Keringnya Ruh Keislaman
Taufiq Adi Kurniawan Senin, 28-2-2022 | - Dilihat: 198

Oleh: Taufiq Adi Kurniawan
Seiring berjalannya zaman yang semakin maju dan dinamis, Muhammadiyah terus berusaha untuk menjawab tantangan tersebut. Mulai dari disrupsi di berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan bahkan keagamaan hingga persoalan-persoalan kontemporer lainnya.
Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
Hari ini kita dihadapkan dengan isu-isu sekularisme, sehingga berdampak pada keringnya ruh keislaman di masa modern ini. Manusia cenderung ambisius terhadap perkara dunia sehingga lalai akan nilai-nilai agama.
Agama seakan hanya dijadikan sebagai formalitas ritual-ritual semata, padahal kita memahami bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna atau yang familiar kita sebut dengan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin. Perintah Allah untuk mengamalkan Islam secara kaffah terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 208:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖ
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan...”
Dalam tafsir Al-Muyassar, disebutkan mengenai ayat tersebut bahwa kita orang yang beriman bahkan dipanggilnya oleh Allah menggunakan nida’ al habib atau panggilan kasih sayang untuk mengamalkan seluruh hukumnya, dan tidak meninggalkan barang sedikitpun darinya.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi kita selaku muslim untuk memiliki ruh tersebut dalam keseharian kita. Dengan kata lain adalah senantiasa menjadikan setiap gerak langkah kehidupan kita semata-mata untuk beribadah kepada Allah sebagaimana tujuan manusia diciptakan untuk menjalankan tugas mulia tersebut. Sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyah ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Muhammadiyah sejak awal berdiri telah ditegaskan dalam Anggaran Dasarnya, bahwa persyarikatan ini adalah gerakan Islam. Gerakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Di mana Keringnya?
Keringnya ruh keislaman itu juga terlihat dalam persyarikatan muhammadiyah terdapat dari beberapa faktor akan keringnya ruh keislaman. Pertama, sedikitnya majelis-majelis ilmu di muhammadiyah jika dibandingkan dengan yang lainnya, terlebih lagi di masa pandemi ini yang mengharuskan kita untuk beradaptasi dengan keadaan, solusinya adalah digitalisasi kajian-kajian Muhammadiyah.
Muhammadiyah telah mempopulerkan islam berkemajuan sebagai slogan Muhammadiyah Abad Ke 2. Salah satu indikasi kemajuan itu adalah ‘beralihnya kehidupan’ kepada dunia digital. Akan tetapi yang kita rasakan hari ini adalah kajian-kajian Muhammadiyah di dunia digital masih jauh tertinggal dibandingkan gerakan Islam yang lain. PR besar Muhammadiyah salah satunya adalah dalam hal digitalisasi dakwah islam.
Kedua, kurangnya figur ulama di Muhammadiyah. Beberapa waktu lalu kita telah kehilangan ulama besar Muhammadiyah yaitu Prof. Yunahar Ilyas yang sangat jarang kita temui figur dengan ciri ulama seperti beliau, disamping beliau kiai beliau juga merupakan seorang profesor.
Ada kekhawatiran yang tinggi akan siapa yang bisa melanjutkan kepemimpinan dengan ciri yang ada pada beliau tanpa mengesampingkan tokoh-tokoh yang ada hari ini. Bahkan almarhum Prof. Dr. Yunahar Ilyas juga pernah mengatakan bahwa sebenarnya krisis ulama di Muhammadiyah sudah mulai dirasakan sejak Muktamar Muhammadiyah di Surakarta tahun 1985.
Hal ini menjadi keprihatinan pemikiran di kalangan tokoh-tokoh Muhammadiyah. Salah satunya adalah Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. Bahwa regenerasi menjadi semakin penting karena Muhammadiyah menghadapi tantangan yang semakin berat. Kondisi ini tentu menjadi PR besar bagi Muhammadiyah, bagi kita tentunya sebagai kader persyarikatan yang melanjutkan estafet kepemimpinan.
Memang setiap bidang mempunyai minat dan ahlinya masing-masing, bahkan gerakan muhammadiyah bukan hanya terdapat pada bidang keislaman dan keumatan, tetapi jika melihat akan jalannya persyarikatan ini adalah gerakan Islam maka pada bidang ini memerlukan perhatian yang lebih diantara para kadernya.
Kaderisasi ulama menjadi penting dan dibutuhkan untuk menjaga ukhuwah dan ketentraman umat. Persyarikatan Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia harus menjawab kebutuhan tersebut dan menjadikan skala utama. Anjuran untuk menyiapkan generasi ulama tersebut juga tertuang pada surat At-Taubah ayat 122:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”
Sebagaimana diketahui bersama bahwa kaderisasi Ulama bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai agama untuk membentengi diri dari ekses negatif globalisasi.Tetapi sebagaimana saya mengutip dari Buya Syafi’i Ma’arif bahwa yang paling urgent adalah bagaimana nilai-nilai agama yang telah ditanamkan dalam kaderisasi tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas dari himpitan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi.
Dua kualifikasi unggulan yang wajib dimiliki ulama adalah kualifikasi ilmu dan akhlak. Untuk itu, seorang ulama harus memahami misi kenabian dengan baik, paham ulumuddin dengan baik, paham pemikiran Islam, paham pemikiran-pemikiran kontemporer, dan paham strategi serta taktik perjuangan di zamannya. Mengingat akan semakin beratnya rintangan dakwah dari masa ke masa.
Seberapa Besar Upaya Muhammadiyah?
Dari segi dakwah dan kajian keislaman, Muhammadiyah berusaha untuk mengejar ketertinggalan tersebut adalah bermunculannya website yang berafiliasi dengan Muhammadiyah seperti IBTimes.ID, Rahma.ID, Suara Muhammadiyah, Suara ‘Aisyiyah dan lain sebagainya. Juga dalam pengembangan media sosial juga sudah ada upaya tersebut meskipun masih jauh dari kata baik.
Dalam membentuk kader ulama, jika melihat kiprah Muhammadiyah dalam mengembangkan pesantren juga menjadi salah satu upaya untuk melahirkan kader-kader ulama. Adanya Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) di Yogyakarta diharapkan dapat bermunculan ulama-ulama yang berideologi muhammadiyah. Juga pondok pesantren yang ada seperti Madrasah Muallimin/Muallimat Muhammadiyah, Muhammadiyah Boarding School, Darul Arqam dan pondok-pondok Muhammadiyah yang lainnya juga menjadi upaya untuk melahirkan ulama yang intelektual dan intelektual ulama.
Semoga muhammadiyah akan terus berupaya dalam segala bidangnya sebagai usaha dalam mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin. Terkhusus pada pembahasan ini adalah mengenai kajian keislaman dan kaderisasi ulama di tengah krisisnya ulama di Muhammadiyah. Wallahu a’lam bishawab
_____
Taufiq Adi Kurniawan, Peserta PKMTM 3 IPM DIY Tahun 2022 Asal PD IPM Kulonprogo.
- Artikel Teropuler -
Keringnya Ruh Keislaman
Taufiq Adi Kurniawan Senin, 28-2-2022 | - Dilihat: 198

Oleh: Taufiq Adi Kurniawan
Seiring berjalannya zaman yang semakin maju dan dinamis, Muhammadiyah terus berusaha untuk menjawab tantangan tersebut. Mulai dari disrupsi di berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan bahkan keagamaan hingga persoalan-persoalan kontemporer lainnya.
Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
Hari ini kita dihadapkan dengan isu-isu sekularisme, sehingga berdampak pada keringnya ruh keislaman di masa modern ini. Manusia cenderung ambisius terhadap perkara dunia sehingga lalai akan nilai-nilai agama.
Agama seakan hanya dijadikan sebagai formalitas ritual-ritual semata, padahal kita memahami bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna atau yang familiar kita sebut dengan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin. Perintah Allah untuk mengamalkan Islam secara kaffah terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 208:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖ
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan...”
Dalam tafsir Al-Muyassar, disebutkan mengenai ayat tersebut bahwa kita orang yang beriman bahkan dipanggilnya oleh Allah menggunakan nida’ al habib atau panggilan kasih sayang untuk mengamalkan seluruh hukumnya, dan tidak meninggalkan barang sedikitpun darinya.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi kita selaku muslim untuk memiliki ruh tersebut dalam keseharian kita. Dengan kata lain adalah senantiasa menjadikan setiap gerak langkah kehidupan kita semata-mata untuk beribadah kepada Allah sebagaimana tujuan manusia diciptakan untuk menjalankan tugas mulia tersebut. Sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyah ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Muhammadiyah sejak awal berdiri telah ditegaskan dalam Anggaran Dasarnya, bahwa persyarikatan ini adalah gerakan Islam. Gerakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Di mana Keringnya?
Keringnya ruh keislaman itu juga terlihat dalam persyarikatan muhammadiyah terdapat dari beberapa faktor akan keringnya ruh keislaman. Pertama, sedikitnya majelis-majelis ilmu di muhammadiyah jika dibandingkan dengan yang lainnya, terlebih lagi di masa pandemi ini yang mengharuskan kita untuk beradaptasi dengan keadaan, solusinya adalah digitalisasi kajian-kajian Muhammadiyah.
Muhammadiyah telah mempopulerkan islam berkemajuan sebagai slogan Muhammadiyah Abad Ke 2. Salah satu indikasi kemajuan itu adalah ‘beralihnya kehidupan’ kepada dunia digital. Akan tetapi yang kita rasakan hari ini adalah kajian-kajian Muhammadiyah di dunia digital masih jauh tertinggal dibandingkan gerakan Islam yang lain. PR besar Muhammadiyah salah satunya adalah dalam hal digitalisasi dakwah islam.
Kedua, kurangnya figur ulama di Muhammadiyah. Beberapa waktu lalu kita telah kehilangan ulama besar Muhammadiyah yaitu Prof. Yunahar Ilyas yang sangat jarang kita temui figur dengan ciri ulama seperti beliau, disamping beliau kiai beliau juga merupakan seorang profesor.
Ada kekhawatiran yang tinggi akan siapa yang bisa melanjutkan kepemimpinan dengan ciri yang ada pada beliau tanpa mengesampingkan tokoh-tokoh yang ada hari ini. Bahkan almarhum Prof. Dr. Yunahar Ilyas juga pernah mengatakan bahwa sebenarnya krisis ulama di Muhammadiyah sudah mulai dirasakan sejak Muktamar Muhammadiyah di Surakarta tahun 1985.
Hal ini menjadi keprihatinan pemikiran di kalangan tokoh-tokoh Muhammadiyah. Salah satunya adalah Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. Bahwa regenerasi menjadi semakin penting karena Muhammadiyah menghadapi tantangan yang semakin berat. Kondisi ini tentu menjadi PR besar bagi Muhammadiyah, bagi kita tentunya sebagai kader persyarikatan yang melanjutkan estafet kepemimpinan.
Memang setiap bidang mempunyai minat dan ahlinya masing-masing, bahkan gerakan muhammadiyah bukan hanya terdapat pada bidang keislaman dan keumatan, tetapi jika melihat akan jalannya persyarikatan ini adalah gerakan Islam maka pada bidang ini memerlukan perhatian yang lebih diantara para kadernya.
Kaderisasi ulama menjadi penting dan dibutuhkan untuk menjaga ukhuwah dan ketentraman umat. Persyarikatan Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia harus menjawab kebutuhan tersebut dan menjadikan skala utama. Anjuran untuk menyiapkan generasi ulama tersebut juga tertuang pada surat At-Taubah ayat 122:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”
Sebagaimana diketahui bersama bahwa kaderisasi Ulama bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai agama untuk membentengi diri dari ekses negatif globalisasi.Tetapi sebagaimana saya mengutip dari Buya Syafi’i Ma’arif bahwa yang paling urgent adalah bagaimana nilai-nilai agama yang telah ditanamkan dalam kaderisasi tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas dari himpitan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi.
Dua kualifikasi unggulan yang wajib dimiliki ulama adalah kualifikasi ilmu dan akhlak. Untuk itu, seorang ulama harus memahami misi kenabian dengan baik, paham ulumuddin dengan baik, paham pemikiran Islam, paham pemikiran-pemikiran kontemporer, dan paham strategi serta taktik perjuangan di zamannya. Mengingat akan semakin beratnya rintangan dakwah dari masa ke masa.
Seberapa Besar Upaya Muhammadiyah?
Dari segi dakwah dan kajian keislaman, Muhammadiyah berusaha untuk mengejar ketertinggalan tersebut adalah bermunculannya website yang berafiliasi dengan Muhammadiyah seperti IBTimes.ID, Rahma.ID, Suara Muhammadiyah, Suara ‘Aisyiyah dan lain sebagainya. Juga dalam pengembangan media sosial juga sudah ada upaya tersebut meskipun masih jauh dari kata baik.
Dalam membentuk kader ulama, jika melihat kiprah Muhammadiyah dalam mengembangkan pesantren juga menjadi salah satu upaya untuk melahirkan kader-kader ulama. Adanya Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) di Yogyakarta diharapkan dapat bermunculan ulama-ulama yang berideologi muhammadiyah. Juga pondok pesantren yang ada seperti Madrasah Muallimin/Muallimat Muhammadiyah, Muhammadiyah Boarding School, Darul Arqam dan pondok-pondok Muhammadiyah yang lainnya juga menjadi upaya untuk melahirkan ulama yang intelektual dan intelektual ulama.
Semoga muhammadiyah akan terus berupaya dalam segala bidangnya sebagai usaha dalam mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin. Terkhusus pada pembahasan ini adalah mengenai kajian keislaman dan kaderisasi ulama di tengah krisisnya ulama di Muhammadiyah. Wallahu a’lam bishawab
_____
Taufiq Adi Kurniawan, Peserta PKMTM 3 IPM DIY Tahun 2022 Asal PD IPM Kulonprogo.
0 Komentar
Tinggalkan Pesan