Internet Minded Dalam Kemajuan Pendidikan
Rivaldi Darmawan Kamis, 13-3-2025 | - Dilihat: 37

Oleh: Rivaldi Darmawan
Di balik santernya manfaat dunia digital bagi sektor pendidikan, ternyata turut menyisakan dampak negatif di dalamnya. Muncul distraksi ketergantungan besar pada internet yang kemudian membuat siswa lebih memilih gadget jika dibandingkan dengan membaca buku.
Problem tersebut kemudian direspon oleh beberapa negara maju dengan melambatkan laju digitalisasi pembelajaran dan berkecenderungan berbalik ke arah konvensional sebagai metodenya.
Swedia dan Jerman di antara negara maju yang mempelopori pendidikan konvensional dengan kembali mengandalkan buku dan tulisan tangan. Langkah ini diambil dikarenakan terdapat penurunan minat baca dan kemampuan menulis para siswanya yang disandarkan pada hasil penelitian dan observasi.
Internet Minded dalam Pendidikan
Memasuki era 5.0 yang ditandai dengan semakin menggilanya perkembangan internet dan pirantinya telah merubah mindset dunia pendidikan. Seperti yang sering kita temukan sekarang, ketika lembaga pendidikan berlomba-lomba menampakkan program unggulannya dengan metode based on information technology.
Hari ini, pendidikan berbasis teknologi seakan menjadi daya tarik tersendiri yang semakin diminati berbagai kalangan. Alhasil dalam visi misinya pun selalu terselip pemanfaatan teknologi terkini untuk menciptakan generasi inovatif, kreatif, dan berdaya saing global. Hampir menjadi barang mustahil jika lembaga pendidikan yang hari ini berstatus unggul tidak menggunakan internet based learning sebagai embel-embelnya.
Mau tidak mau realita ini menimbulkan budaya baru dalam proses pembelajaran. Seperti halnya jika pembelajaran dahulu lebih banyak membaca langsung melalui buku cetak, maka hari ini mulai tergeser oleh kehadiran e-book atau jurnal yang mudah di akses.
Semua serba mudah, buku bisa diakses lewat internet, tugas bisa diselesaikan melalui instrumen internet, kesulitan bisa ditanyakan lewat internet, seakan semua hal bisa terselesaikan dengan internet. Apalagi dengan kehadiran Artificial Intelegent (AI) pertanyaan yang sulit sekalipun bisa terselesaikan dalam hitungan detik.
Transisi Konvensional ke Digital
Tuntutan zaman menjadi faktor utama yang melatarbelakangi perubahan metode konvensional ke arah digital. Munculnya perangkat pintar dinilai menjadikan metode belajar menjadi lebih fleksibel dan efisien. Dengan menampilkan media interaktif dan pembelajaran melalui game, model digital semakin digandrungi dibandingkan dengan konvensional.
Pendidikan model konvensional secara umum diartikan sebagai proses transfer ilmu pengetahuan yang berlangsung satu arah. Asumsi ini dibangun dengan permisalan siswa diibaratkan sebagai gelas kosong, gurulah yang bertugas mengisi gelas tersebut sampai penuh. Dalam model ini guru menuntun siswa mendalami materi di buku untuk menjawab persoalan pada materi pelajaran. Cara ini kemudian dianggap kuno karena dinilai membatasi siswa dalam menggali sumber pembelajaran. Berbanding terbalik dengan metode digital, dimana para siswa diberikan kebebasan untuk mengakses internet menemukan jawaban dari berbagai persoalan materi pembelajaran.
Dampak Internet Minded
Cukup menjadi problem ketika tidak adanya batasan penggunaan internet saat pembelajaran ternyata menggiring para siswa pada persepsi bahwa semua bisa terselesaikan dengan kemajuan teknologi. Problem ini jika dilihat jangka panjangnya akan hanya menciptakan individu yang mampu berpikir dan bekerja lewat bantuan teknologi.
Unsur kemandirian akan menjadi barang langka saat siswa terbiasa mencari ilmu pengetahuan dengan cara instan. Lepasnya unsur kemandirian juga berdampak pada kualitas intelektualnya yang tereduksi dengan internet, sehingga menghambat kemampuannya dalam berpikir kritis. Ketika guru memberi PR, siswa lebih tergoda melakukan plagiasi menyalin jawaban dari internet tanpa memahami konsep keilmuannya. Emosi dan jiwa sosialnya pun turut bergantung pada dunia internet, sehingga berdampak pada kurangnya interaksi sosial di dunia nyata.
Ketika membuka jurnal pada mesin pencarian, kita sebetulnya telah banyak disuguhkan hasil penelitian yang menjurus pada ketimpangan penggunaan internet jika tidak diimbangi dengan kontrol. Penelitian yang dilakukan Pam Mueller di Princeton University Amerika membandingkan mahasiswa yang terbiasa menulis tangan dengan yang terbiasa mengetik di gawai.
Hasilnya mahasiswa yang terbiasa menulis secara manual memiliki pemahaman yang mendalam jika dibandingkan dengan mahasiswa yang terbiasa mengetik lewat gawai. Pasalnya sebelum ia menuangkan dalam bentuk tulisan, terlebih dahulu ia mengonsep dengan mengurai informasi yang didapatkan secara lebih dalam.
Sekiranya dari penelitian tersebut kita belajar bahwa keunggulan teknologi yang ditawarkan tidak selamanya berbanding lurus dengan hasil positif yang didapatkan.
Sebuah Pilihan atau Keniscayaan
Melihat dampak yang ditimbulkan dari dunia digital serta langkah negara maju yang berkecenderungan kembali ke konvensional, pendidikan kita perlu mempertimbangkan kembali penggunaan teknologi dalam pendidikan. Di satu sisi, digitalisasi sangat berperan dalam membuka akses yang lebih luas. Namun, kekuatan teknologi yang mendominasi juga bukan merupakan hal baik dalam pendidikan.
Secara global Swedia menempati peringkat atas dalam hal literasi. Namun belakangan ini pantauan kementerian menyebutkan adanya kemerosotan nilai literasi dari generasi sebelumnya. Berangkat dari hal ini Swedia memutuskan membatasi penggunaan internet untuk meningkatkan kembali ranking literasi dunia.
Berdasarkan laporan Programme for international Student Assessment (PISA), Indonesia menempati posisi 71 dari 81 urutan negara. Artinya negara kita masih berada pada urutan bawah dalam hal literasi. Dikutip dari Olenka.id salah satu faktor rendahnya literasi adalah besarnya ketergantungan pada gadget yang membuat turunnya minat membaca.
Bertenggernya Indonesia di klasemen bawah literasi menjadi alarm darurat sekaligus pembelajaran perlunya keseimbangan antara model konvensional dengan digital. Buku dan tulisan tangan tetap memiliki peran yang tidak diabaikan dalam pendidikan sekalipun di tengah kemajuan teknologi. Apa yang selama ini kita anggap kuno tidak serta merta untuk ditinggalkan demi mengejar tuntutan kemajuan zaman.
____
Rivaldi Darmawan, Mahasiswa PAI Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Artikel Terpuler -
Internet Minded Dalam Kemajuan Pendidikan
Rivaldi Darmawan Kamis, 13-3-2025 | - Dilihat: 37

Oleh: Rivaldi Darmawan
Di balik santernya manfaat dunia digital bagi sektor pendidikan, ternyata turut menyisakan dampak negatif di dalamnya. Muncul distraksi ketergantungan besar pada internet yang kemudian membuat siswa lebih memilih gadget jika dibandingkan dengan membaca buku.
Problem tersebut kemudian direspon oleh beberapa negara maju dengan melambatkan laju digitalisasi pembelajaran dan berkecenderungan berbalik ke arah konvensional sebagai metodenya.
Swedia dan Jerman di antara negara maju yang mempelopori pendidikan konvensional dengan kembali mengandalkan buku dan tulisan tangan. Langkah ini diambil dikarenakan terdapat penurunan minat baca dan kemampuan menulis para siswanya yang disandarkan pada hasil penelitian dan observasi.
Internet Minded dalam Pendidikan
Memasuki era 5.0 yang ditandai dengan semakin menggilanya perkembangan internet dan pirantinya telah merubah mindset dunia pendidikan. Seperti yang sering kita temukan sekarang, ketika lembaga pendidikan berlomba-lomba menampakkan program unggulannya dengan metode based on information technology.
Hari ini, pendidikan berbasis teknologi seakan menjadi daya tarik tersendiri yang semakin diminati berbagai kalangan. Alhasil dalam visi misinya pun selalu terselip pemanfaatan teknologi terkini untuk menciptakan generasi inovatif, kreatif, dan berdaya saing global. Hampir menjadi barang mustahil jika lembaga pendidikan yang hari ini berstatus unggul tidak menggunakan internet based learning sebagai embel-embelnya.
Mau tidak mau realita ini menimbulkan budaya baru dalam proses pembelajaran. Seperti halnya jika pembelajaran dahulu lebih banyak membaca langsung melalui buku cetak, maka hari ini mulai tergeser oleh kehadiran e-book atau jurnal yang mudah di akses.
Semua serba mudah, buku bisa diakses lewat internet, tugas bisa diselesaikan melalui instrumen internet, kesulitan bisa ditanyakan lewat internet, seakan semua hal bisa terselesaikan dengan internet. Apalagi dengan kehadiran Artificial Intelegent (AI) pertanyaan yang sulit sekalipun bisa terselesaikan dalam hitungan detik.
Transisi Konvensional ke Digital
Tuntutan zaman menjadi faktor utama yang melatarbelakangi perubahan metode konvensional ke arah digital. Munculnya perangkat pintar dinilai menjadikan metode belajar menjadi lebih fleksibel dan efisien. Dengan menampilkan media interaktif dan pembelajaran melalui game, model digital semakin digandrungi dibandingkan dengan konvensional.
Pendidikan model konvensional secara umum diartikan sebagai proses transfer ilmu pengetahuan yang berlangsung satu arah. Asumsi ini dibangun dengan permisalan siswa diibaratkan sebagai gelas kosong, gurulah yang bertugas mengisi gelas tersebut sampai penuh. Dalam model ini guru menuntun siswa mendalami materi di buku untuk menjawab persoalan pada materi pelajaran. Cara ini kemudian dianggap kuno karena dinilai membatasi siswa dalam menggali sumber pembelajaran. Berbanding terbalik dengan metode digital, dimana para siswa diberikan kebebasan untuk mengakses internet menemukan jawaban dari berbagai persoalan materi pembelajaran.
Dampak Internet Minded
Cukup menjadi problem ketika tidak adanya batasan penggunaan internet saat pembelajaran ternyata menggiring para siswa pada persepsi bahwa semua bisa terselesaikan dengan kemajuan teknologi. Problem ini jika dilihat jangka panjangnya akan hanya menciptakan individu yang mampu berpikir dan bekerja lewat bantuan teknologi.
Unsur kemandirian akan menjadi barang langka saat siswa terbiasa mencari ilmu pengetahuan dengan cara instan. Lepasnya unsur kemandirian juga berdampak pada kualitas intelektualnya yang tereduksi dengan internet, sehingga menghambat kemampuannya dalam berpikir kritis. Ketika guru memberi PR, siswa lebih tergoda melakukan plagiasi menyalin jawaban dari internet tanpa memahami konsep keilmuannya. Emosi dan jiwa sosialnya pun turut bergantung pada dunia internet, sehingga berdampak pada kurangnya interaksi sosial di dunia nyata.
Ketika membuka jurnal pada mesin pencarian, kita sebetulnya telah banyak disuguhkan hasil penelitian yang menjurus pada ketimpangan penggunaan internet jika tidak diimbangi dengan kontrol. Penelitian yang dilakukan Pam Mueller di Princeton University Amerika membandingkan mahasiswa yang terbiasa menulis tangan dengan yang terbiasa mengetik di gawai.
Hasilnya mahasiswa yang terbiasa menulis secara manual memiliki pemahaman yang mendalam jika dibandingkan dengan mahasiswa yang terbiasa mengetik lewat gawai. Pasalnya sebelum ia menuangkan dalam bentuk tulisan, terlebih dahulu ia mengonsep dengan mengurai informasi yang didapatkan secara lebih dalam.
Sekiranya dari penelitian tersebut kita belajar bahwa keunggulan teknologi yang ditawarkan tidak selamanya berbanding lurus dengan hasil positif yang didapatkan.
Sebuah Pilihan atau Keniscayaan
Melihat dampak yang ditimbulkan dari dunia digital serta langkah negara maju yang berkecenderungan kembali ke konvensional, pendidikan kita perlu mempertimbangkan kembali penggunaan teknologi dalam pendidikan. Di satu sisi, digitalisasi sangat berperan dalam membuka akses yang lebih luas. Namun, kekuatan teknologi yang mendominasi juga bukan merupakan hal baik dalam pendidikan.
Secara global Swedia menempati peringkat atas dalam hal literasi. Namun belakangan ini pantauan kementerian menyebutkan adanya kemerosotan nilai literasi dari generasi sebelumnya. Berangkat dari hal ini Swedia memutuskan membatasi penggunaan internet untuk meningkatkan kembali ranking literasi dunia.
Berdasarkan laporan Programme for international Student Assessment (PISA), Indonesia menempati posisi 71 dari 81 urutan negara. Artinya negara kita masih berada pada urutan bawah dalam hal literasi. Dikutip dari Olenka.id salah satu faktor rendahnya literasi adalah besarnya ketergantungan pada gadget yang membuat turunnya minat membaca.
Bertenggernya Indonesia di klasemen bawah literasi menjadi alarm darurat sekaligus pembelajaran perlunya keseimbangan antara model konvensional dengan digital. Buku dan tulisan tangan tetap memiliki peran yang tidak diabaikan dalam pendidikan sekalipun di tengah kemajuan teknologi. Apa yang selama ini kita anggap kuno tidak serta merta untuk ditinggalkan demi mengejar tuntutan kemajuan zaman.
____
Rivaldi Darmawan, Mahasiswa PAI Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
1 Komentar

2025-03-14 04:35:54
Jamal
Kegelisahan yg riil: "Lepasnya unsur kemandirian (akibat internet yg serba instan, di samping manfaatnya) berdampak pada kualitas intelektual dan menghambat kemampuan berpikir kritis."
1 Komentar
2025-03-14 04:35:54
Jamal
Kegelisahan yg riil: "Lepasnya unsur kemandirian (akibat internet yg serba instan, di samping manfaatnya) berdampak pada kualitas intelektual dan menghambat kemampuan berpikir kritis."
Tinggalkan Pesan