Guru di Tengah Lautan Kehidupan
Ave Fauzisar Selasa, 12-3-2024 | - Dilihat: 16
Oleh: Ave Fauzisar
Di atas kapal--kali ini apapun ia diberi nama--syahdan badan terbangun di kursi paling belakang sebuah bus. Seperti respawn, seolah terbangun di dunia yang asing. Barangkali karena cukup lelah, tidur sejenak di Kota Metro tadi, kini tak terasa sudah di atas kapal dibangunkan oleh pak kondektur.
Setelah naik ke deck atas, dibelai banyak angin malam selat ini, lalu menyeruput kopi. Aku diam. Teringat seiras rasanya seperti puluhan atau bahkan mungkin ratusan kali perjalanku di atas kapal roro sejenis tlah kujalani. Sudahlah pula beberapa sajak jua tercipta dari lamunanku ditemani angin-angin buritan yang sesekali memainkan hembusnya. Semua puisi remaja dan tulisan kecil, ada bekasnya di buku-buku lusuhku.
Pun demikian, rasanya selalu ada yang baru. Seperti Mie gelas dan secangkir kopi hitam yang menjadi berpuluh kali lipat kenikmatannya di atas sini. Entah secara saintifik kenapa, aku tak begitu paham.
----
Kalau dipikir-pikir.
Kadang kehidupan dunia ini rasa-rasanya seperti tebangun di bis tadi. Tetiba terbangun. Lantas bingung mencari jalan ke deck atas. Banyaknya kendaraan tinggi-tinggi dalam kapal, sedikit membuat upaya bernavigasi menjadi challenging. Menantang.
Layaknya orang hidup. Kita terbangun, dan dalam sekejap tak terasa 30 tahun saat tadi pagi bangun hendak subuh. Seperti pun kendaraan di kapal ini, nyatanya kita tak dapat memilih terbangun di jenis kendaraan seperti apa, Mewah kah? atau kendaraan komunal? Layaknya banyak orang di sekita kita sehari-hari memiliki privilege, lalu kita kadang merasa iri. Aduh, kok ya ironis sekali. Aku juga terkadang masih begitu. Padahal yang perlu kita lakukan hanya mengusahakan yang terbaik dari kendaraan mula kita tadi.
Di kapal, kita semua adalah orang asing di bahtera besi artificial cukup canggih ini. Kata Nabi, dunia juga harusnya kita anggap demikian.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ. رواه مسلم
“Dari Abi Hurairah dia berkata, "Rasulullah S.A.W. bersabda : "Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing." (H.R. Muslim)
Kita tidak tinggal selamanya di kapal ini. Barangkali ada kesempatan beralih kendaraan setelah kapal sampai di tujuan akhir. Di dermaga nanti, pasti telah menanti kendaraan baru atau bisa jadi langsung pemberhentian kita yang baru.
Sayangnya tak semua penumpang dunia ini sadar tujuan aslinya karena banyak terlena nikmatnya kopi dan popmie-nya dunia layaknya di atas kapal tadi. Tidak seperti penumpang kapal selat sunda sekarang ini yang sudah sadar dan tahu betul tujuan dan kendaraanya masing-masing.
Sehingga, tidak perlu ribut berusaha mencari perhatian Anak Buah Kapal supaya terlihat manis/berkelakuan baik, atau lebih jauh mengambil alih kendali 'kapal dunia', berusaha memiliki sebagian area deck-deck, atau bagian-bagian kecil/trivial dari kapal. Railing lah, sekoci lah, pelampung donat lah, kamar ABK lah, atau bahkan cerobong dan mesin-mesin kapal. Karena SADAR, kapal dunia nantinya akan kita tinggalkan. Karena faham pemiliki-pemiliki lahan di kapal semua sejatinya penumpang juga yang punya Majikan yang tidak terlihat oleh penumpang kapal.
---
Di tengah lamunan,
Kini menjadi ayah dan guru beranak dua. Kadang dunia terasa kian asing dibanding saat menjadi petualang ramaja dulu. Tanggungan makin serius, makin mengharukan kalau dipikir-pikir sendirian di tengah-tengah malam. namun, ada juga sebenernya bahagia-senangnya.
Ditengah kondisi ekonomi global yang sedang ramai perang, tragedi kemanusiaan dimana-mana, di sini hingga di Palestina, kasus perceraian, pencurian, pembunuhan anak-anak kandung oleh ayahnya dengan keji, kejamnya perang terpantau di aplikasi Telegram, hingga politik, atau teman lama yang sudah makin sukses, sampai kenaikan harga yang selalu tidak pernah seimbang dengan upah riil minimum Kabupaten dan Kota. Kepungan ini menimpa kita banyak sekali. Astaghfirullah.. Kata orang hidup memang begitu. Hidup Iku Sawang sinawang. Tidak benar-benar ada ketenangan. Barangkali istighfar memang harus sering terucap supaya juga selalu eling lan waspodo ingat untuk bersyukur dan waspada akan apa uang akan datang di masa depan.
---
Profesi guru, kata banyak orang sebuah panggilan mulia yang membentuk masa depan generasi mendatang, kini berada dalam situasi yang kompleks dan terkadang bertentangan dengan realitas-kenyataan dunia saat ini. Dalam konteks ketidakpastian global, perang, dan kenaikan harga sembako yang tidak terelakkan, guru menghadapi tantangan yang membingungkan dan memerlukan refleksi yang mendalam. Oelh sebab itu, kini kurefleksikan lebih serius dalam beberapa 'mercusuar poin-poin' berikut;
Tantangan Ketidakpastian Dunia Kerja
Dunia kerja saat ini dipenuhi dengan ketidakpastian, terutama dengan adanya perang dan konflik di berbagai belahan dunia. Ini menciptakan lingkungan yang tidak stabil dan menimbulkan ketidakpastian ekonomi. Bagi guru, ketidakpastian ini bisa berarti potensi pemotongan anggaran untuk pendidikan, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) coret ganti dengan program Makan Siang Presiden misalnya, kurangnya sumber daya, atau bahkan risiko kehilangan pekerjaan. Ketidakpastian ini menyulitkan guru dan perencana pendidikan (KS), misalnya karena kehilangan guru Muhammadiyah pindah ke PPPK sekolah Negeri (Baca Lagi; Tulisan Agus Suroyo di Suara Muhammadiyah tetang Guru P3K), untuk merencanakan masa depan mereka secara berkelanjutan, mempengaruhi stabilitas finansial, dan memberikan kontribusi pada ketidakpastian emosional.
Kenaikan Harga Sembako dan Dampaknya pada Guru
Kenaikan harga sembako yang terus menerus menjadi masalah global yang meresahkan banyak orang. Bagi guru, kenaikan ini memiliki dampak langsung pada kestabilan finansial mereka. Meskipun gaji guru mungkin sudah ditetapkan, kenaikan harga sembako dapat mengurangi daya beli mereka, memaksa mereka untuk melakukan penyesuaian anggaran yang sulit, terutama bagi guru yang memiliki tanggungan keluarga. Hal ini dapat mengakibatkan stres finansial yang meningkat dan mempengaruhi kesejahteraan mental dan fisik mereka.
Perang dan Tantangan dalam Mengajarkan Toleransi, Pengertian Dengan Sesama dan Perdamaian
Dunia yang terus menerus terlibat dalam konflik dan perang membuat tugas guru dalam mendidik generasi muda tentang perdamaian dan toleransi semakin sulit. Di tengah ketegangan global, guru dihadapkan pada tugas yang berat untuk membimbing siswa mereka tentang pentingnya dialog, toleransi, dan penyelesaian konflik secara damai. Namun, kontradiksi muncul ketika realitas dunia menciptakan ketegangan yang sulit dihindari dan mempengaruhi persepsi siswa tentang konflik dan kekerasan.
Tidak kurang, dalam sekolah juga terdapat riak-riak politik remeh yang ikut dirasakan oleh peserta didik, alih-alih akur dan profesional dengan rekan sejawat guru, terdapat oknum yang senang memancing/bermain di air keruh. Membuat suasana dan iklim pendidikan kurang kondusif untuk diakursus dan dialog empati dan perdamaian tadi.
Pendidikan sebagai Harapan di Tengah Kekacauan
Meskipun kondisi dunia saat ini penuh dengan ketidakpastian dan konflik, pendidikan tetap dianggap sebagai harapan untuk masa depan yang lebih baik. Guru bertindak sebagai agen perubahan yang berupaya mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi tantangan global. Meskipun dihadapkan pada kontradiksi yang rumit, para guru tetap memegang teguh peran mereka dalam membimbing, menginspirasi, dan mendidik siswa mereka. Mereka berupaya menciptakan ruang belajar yang aman dan mendukung, bahkan di tengah-tengah kekacauan dunia.
Membangun Resiliensi dan Adaptasi
Dalam menghadapi tantangan ketidakpastian dan kontradiksi dalam profesi guru, resiliensi dan kemampuan untuk beradaptasi menjadi kunci untuk bertahan dan berhasil. Guru perlu memperkuat kemampuan mereka untuk mengelola stres, mengatasi hambatan, dan menyesuaikan praktik pengajaran mereka sesuai dengan perubahan lingkungan. Ini membutuhkan dukungan sistemik dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara keseluruhan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan profesional dan kesejahteraan guru.
Sebagai penutup, butir-butir argumentasi di atas memberi gambaran pada kita, meskipun profesi guru berhadapan dengan kontradiksi yang kompleks dalam konteks kondisi dunia saat ini, perang, kenaikan harga sembako, dan dunia kerja yang tidak pasti, penting untuk diakui bahwa peran guru tetap sangat penting dan berharga. Dalam menghadapi tantangan ini, guru menunjukkan ketahanan, komitmen, dan dedikasi yang luar biasa dalam membentuk masa depan generasi mendatang.
Hal-hal di atas, hendaknya menjadi refleksi bagi kepala sekolah dimanapun berada, karena merekalah salah satu stake holder penting di sekolah. Seyogyanya menjadi pemimpin pembelajaran yang terus berupaya untuk memaksimalkan potensi dan sumberdaya yang ada. Berfokus pada peningkatan kualitas kerja yang diiringi dengan komitmen dan kreativitas dalam pembelajaran demi generasi dan kader penerus yang sholih-sholihah. Betul-betul menjadi pengurus bumi (khalifah fiil ard). Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memberikan dukungan yang diperlukan kepada guru, agar mereka dapat terus memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya serta agamanya.
Wallahu a'lam bisshawab
___
Ave Fauzisar, Selat Sunda, 6 Maret 2024 Dini Hari, 24 Sya'ban 1445H
- Artikel Terpuler -
Guru di Tengah Lautan Kehidupan
Ave Fauzisar Selasa, 12-3-2024 | - Dilihat: 16
Oleh: Ave Fauzisar
Di atas kapal--kali ini apapun ia diberi nama--syahdan badan terbangun di kursi paling belakang sebuah bus. Seperti respawn, seolah terbangun di dunia yang asing. Barangkali karena cukup lelah, tidur sejenak di Kota Metro tadi, kini tak terasa sudah di atas kapal dibangunkan oleh pak kondektur.
Setelah naik ke deck atas, dibelai banyak angin malam selat ini, lalu menyeruput kopi. Aku diam. Teringat seiras rasanya seperti puluhan atau bahkan mungkin ratusan kali perjalanku di atas kapal roro sejenis tlah kujalani. Sudahlah pula beberapa sajak jua tercipta dari lamunanku ditemani angin-angin buritan yang sesekali memainkan hembusnya. Semua puisi remaja dan tulisan kecil, ada bekasnya di buku-buku lusuhku.
Pun demikian, rasanya selalu ada yang baru. Seperti Mie gelas dan secangkir kopi hitam yang menjadi berpuluh kali lipat kenikmatannya di atas sini. Entah secara saintifik kenapa, aku tak begitu paham.
----
Kalau dipikir-pikir.
Kadang kehidupan dunia ini rasa-rasanya seperti tebangun di bis tadi. Tetiba terbangun. Lantas bingung mencari jalan ke deck atas. Banyaknya kendaraan tinggi-tinggi dalam kapal, sedikit membuat upaya bernavigasi menjadi challenging. Menantang.
Layaknya orang hidup. Kita terbangun, dan dalam sekejap tak terasa 30 tahun saat tadi pagi bangun hendak subuh. Seperti pun kendaraan di kapal ini, nyatanya kita tak dapat memilih terbangun di jenis kendaraan seperti apa, Mewah kah? atau kendaraan komunal? Layaknya banyak orang di sekita kita sehari-hari memiliki privilege, lalu kita kadang merasa iri. Aduh, kok ya ironis sekali. Aku juga terkadang masih begitu. Padahal yang perlu kita lakukan hanya mengusahakan yang terbaik dari kendaraan mula kita tadi.
Di kapal, kita semua adalah orang asing di bahtera besi artificial cukup canggih ini. Kata Nabi, dunia juga harusnya kita anggap demikian.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ. رواه مسلم
“Dari Abi Hurairah dia berkata, "Rasulullah S.A.W. bersabda : "Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing." (H.R. Muslim)
Kita tidak tinggal selamanya di kapal ini. Barangkali ada kesempatan beralih kendaraan setelah kapal sampai di tujuan akhir. Di dermaga nanti, pasti telah menanti kendaraan baru atau bisa jadi langsung pemberhentian kita yang baru.
Sayangnya tak semua penumpang dunia ini sadar tujuan aslinya karena banyak terlena nikmatnya kopi dan popmie-nya dunia layaknya di atas kapal tadi. Tidak seperti penumpang kapal selat sunda sekarang ini yang sudah sadar dan tahu betul tujuan dan kendaraanya masing-masing.
Sehingga, tidak perlu ribut berusaha mencari perhatian Anak Buah Kapal supaya terlihat manis/berkelakuan baik, atau lebih jauh mengambil alih kendali 'kapal dunia', berusaha memiliki sebagian area deck-deck, atau bagian-bagian kecil/trivial dari kapal. Railing lah, sekoci lah, pelampung donat lah, kamar ABK lah, atau bahkan cerobong dan mesin-mesin kapal. Karena SADAR, kapal dunia nantinya akan kita tinggalkan. Karena faham pemiliki-pemiliki lahan di kapal semua sejatinya penumpang juga yang punya Majikan yang tidak terlihat oleh penumpang kapal.
---
Di tengah lamunan,
Kini menjadi ayah dan guru beranak dua. Kadang dunia terasa kian asing dibanding saat menjadi petualang ramaja dulu. Tanggungan makin serius, makin mengharukan kalau dipikir-pikir sendirian di tengah-tengah malam. namun, ada juga sebenernya bahagia-senangnya.
Ditengah kondisi ekonomi global yang sedang ramai perang, tragedi kemanusiaan dimana-mana, di sini hingga di Palestina, kasus perceraian, pencurian, pembunuhan anak-anak kandung oleh ayahnya dengan keji, kejamnya perang terpantau di aplikasi Telegram, hingga politik, atau teman lama yang sudah makin sukses, sampai kenaikan harga yang selalu tidak pernah seimbang dengan upah riil minimum Kabupaten dan Kota. Kepungan ini menimpa kita banyak sekali. Astaghfirullah.. Kata orang hidup memang begitu. Hidup Iku Sawang sinawang. Tidak benar-benar ada ketenangan. Barangkali istighfar memang harus sering terucap supaya juga selalu eling lan waspodo ingat untuk bersyukur dan waspada akan apa uang akan datang di masa depan.
---
Profesi guru, kata banyak orang sebuah panggilan mulia yang membentuk masa depan generasi mendatang, kini berada dalam situasi yang kompleks dan terkadang bertentangan dengan realitas-kenyataan dunia saat ini. Dalam konteks ketidakpastian global, perang, dan kenaikan harga sembako yang tidak terelakkan, guru menghadapi tantangan yang membingungkan dan memerlukan refleksi yang mendalam. Oelh sebab itu, kini kurefleksikan lebih serius dalam beberapa 'mercusuar poin-poin' berikut;
Tantangan Ketidakpastian Dunia Kerja
Dunia kerja saat ini dipenuhi dengan ketidakpastian, terutama dengan adanya perang dan konflik di berbagai belahan dunia. Ini menciptakan lingkungan yang tidak stabil dan menimbulkan ketidakpastian ekonomi. Bagi guru, ketidakpastian ini bisa berarti potensi pemotongan anggaran untuk pendidikan, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) coret ganti dengan program Makan Siang Presiden misalnya, kurangnya sumber daya, atau bahkan risiko kehilangan pekerjaan. Ketidakpastian ini menyulitkan guru dan perencana pendidikan (KS), misalnya karena kehilangan guru Muhammadiyah pindah ke PPPK sekolah Negeri (Baca Lagi; Tulisan Agus Suroyo di Suara Muhammadiyah tetang Guru P3K), untuk merencanakan masa depan mereka secara berkelanjutan, mempengaruhi stabilitas finansial, dan memberikan kontribusi pada ketidakpastian emosional.
Kenaikan Harga Sembako dan Dampaknya pada Guru
Kenaikan harga sembako yang terus menerus menjadi masalah global yang meresahkan banyak orang. Bagi guru, kenaikan ini memiliki dampak langsung pada kestabilan finansial mereka. Meskipun gaji guru mungkin sudah ditetapkan, kenaikan harga sembako dapat mengurangi daya beli mereka, memaksa mereka untuk melakukan penyesuaian anggaran yang sulit, terutama bagi guru yang memiliki tanggungan keluarga. Hal ini dapat mengakibatkan stres finansial yang meningkat dan mempengaruhi kesejahteraan mental dan fisik mereka.
Perang dan Tantangan dalam Mengajarkan Toleransi, Pengertian Dengan Sesama dan Perdamaian
Dunia yang terus menerus terlibat dalam konflik dan perang membuat tugas guru dalam mendidik generasi muda tentang perdamaian dan toleransi semakin sulit. Di tengah ketegangan global, guru dihadapkan pada tugas yang berat untuk membimbing siswa mereka tentang pentingnya dialog, toleransi, dan penyelesaian konflik secara damai. Namun, kontradiksi muncul ketika realitas dunia menciptakan ketegangan yang sulit dihindari dan mempengaruhi persepsi siswa tentang konflik dan kekerasan.
Tidak kurang, dalam sekolah juga terdapat riak-riak politik remeh yang ikut dirasakan oleh peserta didik, alih-alih akur dan profesional dengan rekan sejawat guru, terdapat oknum yang senang memancing/bermain di air keruh. Membuat suasana dan iklim pendidikan kurang kondusif untuk diakursus dan dialog empati dan perdamaian tadi.
Pendidikan sebagai Harapan di Tengah Kekacauan
Meskipun kondisi dunia saat ini penuh dengan ketidakpastian dan konflik, pendidikan tetap dianggap sebagai harapan untuk masa depan yang lebih baik. Guru bertindak sebagai agen perubahan yang berupaya mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi tantangan global. Meskipun dihadapkan pada kontradiksi yang rumit, para guru tetap memegang teguh peran mereka dalam membimbing, menginspirasi, dan mendidik siswa mereka. Mereka berupaya menciptakan ruang belajar yang aman dan mendukung, bahkan di tengah-tengah kekacauan dunia.
Membangun Resiliensi dan Adaptasi
Dalam menghadapi tantangan ketidakpastian dan kontradiksi dalam profesi guru, resiliensi dan kemampuan untuk beradaptasi menjadi kunci untuk bertahan dan berhasil. Guru perlu memperkuat kemampuan mereka untuk mengelola stres, mengatasi hambatan, dan menyesuaikan praktik pengajaran mereka sesuai dengan perubahan lingkungan. Ini membutuhkan dukungan sistemik dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara keseluruhan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan profesional dan kesejahteraan guru.
Sebagai penutup, butir-butir argumentasi di atas memberi gambaran pada kita, meskipun profesi guru berhadapan dengan kontradiksi yang kompleks dalam konteks kondisi dunia saat ini, perang, kenaikan harga sembako, dan dunia kerja yang tidak pasti, penting untuk diakui bahwa peran guru tetap sangat penting dan berharga. Dalam menghadapi tantangan ini, guru menunjukkan ketahanan, komitmen, dan dedikasi yang luar biasa dalam membentuk masa depan generasi mendatang.
Hal-hal di atas, hendaknya menjadi refleksi bagi kepala sekolah dimanapun berada, karena merekalah salah satu stake holder penting di sekolah. Seyogyanya menjadi pemimpin pembelajaran yang terus berupaya untuk memaksimalkan potensi dan sumberdaya yang ada. Berfokus pada peningkatan kualitas kerja yang diiringi dengan komitmen dan kreativitas dalam pembelajaran demi generasi dan kader penerus yang sholih-sholihah. Betul-betul menjadi pengurus bumi (khalifah fiil ard). Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memberikan dukungan yang diperlukan kepada guru, agar mereka dapat terus memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya serta agamanya.
Wallahu a'lam bisshawab
___
Ave Fauzisar, Selat Sunda, 6 Maret 2024 Dini Hari, 24 Sya'ban 1445H
0 Komentar
Tinggalkan Pesan