mahasiswa secara khusus dan masyarakat secara umum, menciptakan formulasi bagi kemanfaatan dan menjadi manifestasi bagi kepentingan umum mahasiswa (Nadler, 2006).

Student government sebagai representasi adalah untuk menjalankan wadah keterwakilan mahasiswa dalam kelembagaan dengan tujuan menciptakan sebuah kebijakan dalam mencapai kepentingan mahasiswa. Aspirasi di sini juga ditujukan sebagai keterwakilan aspirasi masyarakat kepada mahasiswa untuk dibawa ke jenjang advokasi.

Sementara peran advokasi adalah lembaga berupaya untuk mempengaruhi kebijakan melalui strategi advokasi yang dibuat pada skala regional ataupun nasional. Berikutnya peran suara adalah melalui student government, mahasiswa mampu menyuarakan kepentingan masyarakat melalui gerakan yang mahasiswa buat dengan landasan moral dan kapasitas intelektual yang mereka punya.

Dapat dilihat bahwa mahasiswa dalam merancang student government bisa dikatakan sudah cukup ideal dalam konsep dan gagasan yang dibangun. Namun dalam pelaksanaannya, student government mendapatkan banyak pertanyaan terkait relevansinya jika melihat banyak konflik yang terjadi dari zaman ke zaman.

Hal mencolok yang terlihat adalah bagaimana konflik kepentingan yang terjadi di dalamnya, sebagai sebuah konsekuensi dari student government sebagai kelembagaan yang sarat politik, membuat turunnya kepercayaan publik terhadap student government.

Padahal, sejarah panjang perjuangan mahasiswa dalam membentuk kelembagaan student government di tataran kampus telah mengalami berbagai gejolak dari zaman ke zaman. Lantas mengapa hal demikian dapat terjadi?

Lembaga Mahasiswa dari Masa ke Masa

Perlu dipahami bahwa dalam perkembangan kelembagaan mahasiswa, sudah ada beberapa kali perubahan yang terjadi. Jauh sebelum nomenklatur Badan Eksekutif Mahasiswa digunakan, kelembagaan mahasiswa di kampus menggunakan istilah Dema atau Dewan Mahasiswa pada tahun 1950-an.

Kegiatan Dema yang paling berbekas dalam ingatan sejarah adalah pada demonstrasi setelah adanya G30S yang berimbas pada kewibawaan Presiden Soekarno yang menjabat kala itu. Peristiwa inilah yang nantinya membuat mulus jalan Soeharto memulai rezimnya yaitu orde baru.

Pada awal berjalannya Orde baru, pergerakan mahasiswa dalam kancah politik nasional masih terbilang cukup kuat sebagai peran kontrol sosial masyarakat. Hal ini dibuktikan melalui adanya kritik-kritik yang dilangsungkan untuk Orde baru terkait pembangunan serampangan serta praktik korupsi yang lazim dilakukan kala itu (Yuniarto, 2016).

Namun memasuki beberapa tahun berjalannya Orde baru, sikap dari Rezim Soeharto mulai menampakkan sikap tidak suka terhadap gerakan mahasiswa akibat kritik dan demonstrasi yang mahasiswa lakukan.

Ketika berjalannya masa Orde baru, sejarah mencatat dua peristiwa besar yaitu Malapetaka 15 Januari 1974 atau Malari dan Gerakan Mahasiswa pada 1977/1978 yang berujung pada pembubaran Dewan Mahasiswa melalui Surat Keputusan No.0156/U/1978 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas dasar inisiasi Menterinya saat itu, Daoed Joesoef.

Kebijakan ini dikenal dengan Normalisasi Kehidupan Kampus atau NKK dengan tujuan untuk membuat mahasiswa kembali pada tradisi intelektual pada keilmuannya, katanya. Namun yang menjadi perhatian adalah, kebijakan ini seolah menjadi langkah untuk membungkam ranah aktivisme mahasiswa kala itu.

Aktivisme mahasiswa dalam kelembagaan di kampus baru menemui angin segar pada 1990 ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Fuad Hassan memperkenalkan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) sebagai wadah koordinasi bagi ketua Senat Mahasiswa tingkat Fakultas dan para ketua dari Himpunan Mahasiswa Jurusan.

Dalam surat keputusan yang dikeluarkan terkait SMPT, menyebutkan bahwa pembentukan SMPT akan diserahkan pada masing-masing perguruan tinggi sehingga hal inilah yang nantinya akan dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk membentuk kelembagaan mahasiswa yang lebih independen (Yuniarto, 2016).

Pasca reformasi, kelembagaan mahasiswa secara independen dapat dikatakan lebih terstruktur. Konsep Senat Mahasiswa mengalami perubahan bentuk keorganisasian menjadi Lembaga Legislatif Mahasiswa dengan fungsi legislatif.

Sementara itu untuk mengeksekusi landasan yang dibentuk oleh Lembaga Legislatif Mahasiswa, dibuatlah Badan Pelaksana Senat Mahasiswa yang nantinya menjadi cikal bakal Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM.

Hingga hari ini beberapa kali perubahan terjadi dalam kelembagaan mahasiswa seperti Lembaga Legislatif Mahasiswa menjadi Dewan Permusyawaratan Mahasiswa dan Badan Pelaksana Senat Mahasiswa menjadi BEM. Keduanya bersamaan dipilih pada pemilihan umum mahasiswa dan bertanggung jawab pada mahasiswa atas hasil kinerjanya.

Namun, dengan berbagai perubahan lembaga mahasiswa, apakah hari ini tujuan awal pembentukan lembaga mahasiswa sudah dianggap mampu mengakomodasi kepentingan mahasiswa secara khusus dan masyarakat secara umum?

Konflik Kepentingan Dalam Pemerintahan Mahasiswa

Bentuk kelembagaan pemerintahan mahasiswa dari zaman ke zaman mengalami berbagai bentuk gangguan yang berimbas pada pelaksanaan konsep “ideal” yang dimilikinya. Pada pembahasan sebelumnya, banyak dibahas terkait kondisi zaman turut mempengaruhi keberlangsungan pemerintahan mahasiswa.

Dimulai dari pembentukan hingga perubahannya sendiri, pemerintahan mahasiswa juga ternyata mengalami gangguan bahkan dari kepentingan antar mahasiswa di dalamnya, meskipun tidak secara langsung.

Bukan rahasia lagi bahwa konflik kepentingan dalam tubuh pemerintahan mahasiswa sangat kencang terasa. Adanya serbuan ideologi yang berasal dari kelompok tertentu serta budaya pragmatisme di antara mahasiswa yang kian merebak merupakan beberapa sebab konflik dalam tubuh pemerintahan mahasiswa kian hari kian menjamur.

Hal ini dapat dikatakan karena pemerintahan mahasiswa merupakan wadah belajar berpolitik bagi mahasiswa. Namun tetap disayangkan karena (beberapa) mahasiswa justru menggunakan politik yang kurang baik dalam praktiknya.

Pada berjalannya pemerintahan mahasiswa, organisasi ekstra kampus sering kali menggunakan pesta demokrasi yang terjadi dalam menunjang keberlangsungan pemerintahan mahasiswa sebagai ajang berebut kursi kekuasaan semata.

Masalahnya adalah pemerintahan mahasiswa yang telah disusupi agenda ajang berebut kursi kekuasaan semakin lama dirasa tidak mampu untuk berdiri secara ideal untuk menuntaskan tujuan awal yang dicita-citakan pada pembentukan pemerintahan mahasiswa, yakni untuk mengakomodasi kepentingan bersama dan hanya mendahulukan kepentingan kelompok (Rusdianto, 2010).

Pemerintahan Mahasiswa yang dimaksudkan di awal untuk menunjang mahasiswa dalam mencapai kepentingan bersama, baik dari sisi mahasiswa dan masyarakat, kian tahun mengalami adanya pergeseran dari tujuan asal. Dalam hal ini, kritik keras terhadap mahasiswa yang terlibat dalam pemerintahan mahasiswa adalah bagaimana budaya pragmatisme acapkali dilestarikan.

Adanya budaya nepotisme yang marak terjadi, keterbukaan yang minim atas distribusi informasi dan kekuasaan, turut menyumbang bagaimana budaya pragmatisme kian hari kian tumbuh.

Belum lagi permasalahan ketika betapa dekatnya elite pemerintahan mahasiswa kepada pemangku kekuasaan di beberapa kejadian semakin menyumbang adanya kemunduran dalam langkah mencapai cita-cita “ideal” pemerintahan mahasiswa.

Selayang Pandang Penulis Terhadap Pemerintahan Mahasiswa

Pemerintahan mahasiswa jika ditilik dari cita-cita yang dibangun di awal pembentukannya tentulah sangat mulia. Mengutip perkataan dari Mendiang Said Tuheley pada 2006, beliau berpendapat bahwa pada dasarnya Student Government hanyalah organisasi biasa, tidak terlepas dari universitas.

Ini merupakan badan di dalam universitas dengan pengangkatan melalui SK dari Rektor, namun diberikan kewenangan untuk mengelola dirinya sendiri sehingga beliau mengatakan bahwa “Jangan dimaknai sebagai sebuah pemerintahan yang punya kedaulatan”.

Yang harus dipahami adalah bagaimana mahasiswa memandang pemerintahan mahasiswa bukanlah sebagai “kekuasaan” semata. Pemerintahan mahasiswa dirancang dengan cita-cita yang lebih besar dibanding “kekuasaan”, karena kelembagaan ini bertujuan untuk menebar manfaat melalui tugas, fungsi dan wewenang yang dimilikinya.

Perlu dikembalikan lagi kepada tujuan luhur pemerintahan mahasiswa yang mampu menjadi wadah representatif, advokasi dan penyampaian suara bagi kepentingan mahasiswa secara khusus dan masyarakat secara umum.

Maka, cita-cita mulia janganlah terus dikerdilkan. Mahasiswa sebelum menciptakan perubahan besar kepada masyarakat agar sesekali melihat kondisi internal antar mahasiswanya sendiri. Sudah betulkah langkah besar kepada masyarakat yang kita lakukan ketika ternyata kondisi “rumah tangga” mahasiswa masih perlu untuk banyak dibenahi?

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Teropuler -

Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Menjernihkan Kesalahpahaman Terhadap Buya Syafii Maarif
Robby Karman
Senin, 30-5-2022
thumb
Childfree dan Mengatur kelahiran dalam Islam
Nofra Khairon
Selasa, 18-1-2022
thumb
Kemenangan Muhammadiyah di Kandang Nahdlatul Ulama
Achmad Ainul Yaqin
Senin, 14-11-2022
thumb
BNPT dan Perang Melawan Terorisme
Iqbal Suliansyah
Selasa, 29-11-2022
thumb

Mahasiswa dan Gejolak Kepentingan dalam Pemerintahan Mahasiswa

Muhammad Iqbal Kholidin Kamis, 14-7-2022 | - Dilihat: 116

banner

Oleh: Muhammad Iqbal Kholidin

Romantisnya sejarah panjang perjuangan mahasiswa memang tidak pernah habis dalam pembahasan tongkrongan. Terhitung dalam beberapa dekade ke belakang, mahasiswa memang acapkali menjadi patron dalam perubahan kondisi sosial dan politik di negara Indonesia. Namun, yang selalu menjadi pertanyaan adalah, masihkah mahasiswa mau untuk melanjutkan jalan panjang perjuangan?

Mahasiswa memang selalu identik dengan peran mereka yang sarat kebaikan. Sebut saja peran agent of change, agent of social control, dan beberapa peran baik lainnya yang intinya adalah kebaikan untuk masyarakat secara umum.

Dapat dipahami bahwa sebuah konsekuensi logis ketika mahasiswa dituntut untuk mengambil peran kebaikan dalam masyarakat adalah dampak dari pembelajaran porsi tertinggi di hierarki pendidikan yang disiplin ilmunya bersentuhan langsung dengan masyarakat umum.

Oleh karenanya, mahasiswa membutuhkan kelembagaan yang terstruktur dalam menunjang tercapainya harapan dan kepentingan riil mahasiswa di kampus.

Sayangnya, kepentingan riil mahasiswa dalam lembaga mahasiswa yang dijalankan makin hari semakin jauh dari tujuan utamanya untuk menjalankan peran mahasiswa dalam masyarakat.

Beberapa kali pemberitaan yang terjadi melukiskan bahwa mahasiswa dalam dinamika kelembagaan mahasiswa justru sibuk dengan dunianya sendiri, menciptakan konflik horizontal antar sesamanya.

Konflik yang terus terjadi menyebabkan adanya degradasi gerakan mahasiswa, yang pada akhirnya masyarakat seolah kehilangan sosok yang mampu membantu mereka dalam mencapai kebaikan bersama.

Mengenal Pemerintahan Mahasiswa

Pembahasan terkait pemerintahan mahasiswa merupakan sebuah wacana yang selalu diciptakan masa ke masa dengan tujuan membentuk pemerintahan mahasiswa “ideal” yang mampu menunjang tercapainya kepentingan bersama bagi mahasiswa di kampus-kampus.

Namun sayangnya lama diobrolkan namun hingga hari ini konsep “ideal” pemerintahan mahasiswa justru dianggap belum menemukan formulasi terbaiknya dan malah beberapa mahasiswa hari ini menanyakan apakah masih dibutuhkannya konsep pemerintahan mahasiswa di era sekarang?

Namun jauh sebelum itu, perlu untuk dipahami dulu, apakah pemerintahan mahasiswa itu? Pemerintahan mahasiswa atau student government adalah konsep lembaga mahasiswa yang menaungi proses pelaksanaan oleh, dari dan untuk mahasiswa di kampus (Pradani, 2014).

Dalam hal ini, student government memiliki tiga fungsi pokok yaitu sebagai wadah advokasi (advocasy) , representasi (representation) dan juga wadah bersuara (voice). Mudahnya, melalui student government bertujuan untuk melakukan peran advokasi bagi kepentingan mahasiswa secara khusus dan masyarakat secara umum, menciptakan formulasi bagi kemanfaatan dan menjadi manifestasi bagi kepentingan umum mahasiswa (Nadler, 2006).

Student government sebagai representasi adalah untuk menjalankan wadah keterwakilan mahasiswa dalam kelembagaan dengan tujuan menciptakan sebuah kebijakan dalam mencapai kepentingan mahasiswa. Aspirasi di sini juga ditujukan sebagai keterwakilan aspirasi masyarakat kepada mahasiswa untuk dibawa ke jenjang advokasi.

Sementara peran advokasi adalah lembaga berupaya untuk mempengaruhi kebijakan melalui strategi advokasi yang dibuat pada skala regional ataupun nasional. Berikutnya peran suara adalah melalui student government, mahasiswa mampu menyuarakan kepentingan masyarakat melalui gerakan yang mahasiswa buat dengan landasan moral dan kapasitas intelektual yang mereka punya.

Dapat dilihat bahwa mahasiswa dalam merancang student government bisa dikatakan sudah cukup ideal dalam konsep dan gagasan yang dibangun. Namun dalam pelaksanaannya, student government mendapatkan banyak pertanyaan terkait relevansinya jika melihat banyak konflik yang terjadi dari zaman ke zaman.

Hal mencolok yang terlihat adalah bagaimana konflik kepentingan yang terjadi di dalamnya, sebagai sebuah konsekuensi dari student government sebagai kelembagaan yang sarat politik, membuat turunnya kepercayaan publik terhadap student government.

Padahal, sejarah panjang perjuangan mahasiswa dalam membentuk kelembagaan student government di tataran kampus telah mengalami berbagai gejolak dari zaman ke zaman. Lantas mengapa hal demikian dapat terjadi?

Lembaga Mahasiswa dari Masa ke Masa

Perlu dipahami bahwa dalam perkembangan kelembagaan mahasiswa, sudah ada beberapa kali perubahan yang terjadi. Jauh sebelum nomenklatur Badan Eksekutif Mahasiswa digunakan, kelembagaan mahasiswa di kampus menggunakan istilah Dema atau Dewan Mahasiswa pada tahun 1950-an.

Kegiatan Dema yang paling berbekas dalam ingatan sejarah adalah pada demonstrasi setelah adanya G30S yang berimbas pada kewibawaan Presiden Soekarno yang menjabat kala itu. Peristiwa inilah yang nantinya membuat mulus jalan Soeharto memulai rezimnya yaitu orde baru.

Pada awal berjalannya Orde baru, pergerakan mahasiswa dalam kancah politik nasional masih terbilang cukup kuat sebagai peran kontrol sosial masyarakat. Hal ini dibuktikan melalui adanya kritik-kritik yang dilangsungkan untuk Orde baru terkait pembangunan serampangan serta praktik korupsi yang lazim dilakukan kala itu (Yuniarto, 2016).

Namun memasuki beberapa tahun berjalannya Orde baru, sikap dari Rezim Soeharto mulai menampakkan sikap tidak suka terhadap gerakan mahasiswa akibat kritik dan demonstrasi yang mahasiswa lakukan.

Ketika berjalannya masa Orde baru, sejarah mencatat dua peristiwa besar yaitu Malapetaka 15 Januari 1974 atau Malari dan Gerakan Mahasiswa pada 1977/1978 yang berujung pada pembubaran Dewan Mahasiswa melalui Surat Keputusan No.0156/U/1978 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas dasar inisiasi Menterinya saat itu, Daoed Joesoef.

Kebijakan ini dikenal dengan Normalisasi Kehidupan Kampus atau NKK dengan tujuan untuk membuat mahasiswa kembali pada tradisi intelektual pada keilmuannya, katanya. Namun yang menjadi perhatian adalah, kebijakan ini seolah menjadi langkah untuk membungkam ranah aktivisme mahasiswa kala itu.

Aktivisme mahasiswa dalam kelembagaan di kampus baru menemui angin segar pada 1990 ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Fuad Hassan memperkenalkan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) sebagai wadah koordinasi bagi ketua Senat Mahasiswa tingkat Fakultas dan para ketua dari Himpunan Mahasiswa Jurusan.

Dalam surat keputusan yang dikeluarkan terkait SMPT, menyebutkan bahwa pembentukan SMPT akan diserahkan pada masing-masing perguruan tinggi sehingga hal inilah yang nantinya akan dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk membentuk kelembagaan mahasiswa yang lebih independen (Yuniarto, 2016).

Pasca reformasi, kelembagaan mahasiswa secara independen dapat dikatakan lebih terstruktur. Konsep Senat Mahasiswa mengalami perubahan bentuk keorganisasian menjadi Lembaga Legislatif Mahasiswa dengan fungsi legislatif.

Sementara itu untuk mengeksekusi landasan yang dibentuk oleh Lembaga Legislatif Mahasiswa, dibuatlah Badan Pelaksana Senat Mahasiswa yang nantinya menjadi cikal bakal Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM.

Hingga hari ini beberapa kali perubahan terjadi dalam kelembagaan mahasiswa seperti Lembaga Legislatif Mahasiswa menjadi Dewan Permusyawaratan Mahasiswa dan Badan Pelaksana Senat Mahasiswa menjadi BEM. Keduanya bersamaan dipilih pada pemilihan umum mahasiswa dan bertanggung jawab pada mahasiswa atas hasil kinerjanya.

Namun, dengan berbagai perubahan lembaga mahasiswa, apakah hari ini tujuan awal pembentukan lembaga mahasiswa sudah dianggap mampu mengakomodasi kepentingan mahasiswa secara khusus dan masyarakat secara umum?

Konflik Kepentingan Dalam Pemerintahan Mahasiswa

Bentuk kelembagaan pemerintahan mahasiswa dari zaman ke zaman mengalami berbagai bentuk gangguan yang berimbas pada pelaksanaan konsep “ideal” yang dimilikinya. Pada pembahasan sebelumnya, banyak dibahas terkait kondisi zaman turut mempengaruhi keberlangsungan pemerintahan mahasiswa.

Dimulai dari pembentukan hingga perubahannya sendiri, pemerintahan mahasiswa juga ternyata mengalami gangguan bahkan dari kepentingan antar mahasiswa di dalamnya, meskipun tidak secara langsung.

Bukan rahasia lagi bahwa konflik kepentingan dalam tubuh pemerintahan mahasiswa sangat kencang terasa. Adanya serbuan ideologi yang berasal dari kelompok tertentu serta budaya pragmatisme di antara mahasiswa yang kian merebak merupakan beberapa sebab konflik dalam tubuh pemerintahan mahasiswa kian hari kian menjamur.

Hal ini dapat dikatakan karena pemerintahan mahasiswa merupakan wadah belajar berpolitik bagi mahasiswa. Namun tetap disayangkan karena (beberapa) mahasiswa justru menggunakan politik yang kurang baik dalam praktiknya.

Pada berjalannya pemerintahan mahasiswa, organisasi ekstra kampus sering kali menggunakan pesta demokrasi yang terjadi dalam menunjang keberlangsungan pemerintahan mahasiswa sebagai ajang berebut kursi kekuasaan semata.

Masalahnya adalah pemerintahan mahasiswa yang telah disusupi agenda ajang berebut kursi kekuasaan semakin lama dirasa tidak mampu untuk berdiri secara ideal untuk menuntaskan tujuan awal yang dicita-citakan pada pembentukan pemerintahan mahasiswa, yakni untuk mengakomodasi kepentingan bersama dan hanya mendahulukan kepentingan kelompok (Rusdianto, 2010).

Pemerintahan Mahasiswa yang dimaksudkan di awal untuk menunjang mahasiswa dalam mencapai kepentingan bersama, baik dari sisi mahasiswa dan masyarakat, kian tahun mengalami adanya pergeseran dari tujuan asal. Dalam hal ini, kritik keras terhadap mahasiswa yang terlibat dalam pemerintahan mahasiswa adalah bagaimana budaya pragmatisme acapkali dilestarikan.

Adanya budaya nepotisme yang marak terjadi, keterbukaan yang minim atas distribusi informasi dan kekuasaan, turut menyumbang bagaimana budaya pragmatisme kian hari kian tumbuh.

Belum lagi permasalahan ketika betapa dekatnya elite pemerintahan mahasiswa kepada pemangku kekuasaan di beberapa kejadian semakin menyumbang adanya kemunduran dalam langkah mencapai cita-cita “ideal” pemerintahan mahasiswa.

Selayang Pandang Penulis Terhadap Pemerintahan Mahasiswa

Pemerintahan mahasiswa jika ditilik dari cita-cita yang dibangun di awal pembentukannya tentulah sangat mulia. Mengutip perkataan dari Mendiang Said Tuheley pada 2006, beliau berpendapat bahwa pada dasarnya Student Government hanyalah organisasi biasa, tidak terlepas dari universitas.

Ini merupakan badan di dalam universitas dengan pengangkatan melalui SK dari Rektor, namun diberikan kewenangan untuk mengelola dirinya sendiri sehingga beliau mengatakan bahwa “Jangan dimaknai sebagai sebuah pemerintahan yang punya kedaulatan”.

Yang harus dipahami adalah bagaimana mahasiswa memandang pemerintahan mahasiswa bukanlah sebagai “kekuasaan” semata. Pemerintahan mahasiswa dirancang dengan cita-cita yang lebih besar dibanding “kekuasaan”, karena kelembagaan ini bertujuan untuk menebar manfaat melalui tugas, fungsi dan wewenang yang dimilikinya.

Perlu dikembalikan lagi kepada tujuan luhur pemerintahan mahasiswa yang mampu menjadi wadah representatif, advokasi dan penyampaian suara bagi kepentingan mahasiswa secara khusus dan masyarakat secara umum.

Maka, cita-cita mulia janganlah terus dikerdilkan. Mahasiswa sebelum menciptakan perubahan besar kepada masyarakat agar sesekali melihat kondisi internal antar mahasiswanya sendiri. Sudah betulkah langkah besar kepada masyarakat yang kita lakukan ketika ternyata kondisi “rumah tangga” mahasiswa masih perlu untuk banyak dibenahi?

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Jaringan Anak Panah (JAP).
Ingin Donasi? Klik disini

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech