Harmoni Ilmu dan Adab dalam Islam
Muhammad Adib Nashiruddin Sabtu, 25-1-2025 | - Dilihat: 40
Oleh: Muhammad Adib Nashiruddin
Dalam Islam, Ilmu dan adab merupakan dua hal yang saling terintegrasi dan menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Keduanya ibarat dua sisi dalam satu koin yang tidak terpisahkan serta sama-sama bermakna. Bukan hanya itu, ilmu tanpa adab ibarat pohon tanpa buah, adab tanpa ilmu ibarat seseorang yang berjalan tanpa petunjuk arah. Dengan demikian ilmu dan adab harus berintegrasi dan bersinergi, tidak boleh terpisah.
Sebab berilmu tanpa adab hanya akan mendatangkan murka Allah, sementara beradab tanpa ilmu mendatangkan kesesatan pada diri kita. Lebih dari itu, dengan mengutamakan ilmu dan adab nantiya akan menghasilkan, ilmu nafi’ (ilmu yang bermanfaat). Ilmu nafi’ merupakan ilmu yang diperintahkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW agar dicari dan diminta setiap saat. Allah Jalla Jalahu berfirman dalam surah Thaahaa ayat 114:
وَقُل رَّبِّ زِدْنِى عِلْمًا
“Dan katakanlah, wahai rabbku tambahkanlah ilmu kepadaku”.
Integrasi Iman dan Ilmu
Dari ayat ini, Rasulullah SAW diperintahkan untuk senantiasa memohon kepada Allah tambahan ilmu yang bermanfaat, sebab ilmu nafi’ akan mendatangkan iman. Realisasi iman akan membawa pada amal saleh, Adapun integrasi antara keduannya akan mengantarkan tuannya kepada jalan yang lurus yang diridai Allah SWT. Namun bilamana ilmu didapatkan, tetapi tidak diikuti amal saleh, maka bisa digolongkan kedalam ilmu yang tidak bermanfaat dan termasuk dalam perbuatan munafik serta seperti perbuatan kaum yahudi yang dilaknat. Adapun amal tanpa ilmu hanya akan mendatangkan kesesatan sebagaimana orang-orang Nasrani.
Selain mendatangkan amal saleh, ilmu nafi’ akan mendatangkan kepada rasa takut kepada Allah (khasyah) sehingga mampu mendekatkan pemiliknya kepada Allah SWT. Dalam surah Al-Fathir ayat 28 yang artinya, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hambanya adalah para ulama’ (orang yang berilmu). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Menurut Ibnu Jauzi, ayat ini menunjukkan bahwa ilmu nafi’ akan mendatangkan khasyah kepada Allah, dan pemiliknya akan senantiasa mengakui keagungan Allah sehingga muncul rasa penghambaan dan ketundukan seorang hamba kepada Allah Ta’aala. Sebaliknya, ilmu yang tidak mendatangkan khasyah tidak bisa disebut sebagai ilmu yang bermanfaat. Lebih lanjut Imam Syafi’I pernah membuat sebuah kaidah yang berbunyi “laisal ilm makhufidza walakin al-ilm ma nafa’a”. Yang artinya, tidaklah disebut ilmu, apa yang dihafal, tetapi ilmu adalah apa yang diamalkan dalam bentuk adab yang kemudian memberikan manfaat.
Urgensi ilmu dan adab
Pentingnya ilmu dan adab dalam islam telah mendorong perhatian para ulama terdahulu untuk melahirkan sebuah karya-karya tentang ilmu dan adab. Seperti, Imam Bukhari yang menulis Kitab Adab al-Mufrad, Al-Zarnuji menulis Kitab Ta’lim Al-Muta’allim, Al-Ghazali menulis Kitab Al-Ilm, Fatihah al-Ulum dan Ihya Ulum al-Din.
Kitab-kitab tersebut merupakan sedikit dari banyaknya kitab yang ditulis ulama-ulama islam terdahulu yang membahas ilmu dan adab, namun dapat disimpulkan bahwa kitab-kitab tersebut menjelaskan adab sebagai peran sentral dalam dunia pendidikan dan keilmuan islam. Tanpa adab, keilmuan dan pendidikan islam tidak akan memiliki ruh dan makna.
Bukan hanya itu, salah satu penyebab utama hilangnya keberkahan dalam dunia pendidikan dan keilmuan islam adalah kurangnya perhatian civitas akademiknya dalam masalah adab.
Az-Zarnuji pernah mengatakan, “Banyak dari para pencari ilmu yang sebenarnya mereka sudah bersungguh-sungguh menuntut ilmu, namun mereka tidak merasakan nikmatnya ilmu, hal ini disebabkan karena mereka meninggalkan dan kurang memperhatikan adab dalam menuntut ilmu.”
Wallahu a'lam bishawab
- Artikel Terpuler -
Harmoni Ilmu dan Adab dalam Islam
Muhammad Adib Nashiruddin Sabtu, 25-1-2025 | - Dilihat: 40
Oleh: Muhammad Adib Nashiruddin
Dalam Islam, Ilmu dan adab merupakan dua hal yang saling terintegrasi dan menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Keduanya ibarat dua sisi dalam satu koin yang tidak terpisahkan serta sama-sama bermakna. Bukan hanya itu, ilmu tanpa adab ibarat pohon tanpa buah, adab tanpa ilmu ibarat seseorang yang berjalan tanpa petunjuk arah. Dengan demikian ilmu dan adab harus berintegrasi dan bersinergi, tidak boleh terpisah.
Sebab berilmu tanpa adab hanya akan mendatangkan murka Allah, sementara beradab tanpa ilmu mendatangkan kesesatan pada diri kita. Lebih dari itu, dengan mengutamakan ilmu dan adab nantiya akan menghasilkan, ilmu nafi’ (ilmu yang bermanfaat). Ilmu nafi’ merupakan ilmu yang diperintahkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW agar dicari dan diminta setiap saat. Allah Jalla Jalahu berfirman dalam surah Thaahaa ayat 114:
وَقُل رَّبِّ زِدْنِى عِلْمًا
“Dan katakanlah, wahai rabbku tambahkanlah ilmu kepadaku”.
Integrasi Iman dan Ilmu
Dari ayat ini, Rasulullah SAW diperintahkan untuk senantiasa memohon kepada Allah tambahan ilmu yang bermanfaat, sebab ilmu nafi’ akan mendatangkan iman. Realisasi iman akan membawa pada amal saleh, Adapun integrasi antara keduannya akan mengantarkan tuannya kepada jalan yang lurus yang diridai Allah SWT. Namun bilamana ilmu didapatkan, tetapi tidak diikuti amal saleh, maka bisa digolongkan kedalam ilmu yang tidak bermanfaat dan termasuk dalam perbuatan munafik serta seperti perbuatan kaum yahudi yang dilaknat. Adapun amal tanpa ilmu hanya akan mendatangkan kesesatan sebagaimana orang-orang Nasrani.
Selain mendatangkan amal saleh, ilmu nafi’ akan mendatangkan kepada rasa takut kepada Allah (khasyah) sehingga mampu mendekatkan pemiliknya kepada Allah SWT. Dalam surah Al-Fathir ayat 28 yang artinya, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hambanya adalah para ulama’ (orang yang berilmu). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Menurut Ibnu Jauzi, ayat ini menunjukkan bahwa ilmu nafi’ akan mendatangkan khasyah kepada Allah, dan pemiliknya akan senantiasa mengakui keagungan Allah sehingga muncul rasa penghambaan dan ketundukan seorang hamba kepada Allah Ta’aala. Sebaliknya, ilmu yang tidak mendatangkan khasyah tidak bisa disebut sebagai ilmu yang bermanfaat. Lebih lanjut Imam Syafi’I pernah membuat sebuah kaidah yang berbunyi “laisal ilm makhufidza walakin al-ilm ma nafa’a”. Yang artinya, tidaklah disebut ilmu, apa yang dihafal, tetapi ilmu adalah apa yang diamalkan dalam bentuk adab yang kemudian memberikan manfaat.
Urgensi ilmu dan adab
Pentingnya ilmu dan adab dalam islam telah mendorong perhatian para ulama terdahulu untuk melahirkan sebuah karya-karya tentang ilmu dan adab. Seperti, Imam Bukhari yang menulis Kitab Adab al-Mufrad, Al-Zarnuji menulis Kitab Ta’lim Al-Muta’allim, Al-Ghazali menulis Kitab Al-Ilm, Fatihah al-Ulum dan Ihya Ulum al-Din.
Kitab-kitab tersebut merupakan sedikit dari banyaknya kitab yang ditulis ulama-ulama islam terdahulu yang membahas ilmu dan adab, namun dapat disimpulkan bahwa kitab-kitab tersebut menjelaskan adab sebagai peran sentral dalam dunia pendidikan dan keilmuan islam. Tanpa adab, keilmuan dan pendidikan islam tidak akan memiliki ruh dan makna.
Bukan hanya itu, salah satu penyebab utama hilangnya keberkahan dalam dunia pendidikan dan keilmuan islam adalah kurangnya perhatian civitas akademiknya dalam masalah adab.
Az-Zarnuji pernah mengatakan, “Banyak dari para pencari ilmu yang sebenarnya mereka sudah bersungguh-sungguh menuntut ilmu, namun mereka tidak merasakan nikmatnya ilmu, hal ini disebabkan karena mereka meninggalkan dan kurang memperhatikan adab dalam menuntut ilmu.”
Wallahu a'lam bishawab
0 Komentar
Tinggalkan Pesan