• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Donasi? Klik disini

Ilmu Ushul Fikih: Intisari dari An-Nuqayah Imam As-Suyuthi

Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc. Kamis, 21-4-2022 | - Dilihat: 42

banner

Oleh: Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc.

الحمد لله و الشكر له و الصلاة و السلام على خير نبي أرسله هذه نقاية من عدة العلوم يحتاج الطالب إليها و يتوقف كل علم ديني عليها و الله أسأل أن ينفع بها و يوصل أسباب الخير بسببها

Ushul FIkih terdiri dari kata Ushul yang merupakan jamak dari Ashl dan berarti dalil. Sedangkah arti dari kata Fikih adalah pemahaman. Maka, arti dari Ushul Fikih adalah ilmu yang membahas dalil-dalil dan cara memahami nash (Al Qur’an dan As Sunnah) sebagai dalil.

Pemahaman akan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai dalil hukum akan melahirkan jenis hukum antara lain wajib, sunnah, makruh, mubah, halal, haram, shahih (benar) dan bathil (salah). Kaedah-kaedah penjelasan untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah, sebagai sumber utama hukum dalam Syariah Islam, terdiri istilah-istilah yang harus dipahami dari sudut pandang Ushul Fikih, yaitu :

  1. Al Khash, yaitu lafadz yang ditetapkan untuk menunjukkan makna perseorangan atau individu secara tersendiri.
  2. Al ‘Am, yaitu lafadz yang mencakup semua idividu yang layak dicakup dalam suatu kriteria tertentu karena memiliki kondisi yang sama).
  3. At Takhshish, maksudnya yaitu pengkhususan yang memisahkan sesuatu atau individu dari lainnya karena memiliki kondisi yang tidak sama dari lainnya.
  4. Al Musytarak, yaitu lafadz yang dipakai untuk menunjukkan dua makna atau lebih dengan dua syarat, yaitu keragaman pemakaian dan keragaman makna, dengan menempatkan kata di dua tempat yang berbeda atau lebih untuk dua makna yang berbeda atau lebih.
  5. Al Muawwal, memiliki arti lain yaitu yang ditafsirkan, maksudnya yaitu makna dari lafadz Al Musytarak yang lebih unggu dibandingkan makna-makna lain, berdasarkan pendapat yang paling kuat dalam berijtihad atau menafsirkan suatu ayat yang sulit dipahami.
  6. Adh Dhawahir, secara bahasa bermakna sesuatu yang jelas dan tersibak, dan secara istilah bermakna suatu kata yang maknanya jelas maksud bagi pendengar dengan bentuknya sendiri, tanpa perlu ada intervensi dari perkataan atau diksi lainnya.
  7. Al Mufassar, secara bahasa berarti terbuka atau tersingkap makna suatu kata, dan secara istilah Ushul Fikih bermakna lafadz yang menunjukkan suatu makna yang sangat jelas akan tetapi menerima nasakh (koreksi) di masa Nabi Muhammad SAW.
  8. Al Muhkam, secara bahas aberarti tepat dan persis (sama), sedangkan dalam istilah Ushul Fikih bermakna lafadz yang menunjukkan isyarat yang jelas dengan bentuknya snediri dan tidak mengandung takwil (penafsiran), takhshish (pengkhusussan) atau nasakh (koreksi) pada zaman Nabi Muhammad SAW dan setelahnya (termasuk zaman kita saat ini).
  9. Al Khafi, secara bahasa berarti tidak jelas maknanya, dan secara istilah berarti sesuatu yang maksudnya tersembunyi yang disebabkan oleh faktor lain bukan dari segi bentuknya dan tidak dapat diketahui kecuali dengan sebuah tuntutan, perintah, atau permintaan.
  10. Al Musykil, berarti suatu lafadz yang maknanya tersembunyi disebabkan oleh lafadz itu sendiri dan tidak dapat diketahui kecuali dengan qarinah (yaitu sesuatu yang dapat dibandingkan pemaknaannya).
  11. Al Mujmal, yaitu lafadz yang maknanya tersembunyi dengan lafadz yang sama dan tidak dapat dipahami oleh akal kecuali dari penjelasan penuturnya sendiri.
  12. Al Mutasyabih, yaitu lafadz yang maknanya tersembunyi, bentuknya tidak menunjukkan makna tersebut dan tidak ada jalan untuk mengetahuinya karena tidak terdapat qarinah (sesuatu yang dapat dibandingkan) untuk menyingkap makna dari lafadz tersebut.
  13. Al Haqiqah, secara bahasa berarti tetap dan suatu pernyataan yang pasti kejelasannya, dan secara Ushul Fikih memiliki arti semua kalimat yang tidak mengalami perubahan makna setelah penempatan kata atau kalimat tersebut.
  14. Al Majaz, secara bahasa yaitu pemalingan kata dari makna sebenarnya, dan dalam istilah Ushul Fikih berarti lafadz yang digunakan tidak untuk makna yang sebenarnya karena adanya hubungan atau perbandingan yang menghalangi dari makna sesungguhnya.
  15. Ash Sharih, secara bahasa berarti jelas dan secara istilah Ushul Fikih berarti suatu makna yang timbul dengan jelas disebabkan seringnya digunakan makna tersebut, dan juga dapat disebut sebagai makan yang tampak jelas dan tidak tertutupi oleh makna lainnya.
  16. Al Kinayah, secara bahasa beratti bahasa perumpamaan, dan dalam istilah Ushul Fikih disebut suatu lafadz yang maknanya tertutup dan tidak diketahui maknanya secara langsung.
  17. Dalalah An Nash, yaitu penunjukan suatu lafadz ata sberlakunya sebuah hukum yang ada dalam sebuah kalimat, kepada hal yang tidak disebutkan dalam kalimat, karena keduanya memiliki kesamaan sebab hukum yang dari sisi bahasa saja sudah bisa dipahami, tanpa perlu berijtihad.
  18. Ibarat An Nash, yaitu penunjukan lafadz terhadap makna yang dapat langsung dipahami dari lafadznya, baik makna tersebut adalah makna asli atau makna-makna lain yang mengikutinya.
  19. Iqtidha An Nash, adalah keadaan ketika ada suatu kalimat yang menuntut adanya sebuah kata tersembunyi di dalamnya yang nantinya dapat mengubah makna dan pemahaman kalimat tersebut menjadi diksi yang sesuai Syariat dan sesuai akal sehat.
  20. Al Qiyas, secara bahasa berarti mengukur atau menyamakan suatu makna pada suatu pembahasan dengan makna dengan pembahasan lainnya, dan secara istilah Ushul Fikih adalah menyamakan hukum perkara baru dengan kasus hukum yang sudah ada dalam teks Syari’at Islam (Al Qur’an dan As Sunnah) karena adanya persamaan sebab-penyebab di antara kedua kasus tersebut.

Sumber lain selain Al Qur’an dan As Sunnah adalah Ijma’ dan Qiyas. Ijma’ adalah kesepakatan para ahli fikih dari hasil ijtihad bersama di suatu era terkait hukum berbagai perkara di era tersebut. Ijtihad sendiri adalah usaha untuk mencapai tujuan, yaitu melakukan kajian secara mendalam dengan kaidah-kaidah yang telah ditentukan untuk mencapai hasil keputusan dalam memahami suatu permasalahan.

Sementara taqlid berarti menerima suatu pendapat tanpa, dan seorang mujtahid dilarang taqlid.

 

ن و القلم و ما يسطرون

و نفعنا الله بعلومنا و بعلوم مشايخنا في الدارين اللهم آمين

 

 

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Teropuler -

Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Menjernihkan Kesalahpahaman Terhadap Buya Syafii Maarif
Robby Karman
Senin, 30-5-2022
thumb
Childfree dan Mengatur kelahiran dalam Islam
Nofra Khairon
Selasa, 18-1-2022
thumb
Kemenangan Muhammadiyah di Kandang Nahdlatul Ulama
Achmad Ainul Yaqin
Senin, 14-11-2022
thumb
BNPT dan Perang Melawan Terorisme
Iqbal Suliansyah
Selasa, 29-11-2022
thumb

Ilmu Ushul Fikih: Intisari dari An-Nuqayah Imam As-Suyuthi

Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc. Kamis, 21-4-2022 | - Dilihat: 42

banner

Oleh: Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc.

الحمد لله و الشكر له و الصلاة و السلام على خير نبي أرسله هذه نقاية من عدة العلوم يحتاج الطالب إليها و يتوقف كل علم ديني عليها و الله أسأل أن ينفع بها و يوصل أسباب الخير بسببها

Ushul FIkih terdiri dari kata Ushul yang merupakan jamak dari Ashl dan berarti dalil. Sedangkah arti dari kata Fikih adalah pemahaman. Maka, arti dari Ushul Fikih adalah ilmu yang membahas dalil-dalil dan cara memahami nash (Al Qur’an dan As Sunnah) sebagai dalil.

Pemahaman akan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai dalil hukum akan melahirkan jenis hukum antara lain wajib, sunnah, makruh, mubah, halal, haram, shahih (benar) dan bathil (salah). Kaedah-kaedah penjelasan untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah, sebagai sumber utama hukum dalam Syariah Islam, terdiri istilah-istilah yang harus dipahami dari sudut pandang Ushul Fikih, yaitu :

  1. Al Khash, yaitu lafadz yang ditetapkan untuk menunjukkan makna perseorangan atau individu secara tersendiri.
  2. Al ‘Am, yaitu lafadz yang mencakup semua idividu yang layak dicakup dalam suatu kriteria tertentu karena memiliki kondisi yang sama).
  3. At Takhshish, maksudnya yaitu pengkhususan yang memisahkan sesuatu atau individu dari lainnya karena memiliki kondisi yang tidak sama dari lainnya.
  4. Al Musytarak, yaitu lafadz yang dipakai untuk menunjukkan dua makna atau lebih dengan dua syarat, yaitu keragaman pemakaian dan keragaman makna, dengan menempatkan kata di dua tempat yang berbeda atau lebih untuk dua makna yang berbeda atau lebih.
  5. Al Muawwal, memiliki arti lain yaitu yang ditafsirkan, maksudnya yaitu makna dari lafadz Al Musytarak yang lebih unggu dibandingkan makna-makna lain, berdasarkan pendapat yang paling kuat dalam berijtihad atau menafsirkan suatu ayat yang sulit dipahami.
  6. Adh Dhawahir, secara bahasa bermakna sesuatu yang jelas dan tersibak, dan secara istilah bermakna suatu kata yang maknanya jelas maksud bagi pendengar dengan bentuknya sendiri, tanpa perlu ada intervensi dari perkataan atau diksi lainnya.
  7. Al Mufassar, secara bahasa berarti terbuka atau tersingkap makna suatu kata, dan secara istilah Ushul Fikih bermakna lafadz yang menunjukkan suatu makna yang sangat jelas akan tetapi menerima nasakh (koreksi) di masa Nabi Muhammad SAW.
  8. Al Muhkam, secara bahas aberarti tepat dan persis (sama), sedangkan dalam istilah Ushul Fikih bermakna lafadz yang menunjukkan isyarat yang jelas dengan bentuknya snediri dan tidak mengandung takwil (penafsiran), takhshish (pengkhusussan) atau nasakh (koreksi) pada zaman Nabi Muhammad SAW dan setelahnya (termasuk zaman kita saat ini).
  9. Al Khafi, secara bahasa berarti tidak jelas maknanya, dan secara istilah berarti sesuatu yang maksudnya tersembunyi yang disebabkan oleh faktor lain bukan dari segi bentuknya dan tidak dapat diketahui kecuali dengan sebuah tuntutan, perintah, atau permintaan.
  10. Al Musykil, berarti suatu lafadz yang maknanya tersembunyi disebabkan oleh lafadz itu sendiri dan tidak dapat diketahui kecuali dengan qarinah (yaitu sesuatu yang dapat dibandingkan pemaknaannya).
  11. Al Mujmal, yaitu lafadz yang maknanya tersembunyi dengan lafadz yang sama dan tidak dapat dipahami oleh akal kecuali dari penjelasan penuturnya sendiri.
  12. Al Mutasyabih, yaitu lafadz yang maknanya tersembunyi, bentuknya tidak menunjukkan makna tersebut dan tidak ada jalan untuk mengetahuinya karena tidak terdapat qarinah (sesuatu yang dapat dibandingkan) untuk menyingkap makna dari lafadz tersebut.
  13. Al Haqiqah, secara bahasa berarti tetap dan suatu pernyataan yang pasti kejelasannya, dan secara Ushul Fikih memiliki arti semua kalimat yang tidak mengalami perubahan makna setelah penempatan kata atau kalimat tersebut.
  14. Al Majaz, secara bahasa yaitu pemalingan kata dari makna sebenarnya, dan dalam istilah Ushul Fikih berarti lafadz yang digunakan tidak untuk makna yang sebenarnya karena adanya hubungan atau perbandingan yang menghalangi dari makna sesungguhnya.
  15. Ash Sharih, secara bahasa berarti jelas dan secara istilah Ushul Fikih berarti suatu makna yang timbul dengan jelas disebabkan seringnya digunakan makna tersebut, dan juga dapat disebut sebagai makan yang tampak jelas dan tidak tertutupi oleh makna lainnya.
  16. Al Kinayah, secara bahasa beratti bahasa perumpamaan, dan dalam istilah Ushul Fikih disebut suatu lafadz yang maknanya tertutup dan tidak diketahui maknanya secara langsung.
  17. Dalalah An Nash, yaitu penunjukan suatu lafadz ata sberlakunya sebuah hukum yang ada dalam sebuah kalimat, kepada hal yang tidak disebutkan dalam kalimat, karena keduanya memiliki kesamaan sebab hukum yang dari sisi bahasa saja sudah bisa dipahami, tanpa perlu berijtihad.
  18. Ibarat An Nash, yaitu penunjukan lafadz terhadap makna yang dapat langsung dipahami dari lafadznya, baik makna tersebut adalah makna asli atau makna-makna lain yang mengikutinya.
  19. Iqtidha An Nash, adalah keadaan ketika ada suatu kalimat yang menuntut adanya sebuah kata tersembunyi di dalamnya yang nantinya dapat mengubah makna dan pemahaman kalimat tersebut menjadi diksi yang sesuai Syariat dan sesuai akal sehat.
  20. Al Qiyas, secara bahasa berarti mengukur atau menyamakan suatu makna pada suatu pembahasan dengan makna dengan pembahasan lainnya, dan secara istilah Ushul Fikih adalah menyamakan hukum perkara baru dengan kasus hukum yang sudah ada dalam teks Syari’at Islam (Al Qur’an dan As Sunnah) karena adanya persamaan sebab-penyebab di antara kedua kasus tersebut.

Sumber lain selain Al Qur’an dan As Sunnah adalah Ijma’ dan Qiyas. Ijma’ adalah kesepakatan para ahli fikih dari hasil ijtihad bersama di suatu era terkait hukum berbagai perkara di era tersebut. Ijtihad sendiri adalah usaha untuk mencapai tujuan, yaitu melakukan kajian secara mendalam dengan kaidah-kaidah yang telah ditentukan untuk mencapai hasil keputusan dalam memahami suatu permasalahan.

Sementara taqlid berarti menerima suatu pendapat tanpa, dan seorang mujtahid dilarang taqlid.

 

ن و القلم و ما يسطرون

و نفعنا الله بعلومنا و بعلوم مشايخنا في الدارين اللهم آمين

 

 

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Jaringan Anak Panah (JAP).
Ingin Donasi? Klik disini

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech