Filsafat Energi Berkelanjutan (I)
M. Faiz Shofyan Hanafi Jum'at, 31-1-2025 | - Dilihat: 16

Oleh: M. Faiz Shofyan Hanafi
Konsumsi keseharian manusia yang menghabiskan banyak energi berdampak pada terjadinya eksploitasi alam. Kondisi ini memunculkan pertanyaan sampai kapan alam ini mampu mengakomodasi energi untuk kebutuhan manusia ?Adakah pengganti energi yang tidak mengeksploitasi alam ?.Tulisan ini berusaha membahas terkait kehadiran sustainble energy atau energi berkelanjutan di muka bumi ini.
Sejarah Energi
Dalam sejarah peradaban manusia, kita senantiasa berusaha mencari bahan bakar yang paling efisien untuk menghasilkan energi. Sebelum abad ke-16 misalnya, manusia umumnya masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar utama, untuk menghangatkan rumah, memasak makanan, dan bahkan untuk memandai besi. Pada akhir abad tersebut, manusia mulai menyadari keterbatasan dari kayu sebagai komoditas yang cepat pakai sementara hutan-hutan mulai gundul dan tidak dapat menyesuaikan pertumbuhan dengan kecepatan konsumsi manusia.
Hal ini pun berakibat pada konsekuensi ekologis yang lain seperti terjadinya erosi pada daerah-daerah yang digunduli kayunya dan berkurangnya habitat untuk para satwa liar. Maka pada awal abad ke-17, dimulailah pergeseran ke batu bara sebagai bahan bakar yang lebih padat energi dan cenderung mudah ditemukan di alam.
Fase penggunaan batu bara ini tidaklah sebentar, selama kurang lebih 1,5 abad lamanya, manusia mencari berbagai cara untuk memanfaatkan batu bara sebagai sumber energi, termasuk diantaranya penggunaannya di mesin uap dan dalam smelter-smelter besi.
Namun, tidak lama kemudian kita mulai menyadari dampak buruk dari polusi pembakaran batu bara terhadap lingkungan hidup. Sulfur dioksida, partikulat, dan juga residu karbon dioksida yang sangat tinggi menjadikan batu bara sebagai bahan bakar yang dirasa kurang cocok untuk diaplikasikan pada penggunaan sehari-hari, terutama dalam mengakomodasi ledakan permintaan alat transportasi dan kendaraan bermotor pasca revolusi industri.
Energi di masa sekarang
Alhasil sampailah kita pada era sekarang, saat bensin menjadi sumber energi utama terutama dalam penggunaan transportasi dan kendaraan bermotor. Namun bensin juga hadir dengan segala keterbatasannya, seperti stok minyak bumi di bumi yang diperkirakan hanya sampai 50-60 tahun lagi, maupun keterbatasan terkait dengan penghasilan residu berupa gas rumah kaca dalam penggunaannya.
Maka, sebagaimana pola yang selalu berulang sepanjang peradaban umat manusia, akan ada masanya suatu bahan bakar akan tergantikan oleh bahan bakar yang lebih efisien. Oleh karena itu, muncul kembali sebuah pertanyaan yang senantiasa terulang sepanjang sejarah “apakah sumber energi yang lebih baik?”, dan juga pertanyaan “adakah sumber energi terbarukan yang bisa memutus rantai setan dari konsumsi berlebihan manusia terhadap alamnya?”.
Maka fokus tulisan ini adalah untuk berusaha menjawab kedua pertanyaan tersebut sehingga kita dapat mengerti dengan sebenar-benarnya apakah mungkin sustainable energy dan segala turunannya ada di muka bumi ini.
Hakikat energi berkelanjutan
Energi bagaikan suatu mata uang dalam ranah teknologi, ketiadaan ataupun kekurangan energi akan berpotensi menjadi bencana bagi keseluruhan hidup umat manusia. Masyarakat dalam menghadapi pemadaman listrik saja sangat merasakan dampaknya, mulai dari alat-alat elektronik yang tidak dapat berfungsi, lampu yang tidak lagi menerangi sehingga menurunkan produktivitas di malam hari.
Masih banyak lagi implikasi yang timbul akibat kedekatan atau bahkan ketergantungan manusia akan energi. Ketergantungan pada energi sama saja dengan ketergantungan pada sumber daya alam yang sewaktu-waktu akan habis. Batu bara yang terbuat dari fosil tanaman, maupun minyak bumi yang terbentuk dari endapan fosil hewani, semuanya akan berpotensi habis seandainya tidak ditemukan pengganti sumber bahan bakar yang lebih berkelanjutan.
Maka kemudian dicetuskanlah konsep sustainable energy atau energi berkelanjutan yang memberi penekanan pada pemanfaatan bahan-bahan yang berkelanjutan sebagai ganti dari penggunaan bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. Namun, kita selama ini hanya bergantung pada penjelasan saintifik sederhana bahwa bentuk-bentuk energi berkelanjutan berasal dari air, sinar matahari, angin, maupun dari panas bumi tanpa adanya penjelasan secara hakikat “berkelanjutan” maupun kriteria agar sesuatu dianggap sebagai “berkelanjutan” atau tidak.
____
Muhammad Faiz Shofyan Hanafi, Mahasiswa Filsafat UGM
- Artikel Terpuler -
Filsafat Energi Berkelanjutan (I)
M. Faiz Shofyan Hanafi Jum'at, 31-1-2025 | - Dilihat: 16

Oleh: M. Faiz Shofyan Hanafi
Konsumsi keseharian manusia yang menghabiskan banyak energi berdampak pada terjadinya eksploitasi alam. Kondisi ini memunculkan pertanyaan sampai kapan alam ini mampu mengakomodasi energi untuk kebutuhan manusia ?Adakah pengganti energi yang tidak mengeksploitasi alam ?.Tulisan ini berusaha membahas terkait kehadiran sustainble energy atau energi berkelanjutan di muka bumi ini.
Sejarah Energi
Dalam sejarah peradaban manusia, kita senantiasa berusaha mencari bahan bakar yang paling efisien untuk menghasilkan energi. Sebelum abad ke-16 misalnya, manusia umumnya masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar utama, untuk menghangatkan rumah, memasak makanan, dan bahkan untuk memandai besi. Pada akhir abad tersebut, manusia mulai menyadari keterbatasan dari kayu sebagai komoditas yang cepat pakai sementara hutan-hutan mulai gundul dan tidak dapat menyesuaikan pertumbuhan dengan kecepatan konsumsi manusia.
Hal ini pun berakibat pada konsekuensi ekologis yang lain seperti terjadinya erosi pada daerah-daerah yang digunduli kayunya dan berkurangnya habitat untuk para satwa liar. Maka pada awal abad ke-17, dimulailah pergeseran ke batu bara sebagai bahan bakar yang lebih padat energi dan cenderung mudah ditemukan di alam.
Fase penggunaan batu bara ini tidaklah sebentar, selama kurang lebih 1,5 abad lamanya, manusia mencari berbagai cara untuk memanfaatkan batu bara sebagai sumber energi, termasuk diantaranya penggunaannya di mesin uap dan dalam smelter-smelter besi.
Namun, tidak lama kemudian kita mulai menyadari dampak buruk dari polusi pembakaran batu bara terhadap lingkungan hidup. Sulfur dioksida, partikulat, dan juga residu karbon dioksida yang sangat tinggi menjadikan batu bara sebagai bahan bakar yang dirasa kurang cocok untuk diaplikasikan pada penggunaan sehari-hari, terutama dalam mengakomodasi ledakan permintaan alat transportasi dan kendaraan bermotor pasca revolusi industri.
Energi di masa sekarang
Alhasil sampailah kita pada era sekarang, saat bensin menjadi sumber energi utama terutama dalam penggunaan transportasi dan kendaraan bermotor. Namun bensin juga hadir dengan segala keterbatasannya, seperti stok minyak bumi di bumi yang diperkirakan hanya sampai 50-60 tahun lagi, maupun keterbatasan terkait dengan penghasilan residu berupa gas rumah kaca dalam penggunaannya.
Maka, sebagaimana pola yang selalu berulang sepanjang peradaban umat manusia, akan ada masanya suatu bahan bakar akan tergantikan oleh bahan bakar yang lebih efisien. Oleh karena itu, muncul kembali sebuah pertanyaan yang senantiasa terulang sepanjang sejarah “apakah sumber energi yang lebih baik?”, dan juga pertanyaan “adakah sumber energi terbarukan yang bisa memutus rantai setan dari konsumsi berlebihan manusia terhadap alamnya?”.
Maka fokus tulisan ini adalah untuk berusaha menjawab kedua pertanyaan tersebut sehingga kita dapat mengerti dengan sebenar-benarnya apakah mungkin sustainable energy dan segala turunannya ada di muka bumi ini.
Hakikat energi berkelanjutan
Energi bagaikan suatu mata uang dalam ranah teknologi, ketiadaan ataupun kekurangan energi akan berpotensi menjadi bencana bagi keseluruhan hidup umat manusia. Masyarakat dalam menghadapi pemadaman listrik saja sangat merasakan dampaknya, mulai dari alat-alat elektronik yang tidak dapat berfungsi, lampu yang tidak lagi menerangi sehingga menurunkan produktivitas di malam hari.
Masih banyak lagi implikasi yang timbul akibat kedekatan atau bahkan ketergantungan manusia akan energi. Ketergantungan pada energi sama saja dengan ketergantungan pada sumber daya alam yang sewaktu-waktu akan habis. Batu bara yang terbuat dari fosil tanaman, maupun minyak bumi yang terbentuk dari endapan fosil hewani, semuanya akan berpotensi habis seandainya tidak ditemukan pengganti sumber bahan bakar yang lebih berkelanjutan.
Maka kemudian dicetuskanlah konsep sustainable energy atau energi berkelanjutan yang memberi penekanan pada pemanfaatan bahan-bahan yang berkelanjutan sebagai ganti dari penggunaan bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. Namun, kita selama ini hanya bergantung pada penjelasan saintifik sederhana bahwa bentuk-bentuk energi berkelanjutan berasal dari air, sinar matahari, angin, maupun dari panas bumi tanpa adanya penjelasan secara hakikat “berkelanjutan” maupun kriteria agar sesuatu dianggap sebagai “berkelanjutan” atau tidak.
____
Muhammad Faiz Shofyan Hanafi, Mahasiswa Filsafat UGM
0 Komentar
Tinggalkan Pesan