Catatan Perjuangan Buruh Menuju Hari Kemenangan
Muhammad Iqbal Kholidin Ahad, 1-5-2022 | - Dilihat: 92

Oleh: Muhammad Iqbal Kholidin
Banyak orang menganggap bahwa hari raya merupakan momen masyarakat untuk berbahagia. Dimulai dari tradisi ibadah bersama, mengucapkan permintaan maaf sebanyak-banyaknya, hingga berbelanja banyak benda baru untuk dipamerkan di acara keluarga.
Namun, penulis merasa hari raya lebaran pada tahun 2022 dirasa cukup istimewa ketika menjelang hari raya terdapat satu hari ketika masyarakat memperingati momen perjuangan kaum buruh sebagai Hari Buruh Internasional.
Hari Buruh Internasional atau lebih dikenal dengan May Day yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, merupakan momen peringatan atas perjuangan kaum buruh pada 1886. Menjadi menarik sebetulnya, ketika momen Hari Buruh Internasional berlangsung dalam jangka waktu yang dekat dengan hari lebaran di Indonesia.
Perlu kita ingat bahwa hari raya lebaran juga dianggap sebagai hari kemenangan. Maka yang muncul di benak penulis adalah, apakah sebetulnya pada momen hari kemenangan ini, kaum buruh juga telah mendapatkan kemenangan atas perjuangan yang mereka lakukan?
Hari Buruh dalam Catatan Perjuangan
Hari Buruh tercipta dari berbagai dinamika perjuangan akibat kondisi dunia pekerja yang dianggap belum mampu mengakomodasi kepentingan buruh dalam pemenuhan hak yang mereka miliki. Momen perjuangan ini bermula dari kondisi minim upah pembayaran atas kerja, buruknya kondisi lingkungan kerja, hingga pemberlakuan jam kerja di luar batas yang pada akhirnya menyebabkan perlawanan oleh kaum pekerja.
Dalam catatan sejarah, terjadinya momen Hari Buruh Internasional berasal dari kejadian demonstrasi besar yang dilakukan oleh buruh di Amerika Serikat yang kemudian pada tahun 1889, Konferensi Internasional Sosialis menetapkan Hari Buruh Internasional jatuh pada 1 Mei dan dikenal sebagai May Day.
Namun jika ditelisik dari catatan panjang terciptanya hari buruh, ternyata sejarah hari buruh telah dimulai dari awal abad ke-19 di Amerika Serikat melalui aksi demonstrasi berbentuk pemogokan yang dilakukan oleh pekerja Cordwainers akibat penambahan jam kerja dari 19 jam sampai 20 jam seharinya.
Berikutnya, perjuangan kaum buruh terjadi pada 1882 di kota New York ketika terdapat 20.000 orang yang mengikuti aksi demonstrasi untuk menuntut adanya pemberian 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi bagi kaum buruh. Perjuangan kaum buruh pada tahun-tahun berikutnya kian menyebar sembari membawa gagasan tentang momen perjuangan buruh dalam mendapatkan kesejahteraan.
Di Indonesia, catatan sejarah hari buruh diawali saat era penjajahan belanda pada Mei 1912 oleh Serikat Pekerja Kung Tang Hwee yang terinspirasi tulisan dari Adolf Baars, tokoh sosialis asal Belanda yang mengkritik tentang penindasan yang dialami kaum buruh.
Sejarah hari buruh terus berlangsung seperti pada 1923 sebagai peringatan hari buruh terpanjang di era penjajahan belanda hingga berlanjut pada era kemerdekaan. Di era kemerdekaan, melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 menetapkan bahwa buruh tidak boleh bekerja pada tanggal 1 Mei.
Penetapan tersebut juga mengatur adanya perlindungan bagi anak dan pemenuhan hak perempuan sebagai pekerja. Berikutnya pada tahun 1948 juga terdapat aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan kaum tani beserta buruh untuk melaksanakan mogok akibat tertundanya pembayaran upah.
Pada era orde baru, peringatan hari buruh dianggap identik dengan komunis baik secara aktivitas ataupun paham yang dianut sehingga dilarang. Hal ini terus berlangsung hingga diperbolehkan kembali di era reformasi dengan berkembangnya tuntutan sesuai dengan keadaan zaman sampai pada momen penting dalam peringatan hari buruh di Indonesia terjadi ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan hari buruh menjadi libur nasional.
Hari Kemenangan sebagai Momen Buruh dalam Mendapatkan Kesejahteraan
Ratusan tahun perjuangan buruh dalam upaya mendapatkan kesejahteraan terus di lakukan baik dalam lingkup regional hingga internasional. Hal ini dapat dilihat dari arus demonstrasi oleh masyarakat dengan dimotori semangat perjuangan melalui berbagai bentuk demonstrasi. Bisa dibilang, perjuangan kaum buruh seperti tak pernah lekang dimakan oleh zaman. Namun, apakah buruh di Indonesia sendiri sudah mendapatkan kesejahteraan?
“Dahulu budak tidak mendapatkan upah atas pekerjaan yang mereka lakukan, mereka hanya cukup diberikan makanan. Sekarang, buruh memang telah mendapatkan upah namun upah tersebut hanya cukup untuk makan”. Ungkapan tersebut seperti cocok ketika melihat kondisi mayoritas kaum buruh di Indonesia.
Melihat kondisi mayoritas buruh, maka akan selalu ditemukan adanya tekanan, eksploitasi, diskriminasi yang buruh terima dalam dunia kerja. Kondisi menyedihkan ini juga di dukung dari pemberian upah yang terbilang minim di saat melambungnya harga kebutuhan yang harus buruh penuhi dan larinya para kapitalis serta pemerintah dari tanggung jawab mereka untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak kaum buruh.
Jika ingin menilik kondisi pada waktu mendekati hari raya, terdapat banyak persoalan yang terjadi menimpa kaum buruh. Coba kita ambil contoh dari sektor komoditas pasar sandang yang merupakan komoditas paling laku menjelang lebaran.
Sisi gelap bagi kaum buruh menjelang hari raya dapat dilihat seperti ada buruh garmen yang tidak mendapatkan gaji seutuhnya karena dipotong seenaknya oleh perusahaan, ada pekerja di industri konveksi yang bekerja lebih dari 12 jam tanpa upah yang layak, ada penjaga toko yang bekerja seharian tanpa upah tambahan hingga kurir paket yang hanya diberi upah minim atas setiap paket yang dia kirimkan. Miris? Tentu inilah realita menjelang lebaran.
Maka, dari segala bentuk penindasan yang dilakukan terhadap kaum buruh, perlu di ciptakan sebuah bentuk gerakan konkret yang terorganisir dan berdampak dalam menuntut kesejahteraan untuk segera dipenuhi baik oleh pemegang modal hingga negara.
Oleh karenanya, pada tahun 2022 ketika momen Hari Buruh Internasional yang juga bertepatan menjelang hari kemenangan adalah waktu yang sangat tepat untuk merengkuh “kemenangan” dalam artian sebenarnya.
Kemenangan bagi buruh untuk merengkuh kesejahteraan dimulai dari mendapatkan upah layak, pemenuhan jam kerja yang manusiawi hingga pemenuhan atas kebutuhan privat seperti hak cuti hamil dan hak cuti haid. Hidup kaum buruh!
- Artikel Teropuler -
Catatan Perjuangan Buruh Menuju Hari Kemenangan
Muhammad Iqbal Kholidin Ahad, 1-5-2022 | - Dilihat: 92

Oleh: Muhammad Iqbal Kholidin
Banyak orang menganggap bahwa hari raya merupakan momen masyarakat untuk berbahagia. Dimulai dari tradisi ibadah bersama, mengucapkan permintaan maaf sebanyak-banyaknya, hingga berbelanja banyak benda baru untuk dipamerkan di acara keluarga.
Namun, penulis merasa hari raya lebaran pada tahun 2022 dirasa cukup istimewa ketika menjelang hari raya terdapat satu hari ketika masyarakat memperingati momen perjuangan kaum buruh sebagai Hari Buruh Internasional.
Hari Buruh Internasional atau lebih dikenal dengan May Day yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, merupakan momen peringatan atas perjuangan kaum buruh pada 1886. Menjadi menarik sebetulnya, ketika momen Hari Buruh Internasional berlangsung dalam jangka waktu yang dekat dengan hari lebaran di Indonesia.
Perlu kita ingat bahwa hari raya lebaran juga dianggap sebagai hari kemenangan. Maka yang muncul di benak penulis adalah, apakah sebetulnya pada momen hari kemenangan ini, kaum buruh juga telah mendapatkan kemenangan atas perjuangan yang mereka lakukan?
Hari Buruh dalam Catatan Perjuangan
Hari Buruh tercipta dari berbagai dinamika perjuangan akibat kondisi dunia pekerja yang dianggap belum mampu mengakomodasi kepentingan buruh dalam pemenuhan hak yang mereka miliki. Momen perjuangan ini bermula dari kondisi minim upah pembayaran atas kerja, buruknya kondisi lingkungan kerja, hingga pemberlakuan jam kerja di luar batas yang pada akhirnya menyebabkan perlawanan oleh kaum pekerja.
Dalam catatan sejarah, terjadinya momen Hari Buruh Internasional berasal dari kejadian demonstrasi besar yang dilakukan oleh buruh di Amerika Serikat yang kemudian pada tahun 1889, Konferensi Internasional Sosialis menetapkan Hari Buruh Internasional jatuh pada 1 Mei dan dikenal sebagai May Day.
Namun jika ditelisik dari catatan panjang terciptanya hari buruh, ternyata sejarah hari buruh telah dimulai dari awal abad ke-19 di Amerika Serikat melalui aksi demonstrasi berbentuk pemogokan yang dilakukan oleh pekerja Cordwainers akibat penambahan jam kerja dari 19 jam sampai 20 jam seharinya.
Berikutnya, perjuangan kaum buruh terjadi pada 1882 di kota New York ketika terdapat 20.000 orang yang mengikuti aksi demonstrasi untuk menuntut adanya pemberian 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi bagi kaum buruh. Perjuangan kaum buruh pada tahun-tahun berikutnya kian menyebar sembari membawa gagasan tentang momen perjuangan buruh dalam mendapatkan kesejahteraan.
Di Indonesia, catatan sejarah hari buruh diawali saat era penjajahan belanda pada Mei 1912 oleh Serikat Pekerja Kung Tang Hwee yang terinspirasi tulisan dari Adolf Baars, tokoh sosialis asal Belanda yang mengkritik tentang penindasan yang dialami kaum buruh.
Sejarah hari buruh terus berlangsung seperti pada 1923 sebagai peringatan hari buruh terpanjang di era penjajahan belanda hingga berlanjut pada era kemerdekaan. Di era kemerdekaan, melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 menetapkan bahwa buruh tidak boleh bekerja pada tanggal 1 Mei.
Penetapan tersebut juga mengatur adanya perlindungan bagi anak dan pemenuhan hak perempuan sebagai pekerja. Berikutnya pada tahun 1948 juga terdapat aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan kaum tani beserta buruh untuk melaksanakan mogok akibat tertundanya pembayaran upah.
Pada era orde baru, peringatan hari buruh dianggap identik dengan komunis baik secara aktivitas ataupun paham yang dianut sehingga dilarang. Hal ini terus berlangsung hingga diperbolehkan kembali di era reformasi dengan berkembangnya tuntutan sesuai dengan keadaan zaman sampai pada momen penting dalam peringatan hari buruh di Indonesia terjadi ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan hari buruh menjadi libur nasional.
Hari Kemenangan sebagai Momen Buruh dalam Mendapatkan Kesejahteraan
Ratusan tahun perjuangan buruh dalam upaya mendapatkan kesejahteraan terus di lakukan baik dalam lingkup regional hingga internasional. Hal ini dapat dilihat dari arus demonstrasi oleh masyarakat dengan dimotori semangat perjuangan melalui berbagai bentuk demonstrasi. Bisa dibilang, perjuangan kaum buruh seperti tak pernah lekang dimakan oleh zaman. Namun, apakah buruh di Indonesia sendiri sudah mendapatkan kesejahteraan?
“Dahulu budak tidak mendapatkan upah atas pekerjaan yang mereka lakukan, mereka hanya cukup diberikan makanan. Sekarang, buruh memang telah mendapatkan upah namun upah tersebut hanya cukup untuk makan”. Ungkapan tersebut seperti cocok ketika melihat kondisi mayoritas kaum buruh di Indonesia.
Melihat kondisi mayoritas buruh, maka akan selalu ditemukan adanya tekanan, eksploitasi, diskriminasi yang buruh terima dalam dunia kerja. Kondisi menyedihkan ini juga di dukung dari pemberian upah yang terbilang minim di saat melambungnya harga kebutuhan yang harus buruh penuhi dan larinya para kapitalis serta pemerintah dari tanggung jawab mereka untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak kaum buruh.
Jika ingin menilik kondisi pada waktu mendekati hari raya, terdapat banyak persoalan yang terjadi menimpa kaum buruh. Coba kita ambil contoh dari sektor komoditas pasar sandang yang merupakan komoditas paling laku menjelang lebaran.
Sisi gelap bagi kaum buruh menjelang hari raya dapat dilihat seperti ada buruh garmen yang tidak mendapatkan gaji seutuhnya karena dipotong seenaknya oleh perusahaan, ada pekerja di industri konveksi yang bekerja lebih dari 12 jam tanpa upah yang layak, ada penjaga toko yang bekerja seharian tanpa upah tambahan hingga kurir paket yang hanya diberi upah minim atas setiap paket yang dia kirimkan. Miris? Tentu inilah realita menjelang lebaran.
Maka, dari segala bentuk penindasan yang dilakukan terhadap kaum buruh, perlu di ciptakan sebuah bentuk gerakan konkret yang terorganisir dan berdampak dalam menuntut kesejahteraan untuk segera dipenuhi baik oleh pemegang modal hingga negara.
Oleh karenanya, pada tahun 2022 ketika momen Hari Buruh Internasional yang juga bertepatan menjelang hari kemenangan adalah waktu yang sangat tepat untuk merengkuh “kemenangan” dalam artian sebenarnya.
Kemenangan bagi buruh untuk merengkuh kesejahteraan dimulai dari mendapatkan upah layak, pemenuhan jam kerja yang manusiawi hingga pemenuhan atas kebutuhan privat seperti hak cuti hamil dan hak cuti haid. Hidup kaum buruh!
0 Komentar
Tinggalkan Pesan