Childfree dan Mengatur kelahiran dalam Islam
Nofra Khairon Selasa, 18-1-2022 | - Dilihat: 351

Oleh: Nofra Khairon
Perkawinan merupakan sunnah Nabi Saw. yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat Islam. Perkawinan menjadi salah satu kebutuhan manusia, tidak hanya kebutuhan fisik, tetapi juga kebutuhan psikis. (Bernars Raho, Keluarga Berziarah Lintas Zaman Suatu Tinjauan Sosiologis.)
Sudah menjadi kodratnya bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan, perempuan dan laki-laki ada daya tarik satu sama lainnya, maka tuhan menyediakan wadah yang legal untuk terselenggaranya penyaluran tersebut melalui pernikahan.
Salah satu tujuan utama pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan. Namun tidak semua pasangan yang menikah ingin memiliki anak meski memiliki tubuh sehat. Ada sebagian kecil pasangan yang memilih jalan untuk tidak memiliki anak atau dikenal dengan istilah childfree dengan berbagai alasan. Tulisan ini akan mengemukakan terkait pandangan islam terhadap pasangan chilfree.
Childfree adalah sebuah keputusan atau pilihan hidup untuk tidak memiliki anak, baik itu anak kandung, anak tiri, ataupun anak angkat. Oxford Dictionary mendefinisikan child-free sebagai kondisi tidak memiliki anak, terutama karena pilihan.
Sementara itu, Cambridge Dictionary juga mendefinisikan child-free dengan penggambaran yang hampir sama. Child-free didefinisikan sebagai istilah yang merujuk pada orang atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, atau tempat dan situasi tanpa anak. Demikian yang telah dilansir oleh parpuan.co.
Belakangan, media sosial ramai memperbincangkan soal Childfree. Konsep Childfree pun mulai populer seiring dengan banyaknya tokoh publik yang memilih untuk tidak memiliki anak. Salah satu nya, Victoria Tunggono, dilansir melalui voaindonesia.com, wanita 37 tahun novelis dan penulis buku "Childfree and Happy", mengatakan, banyaknya pemberitaan mengenai perempuan-perempuan yang memilih untuk tidak mempunyai anak bukan karena munculnya fenomena baru.
Selama ini, menurutnya, sudah banyak kaum Hawa yang berkeinginan untuk tidak memiliki keturunan. Namun, opsi itu sulit diambil mengingat kuatnya budaya patriarki di Indonesia dan masih bertahannya stigma sosial bahwa perempuan yang menikah harus memberikan keturunan pada suaminya.
Ikhsan Bella Persada, M.Psi., psikolog, mengatakan ketika seseorang memutuskan untuk childfree, banyak faktor yang menjadi pertimbangannya. Hal ini biasanya tergantung dari individu masing-masing.
Di antaranya Kompas.com melansir: Masalah finansial, nilai yang dianut kekhawatiran akan tumbuh kembang anak, hanya ingin menjalani hidup berdua pasangan, masalah kesehatan, wanita tidak ingin bentuk tubuhnya berubah, merasa tidak dapat menjadi orangtua yang baik, ingin lebih fokus pada karier, hak otoritas atas tubuh perempuan, dan Perubahan Iklim.
Islam telah menanamkan perasaan senang berketurunan banyak, dan memberkahi anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi islam juga Memberikan dispensasi bagi seorang muslim untuk melakukan pengaturan kelahiran, jika motivasinya logis dan ada situasi rasional yang mengharuskannya.
Diantara alasan utama adalah kekhawatiran akan kehidupan dan kesehatan ibu jika ia hamil dan melahirkan, Berdasarkan pengalaman atau keterangan dari dokter yang terpercaya.
Syaikh Yusuf Al-Qordhowi mengemukakan, alasan khawatir akan kesulitan materi yang terkadang menyebabkan munculnya kesulitan dalam beragama, Ada juga alasan khawatiran akan nasib anak-anaknya kesehatannya yang kesehatannya buruk atau pendidikannya tidak teratasi. Sebagaimaa firman Allah SWT berfirman dalam surah al-baqarah ayat 185:
… يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ …
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Lebih lanjut Syakh Yusuf Al-Qordhowi menjelaskan, Diantara alasan syar'i yang bisa diterima juga adalah kekhawatiran terhadap anak yang masih menyusui jika ada kandungan baru atau kelahiran baru. Nabi Saw. menamai senggama yang dilakukan di masa menyusui dengan persenggamaan rihlah atau Karena bisa mengakibatkan kehamilan yang merusak ASI dan memperlemah anak. (Yusuf Qordhowi, Halal Haram Dalam Islam).
Sayyid Sabiq, dalam kitabnya mengatakan diperbolehkan membatasi keturunan jika keadaan suami banyak mempunyai anggota keluarga, sehingga dikhawatirkan tidak mampu memberikan pendidikan kepada putra-putrinya secara baik. Demikian pula jika si istri dalam keadaan lemah atau secara terus-terus hamil, sementara suami dalam keadaan miskin.
Pada kondisi ini pembatasan terhadap kelahiran diperbolehkan. Bahkan Sebagian ulama berpendapat, bahwa pembatasan kelahiran pada kondisi itu bukan hanya dibolehkan akan tetapi disunnahkan.
Menurut Imam Al Ghazali, ada beberapa Hadits Shahih yang membolehkan al- ‘azl. Yaitu, penarikan kemaluan suami dari kemaluan istrinya saat akan mengeluarkan mani untuk mencegah kehamilan. (Syakh Kamil Muhammad Uwaid, Fikih Wanita). Pendapat itu berdasarkan Pada dalil berikut ini :
كنا نغزلُ علي عهدِ النبي والقران ينزل ( متفق عليه)
Kami melakukan azl pada masa Rasulullah, Dimana Alquran pada saat itu sedang diturunkan. (Muttaqun ‘Alaih)
Di abad modern ini telah ditemukan berbagai sarana yang bisa mencegah kehamilan dan merealisasikan kemaslahatan yang jadi sasaran, yang hendak dicapai oleh Rasulullah Saw. Yaitu perlindungan bayi dari dari bahaya ya sekaligus menghindari kerusakan lain, berupa menahan diri dari istrinya pada saat menyusui yang memberatkan itu.
Posisi anak dalam islam anak adalah nikamat allah, amanah allah, dan anak sebagai investasi akhirat. Dapat dipahami bahwa anak adalah anugerah yang sangat besar. Apabila seseorang dikaruniai anak anak yang sholeh mereka diibaratkan kekayaan yang tidak ternilai harganya.
Berdasarkan uraian diatas dapat di pahami, jika kekhawatiran terkait tidak bisa menjadi orang tua yang baik maka bisa diantisipasi pendidikan keluarga sebelum menikah. Jika kekhawatiran akan rezeki, ini sebenarnya persolan iman yang meyakini Allah maha pemberi rezeki serta dibarengi dengan iktiar yang kuat. Namun jika persoalan kesehatan terutama salah satu pasangan mandul, berarti itu kuasa Allah Swt. sebagaimana dalam firmannya surah Asyura ayat 49-50 :
لِّلَّهِ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُۚ يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَٰثٗا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُورَ ٤٩ أَوۡ يُزَوِّجُهُمۡ ذُكۡرَانٗا وَإِنَٰثٗاۖ وَيَجۡعَلُ مَن يَشَآءُ عَقِيمًاۚ إِنَّهُۥ عَلِيمٞ قَدِيرٞ ٥٠
49. Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. 50. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.
Islam tidak melarang untuk membatasi keturunan dengan alasan syar’i. Tetapi bukan berarti tidak memiliki anak sama sekali. Karena childfree bertentangan dengan filosi pernikahan itu sendiri. Jika Semua orang mengnut pemikiran seperti ini maka kepunahan manusia didepan mata.
_____
Nofra Khairon, Mahasiswa Pascasarjana Hukum Keluarga, Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau.
- Artikel Teropuler -
Childfree dan Mengatur kelahiran dalam Islam
Nofra Khairon Selasa, 18-1-2022 | - Dilihat: 351

Oleh: Nofra Khairon
Perkawinan merupakan sunnah Nabi Saw. yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat Islam. Perkawinan menjadi salah satu kebutuhan manusia, tidak hanya kebutuhan fisik, tetapi juga kebutuhan psikis. (Bernars Raho, Keluarga Berziarah Lintas Zaman Suatu Tinjauan Sosiologis.)
Sudah menjadi kodratnya bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan, perempuan dan laki-laki ada daya tarik satu sama lainnya, maka tuhan menyediakan wadah yang legal untuk terselenggaranya penyaluran tersebut melalui pernikahan.
Salah satu tujuan utama pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan. Namun tidak semua pasangan yang menikah ingin memiliki anak meski memiliki tubuh sehat. Ada sebagian kecil pasangan yang memilih jalan untuk tidak memiliki anak atau dikenal dengan istilah childfree dengan berbagai alasan. Tulisan ini akan mengemukakan terkait pandangan islam terhadap pasangan chilfree.
Childfree adalah sebuah keputusan atau pilihan hidup untuk tidak memiliki anak, baik itu anak kandung, anak tiri, ataupun anak angkat. Oxford Dictionary mendefinisikan child-free sebagai kondisi tidak memiliki anak, terutama karena pilihan.
Sementara itu, Cambridge Dictionary juga mendefinisikan child-free dengan penggambaran yang hampir sama. Child-free didefinisikan sebagai istilah yang merujuk pada orang atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, atau tempat dan situasi tanpa anak. Demikian yang telah dilansir oleh parpuan.co.
Belakangan, media sosial ramai memperbincangkan soal Childfree. Konsep Childfree pun mulai populer seiring dengan banyaknya tokoh publik yang memilih untuk tidak memiliki anak. Salah satu nya, Victoria Tunggono, dilansir melalui voaindonesia.com, wanita 37 tahun novelis dan penulis buku "Childfree and Happy", mengatakan, banyaknya pemberitaan mengenai perempuan-perempuan yang memilih untuk tidak mempunyai anak bukan karena munculnya fenomena baru.
Selama ini, menurutnya, sudah banyak kaum Hawa yang berkeinginan untuk tidak memiliki keturunan. Namun, opsi itu sulit diambil mengingat kuatnya budaya patriarki di Indonesia dan masih bertahannya stigma sosial bahwa perempuan yang menikah harus memberikan keturunan pada suaminya.
Ikhsan Bella Persada, M.Psi., psikolog, mengatakan ketika seseorang memutuskan untuk childfree, banyak faktor yang menjadi pertimbangannya. Hal ini biasanya tergantung dari individu masing-masing.
Di antaranya Kompas.com melansir: Masalah finansial, nilai yang dianut kekhawatiran akan tumbuh kembang anak, hanya ingin menjalani hidup berdua pasangan, masalah kesehatan, wanita tidak ingin bentuk tubuhnya berubah, merasa tidak dapat menjadi orangtua yang baik, ingin lebih fokus pada karier, hak otoritas atas tubuh perempuan, dan Perubahan Iklim.
Islam telah menanamkan perasaan senang berketurunan banyak, dan memberkahi anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi islam juga Memberikan dispensasi bagi seorang muslim untuk melakukan pengaturan kelahiran, jika motivasinya logis dan ada situasi rasional yang mengharuskannya.
Diantara alasan utama adalah kekhawatiran akan kehidupan dan kesehatan ibu jika ia hamil dan melahirkan, Berdasarkan pengalaman atau keterangan dari dokter yang terpercaya.
Syaikh Yusuf Al-Qordhowi mengemukakan, alasan khawatir akan kesulitan materi yang terkadang menyebabkan munculnya kesulitan dalam beragama, Ada juga alasan khawatiran akan nasib anak-anaknya kesehatannya yang kesehatannya buruk atau pendidikannya tidak teratasi. Sebagaimaa firman Allah SWT berfirman dalam surah al-baqarah ayat 185:
… يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ …
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Lebih lanjut Syakh Yusuf Al-Qordhowi menjelaskan, Diantara alasan syar'i yang bisa diterima juga adalah kekhawatiran terhadap anak yang masih menyusui jika ada kandungan baru atau kelahiran baru. Nabi Saw. menamai senggama yang dilakukan di masa menyusui dengan persenggamaan rihlah atau Karena bisa mengakibatkan kehamilan yang merusak ASI dan memperlemah anak. (Yusuf Qordhowi, Halal Haram Dalam Islam).
Sayyid Sabiq, dalam kitabnya mengatakan diperbolehkan membatasi keturunan jika keadaan suami banyak mempunyai anggota keluarga, sehingga dikhawatirkan tidak mampu memberikan pendidikan kepada putra-putrinya secara baik. Demikian pula jika si istri dalam keadaan lemah atau secara terus-terus hamil, sementara suami dalam keadaan miskin.
Pada kondisi ini pembatasan terhadap kelahiran diperbolehkan. Bahkan Sebagian ulama berpendapat, bahwa pembatasan kelahiran pada kondisi itu bukan hanya dibolehkan akan tetapi disunnahkan.
Menurut Imam Al Ghazali, ada beberapa Hadits Shahih yang membolehkan al- ‘azl. Yaitu, penarikan kemaluan suami dari kemaluan istrinya saat akan mengeluarkan mani untuk mencegah kehamilan. (Syakh Kamil Muhammad Uwaid, Fikih Wanita). Pendapat itu berdasarkan Pada dalil berikut ini :
كنا نغزلُ علي عهدِ النبي والقران ينزل ( متفق عليه)
Kami melakukan azl pada masa Rasulullah, Dimana Alquran pada saat itu sedang diturunkan. (Muttaqun ‘Alaih)
Di abad modern ini telah ditemukan berbagai sarana yang bisa mencegah kehamilan dan merealisasikan kemaslahatan yang jadi sasaran, yang hendak dicapai oleh Rasulullah Saw. Yaitu perlindungan bayi dari dari bahaya ya sekaligus menghindari kerusakan lain, berupa menahan diri dari istrinya pada saat menyusui yang memberatkan itu.
Posisi anak dalam islam anak adalah nikamat allah, amanah allah, dan anak sebagai investasi akhirat. Dapat dipahami bahwa anak adalah anugerah yang sangat besar. Apabila seseorang dikaruniai anak anak yang sholeh mereka diibaratkan kekayaan yang tidak ternilai harganya.
Berdasarkan uraian diatas dapat di pahami, jika kekhawatiran terkait tidak bisa menjadi orang tua yang baik maka bisa diantisipasi pendidikan keluarga sebelum menikah. Jika kekhawatiran akan rezeki, ini sebenarnya persolan iman yang meyakini Allah maha pemberi rezeki serta dibarengi dengan iktiar yang kuat. Namun jika persoalan kesehatan terutama salah satu pasangan mandul, berarti itu kuasa Allah Swt. sebagaimana dalam firmannya surah Asyura ayat 49-50 :
لِّلَّهِ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُۚ يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَٰثٗا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُورَ ٤٩ أَوۡ يُزَوِّجُهُمۡ ذُكۡرَانٗا وَإِنَٰثٗاۖ وَيَجۡعَلُ مَن يَشَآءُ عَقِيمًاۚ إِنَّهُۥ عَلِيمٞ قَدِيرٞ ٥٠
49. Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. 50. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.
Islam tidak melarang untuk membatasi keturunan dengan alasan syar’i. Tetapi bukan berarti tidak memiliki anak sama sekali. Karena childfree bertentangan dengan filosi pernikahan itu sendiri. Jika Semua orang mengnut pemikiran seperti ini maka kepunahan manusia didepan mata.
_____
Nofra Khairon, Mahasiswa Pascasarjana Hukum Keluarga, Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau.
0 Komentar
Tinggalkan Pesan