Bom Bandung: Persaingan ISIS dan Al Qaeda?
Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc. Ahad, 11-12-2022 | - Dilihat: 61

Oleh: Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc.
Selasa pagi, 7 Desember 2022, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan ledakan bom setelah serangan bom bunuh diri Makassar yang menggemparkan Indonesia pada Maret 2021 lalu. Lebih dati satu tahun, tidak ada ledakan bom di pemberitaan yang kita dengar. Bahkan, yang sering kita dengar adalah pemberitaan penangkapan para pelaku yang terlibat terorisme, termasuk pendanaan terorisme.
Bandung merupakan salah satu destinasi wisata, terutamanya bagi warga Jakarta, yang jenuh dengan pekerjaannya. Setiap akhir pekan banyak mobil dari Jakarta memadati Bandung, baik kafe-kafe di pinggiran Bandung atau pusat kota Bandung, termasuk di kawasan kecamatan Astana Anyar.
Secara geografis, Bandung merupakan salah satu wilayah yang sangat strategis karena terlindungi oleh benteng alam, yang dikelilingi oleh pegunungan. Gunung Burangrang terletak di sebelah barat Bandung. Gunung Bukit Tunggul berada di sebelah utara Bandung. Sebelah selatan Bandung terdapat 3 (tiga) gunung yaitu Gunung Tambakruyung, Gunung Patuha dan Gunung Kendang. Adapun di sebelah timur terdapat Gunung Manglayang dan Gunung Mandalawangi. Maka dari itu, pada saat agresi militer oleh Belanda, kota Bandung dibakar sebagai bagian dari taktik gerilya, agar tidak dikuasai oleh pasukan penjajah.
Nilai Historis Bandung bagi Kaum Islamis
Dalam catatan sejarah, kawasan selatan Jawa Barat dapat dikatakan mewarisi dosa para pemimpin republican yang karena perjanjian dengan Belanda, wilayah provinsi Jawa Barat menjadi kekuasaan Belanda pada tahun 1947, sehingga dimanfaatkan oleh kelompok Darul Islam bentukan Kartosuwiryo untuk mempropagandakan kepentingannya, dan menjadi salah satu basis dari Darul Islam (DI), kelompok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) dengan membentuk Tentara Islam Indoensia (TII) dan menerapkan Syariat Islam sesuai pemahaman mereka di Indonesia. Pada tahun 1949, muncul serangan atas Makodam Siliwangi yang dilakukan oleh Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), yang merupakan salah satu sayap DI/ TII dengan dibiayai oleh Tentara NICA Belanda untuk mengganggu eksistensi Republik Indonesia dengan teror kepada masyarakat.
DI/TII hanya memahami Syariat Islam sebagai hudud jinayat. Sehingga, penegakan Syariat Islam bagi DI/TII adlaah penerapan hukuman seperti rajam, cambuk dan pemenggalan kepala. Pemahaman tersebut sampai saat ini masih dan terus diwacanakan oleh DI/TII. Pemahaman tersebut juga mendorong anggota DI/TII dan kemudian keturunannya beserta para pengikutnya bergabung dengan organisasi-organisasi islamis ideologis trans-nasional seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir, serta Jama’ah Islamiyah (JI).
Ideologi dan pemahaman Ikhwanul Muslimin (IM) dan Hizbut Tahrir (HT) cukup berkembang di Bandung, khususnya di Masjid Salman kampus Institut Teknologi Bandung. Bahkan, Syiah juga berkembang di Bandung, akan tetapi tidak agresif seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Ideologi salafisme-wahhabisme juga berkembang di Bandung, dengan menangkat isu anti-Syiah, membentuk organisasi bernama ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) akan tetapi digunakan untuk menyerang siapapun yang berbeda dengan mereka.
Mereka yang bergabung dengan JI kemudian bergabung dengan Al Qaeda. Kemudian, dalam perjalanannya sel-sel teroris di Jawab Barat dan Banten (sering disebut Ring Banten) membentuk kelompok bernama Tauhid wal Jihad yang dipimpin oleh Aman Abdurrahman yang kemudian pada tahun 2013 bergabung ke ISIS. Sel-sel teroris ISIS terpecah menjadi Jama’ah Anshorud Daulah (JAD) maupun Jama’ah Anshorul Khilafah (JAK).
Hubungan ISIS dan JI di Indonesia
Dari sejarah Bandung dan kawasan selatan provinsi Jawa Barat dapat kita simpulkan merupakan basis kelompok-kelompok radikal tingkat lokal seperti DI/TII, ANNAS dan Front Pembela Islam (FPI). DI/TII yang tidak memiliki ideologi trans-nasional lebih dekat dengan JI (Al Qaeda) dan lebih bergerak di bawah tanah, selain karena faktor historis, keterlibatan sel-sel teroris DI/TII dalam Perang Afghanistan melawan Uni Soviet pada dekade 1980-an.
Berbeda dengan kelompok-kelompok trans-nasional seperti IM, HT, dan ISIS, termasuk juga Khilafatul Muslimin (KM), yang berkembang di kawasan utara provinsi Jawa Barat. Dapat dikatakan, hubungan antar organisasi-organisais radikal tersebut, berjalan dengan baik.
Hubungan sel-sel teroris ISIS dan para tokoh JI selama ini berjalan baik. Tidak terdapat saling serang bahkan saling serang antara sel-sel teroris ISIS dan para tokoh JI, baik di dalam ataupun di dalam penjara. Pada tahun 2014, para tokoh JI di Indonesia dan di Suriah, juga turut membantu memberikan fasilitas keberangkatan sel-sel teroris ISIS ke Suriah, termasuk di antaranya dari JAD ISIS Bandung, yang dikenal dengan Sel Bandung.
Adanya eksistensi Sel Bandung menunjukkan bahwa, walaupun Bandung merupakan basis JI (Al Qaeda), juga menjadi tempat strategis bagi ISIS. Kota lain seperti Bandung adalah kawasan Solo Raya di provinsi Jawa Tengah yang meliputi Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Sragen, Salatiga dan Wonogiri.
Perkembangan Hubungan ISIS dan Al Qaeda
Pada tahun 2012, Jubhah Nusrah yang merupakan sayap Al Qaeda di Suriah mengirimkan utusan kepada ISIS agar kembali bergabung dengan Al Qaeda. Tetapi, ISIS menolak dan bahkan membunuh semua utusan Al Qaeda. Setelah menyatakan dirinya sebagai Khilafah Islam pada Juni 2014, ISIS memprovokasi bahwa Al Qaeda adalah kaum kafir dan harus bertaubat serta bergabung dengan ISIS.
Kekalahan ISIS yang beruntut pada tahun 2017, semakin memuncak setelah tewasnya Abu Bakar Al Baghdadi. Para pemimpin ISIS merupakan figur yang lemah. Abu Ibrahim Al Qurasyi dan Abu Al Hasan Al Qurasyi, hanya memimpin ISIS dalam jangka waktu yang pendek, dan tidak mampu mengendalikan faksi-faksi ISIS yang saling mengkafirkan. Faksi Al Benali yang berasal dari Negara Teluk dikafirkan oleh faksi Al Furqan dari Irak, yang kemudian dikafirkan oleh faksi Al Hazimi dari Tunis.
Haiah Tahrir Syam (HTS) yang merupakan pengganti dari Jubhah Nushrah dan mengklaim memimpin Pemerintah Penyelamat Nasional Suriah, berusaha melindungi sel-sel teroris ISIS di Suriah yang terpencar akibat kekalahan tersebut, termasuk memberikan perlindungan kepada pemimpin ISIS Abu Bakar Al Baghdadi, yang tewas di Idlib (perbatasan Suriah-Turki), kawasan kekuasaan HTS.
Tidak sedikit sel-sel teroris ISIS yang ditampung oleh HTS di Idlib, dan kemudian diajak kembali ke pangkuan Al Qaeda. Uniknya, HTS menyebut aktifitas tersebut sebagai deradikalisasi. Bagi yang telah diseleksi, dan kembali ke pangkuan Al Qaeda, sel-sel teroris ISIS beserta keluarganya dibantu keluar Suriah melalui Turki. Sebagian lain tetap berada di Suriah membantu HTS mempertahankan diri dari serangan Tentara Suriah.
Sedangkan sebagian besar sel-sel teroris ISIS beserta istri dan anak-anaknya, berada di kamp-kamp yang merupakan penjara, baik di wilayah Pemerintah Suriah atau wilayah elemen-elemen oposisi termasuk Syrian Democtaric Army (SDA) yang berhaluan liberal. SDA didukung penuh oleh Amerika Serikat dan Turki.
Pemerintah Indonesia masih memiliki hubungan yang resmi dengan Pemerintah Suriah, dan hubungan itu sangat erat. Dubes Indonesia di Suriah adalah Warid Fauzi dan Dubes Suriah untuk Indonesia adalah Abdul Mun’im Annan. Jika mengembalikan sel-sle teroris ISIS yang ditahan oleh Pemerintah Suriah, lebih mudah bagi Pemerintah Indonesia dari pada meminta sel-sel teroris ISIS yang ditahan oleh elemen-elemen oposisi yang tidak diakui oleh Pemerintah Indonesia sampai saat ini.
Usaha ISIS Mewujudkan Mimpi Al Baghdadi
Walaupun lemah dan semakin melemah, ISIS masih tetap ingin menerapkan pemahamannya, yaitu penerapan Syariat Islam yang hanya dipahami dengan penerapan hudud secara serampangan di kota terpencil di Suriah, Jasim, provinsi Dar’a. ISIS lupa, kawasan Dar’a merupakan wilayah kekuasaan elemen oposisi Suriah, SDA yang membenci penerapan hukum berasas agama. Faksi Al Hazimi yang paling radikal dan berada di samping Abu Al Hasan Al Qurasyi, tidak mampu melindungi pemimpinnya dari tekanan SDA.
Demi menghindari perpecahan, ISIS segera melantik Abu Al Husain Al Qurasyi sebagai pemimpin. Sebagai upaya untuk meningkatkan pengaruhnya, Abu Al Husain Al Qurasyi meminta sel-sel teroris ISIS di berbagai negara untuk melancarkan aksi-aksi teror, dengan target Umat Kristiani dan aparat keamanan, dengan provokasi bahwa Umat Islam di kawasan Asia Tenggara disebut sebagai lemah dan pemalas. Tentunya maksud dari Umat Islam di sini adalah hanya para pengikut ISIS, bukan Umat Islam keseluruhan.
Aksi-aksi teror dengan strategi lonely wolfs, menjadi andalan bagi ISIS saat ini untuk menunjukkan eksistensinya. Hanya, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, dari mana sel-sel teroris ISIS mendapatkan dana untuk membeli bahan peledak dan bahan-bahan untuk merakit bom.
Jika kita melihat kondisi ekonomi pelaku bom Agus Sujatno, maka dapat kita perkirakan, tidak mungkin dirinya dapat mempunyai dana yang cukup untuk menciptakan bom yang terdengar hingga radius 5 KM. Selain itu, Agus Sujatno yang sejak bebas dari penjara pada tahun 2021 berada di kawasan Solo Raya, juga menjadi pertanyaan, alasan Bandung sebagai target teror.
Kerja sama Al Qaeda dan ISIS di Indonesia?
Operasi keamanan yang digencarkan Polri dalam hal ini Densus Anti Teror 88, yang banyak menarget para petinggi JI, khususnya para pimpinan JI yang terlibat pendanaan, mempersempit ruang gerak JI, akan tetapi aliran-aliran dana dan usaha-usaha para pemimpin JI yang menjadi sumber-sumber pendanaan JI, masih berjalan.
Persamaan ISIS dan JI sebagai kelompok yang beraliran Salafi Haroki Irhabi yang mengkafirkan pihak lain, ingin berkuasa dengan dalih penerapan Syariat Islam yang hanya dipahami dalam pelaksanaan hudud dan perjuangan yang dilakukan dalam bentuk aksi-aksi teror, tidak menutup kemungkinan adanya kerjasama simbiosis-mutualisme antara ISIS dengan Al Qaeda di Indonesia.
Menjadi catatan penting, bahwa pemahaman akidah, ideologi dan metode pergerakan, termasuk tujuan, baik ISIS ataupun Al Qaeda, adalah sama. Maka tidak menutup kemungkinan mereka saling membantu. Hal ini tentunya sangat perlu diperhatikan oleh aparat keamanan, dalam menyusun strategi, baik penindakan maupun penanggulangan terorisme, baik masa kini atau di masa depan, serta melakukan evaluasi terhadap strategi pemantauan, penanggulangan, penindakan dan deradikalisasi yang selama ini dilakukan.
Al Qaeda memiliki dendam karena para tokoh JI ditangkap oleh aparat keamanan. Sementara itu, sel-sel teroris ISIS memerlukan dana yang cukup untuk melancarkan aksi-aksi teror, sebagai jawaban atas propaganda Abu Al Husain Al Qurasyi. Pengungkapan pihak-pihak yang terlibat pada Bom Bandung, akan dengan sendirinya turut mengungkap kerjasama ISIS dan Al Qaeda di Indonesia.
Sudahkah Indonesia Memperbaharui Dialektika Keagamaan?
Nalar berfikir Al Qaeda dan ISIS adalah sama, karena berasal dari pemahaman yang sama. Dendam Abu A’la Al Maududi kepada Umat Hindu India yang disebut sebagai Masyarakat Jahiliyah, dipelajari oleh Sayid Quthb. Kemudian, Sayid Quthb yang masih mendekam di penjara pada tahun 1954 menggunakan istilah Masyarakat Jahiliyah untuk menyebut semua Umat Islam yang tidak bergabung dengan Ikhwanul Muslimin, yang dimanfaatkan hanya untuk melampiaskan balas dendamnya karena tidak diberi jabatan menteri pendidikan oleh Presiden Mesir Jamal Abdul Nasser. Padahal, Sayid Quthb merupakan rekan dekat Presiden Jamal Abdul Nasser dalam menyingkirkan feodalisme monarki Mesir.
Kader-kader organisasi khusus Ikhwanul Muslimin setelah Syaid Quthb tewas dihukum, terus menerus menyebarkan narasi Masyarakat Jahiliyah untuk menuding semua Umat Islam yang tidak bersimpati dan bergabung dengan Ikhwanul Muslimin. Umar At Tilmisani, selaku Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, tidak mampu membendung pengaruh organisasi khusus yang semakin massif dan radikal. Mereka yang kecewa dengan Umar At Tilmisani kemudian membentuk Jama’ah Islamiyah (JI), di antaranya adalah Najih Ibrahim dan Karam Zuhdi. Salafi Jihadis yang dipelopori Aiman Zawahiri menginfiltrasi JI dan memprovokasi kader-kader JI ke Afghanistan untuk melawan pengaruh Uni Soviet. Ideologi JI mendominasi kajian para foreign fighters dari berbagai negara yang berada di Afghanistan, termasuk Indonesia.
Kajian pergerakan gerakan-gerakan Islam khususnya kalangan pemuda terutamanya dari para pengikut NII yang ingin menerapkan Syariat Islam sesuai pemahamannya. Tidak sedikit yang terpengaruhi narasi-narasi JI dan organisasi khusus IM di antaranya yaitu istilah Masyarakat Jahiliyah yang digunakan untuk menyebut Umat Islam yang tidak mendukung, bergabung dan bersimpati kepada mereka.
Sayangnya, Indonesia telat dalam merespon perkembangan hal tersebut, bahkan pasca reformasi terjadi pergolakan dengan munculnya berbagai organisasi seperti Majelis Mujahidin Indonesia, seolah terjadi pembiaran, bahkan sejumlah tokoh baik hadir dalam sejumlah acara Hizbut Tahriri, seolah memberikan legitimasi. Selain itu, istilah Masyarakat Jahiliyah, juga masih beredar dalam berbagai dinamika politik tidak hany di tataran politik praktis, bahkan tingkat kampus.
Berbeda dengan Mesir. Pasca tumbangnya rezim Ikhwanul Muslimin, Al Azhar gencar mengkaji dan mengkampanyekan pembaharuan dialektika keagamaan, karena beredar di tengah masyarakat pemahaman penerapan Syariat Islam hanya dipahami sebagai penerapan hudud serta memerangi yang disebut sebagai Masyarakat Jahiliyah yang dipahami sebagai aparat kemanan dan warga sipil lainnya. Berbagai pertemuan digelar oleh Al Azhar di antaranya pada akhir 2014 membahas pemberantasan ideologi-ideologi radikalisme dan terorisme yang berbahaya. Salah satu hasilnya adalah mata pelajaran baru di tingkat sekolah menengah atas yaitu Kebudayaan Islam, yang mengoreksi istilah-istilah seperti takfir, khilafah, jihad hingga narkotika.
Selain itu, Al Azhar menggencarkan kajian-kajian keagamaan serta pelatihan-pelatihan kontra-radikalisme bagi kalangan dai dan ulama di berbagai daerah. Termasuk dalam penggunaan media sosial. Al Azhar dan Dar Ifta membentuk berbagai lembaga observasi yang tidak hanya mengkaji narasi-narasi radikal dan islamophobia, tetapi juga meng-counter. Para pakar juga turut dilibatkan, termasuk di antaranya mantan tokoh Salafi Jihadis Kamal Habib dan mantan ketua dewan syuro JI Najih Ibrahim.
Pemahaman bahwa Syariat Islam bukan hanya penerapan hudud, dan hudud pada zaman ini harus dibekukan, karena tidak adanya hakim yang mampu berijtihad dan saksi-saksi yang adil. Selain itu, kajian-kajian keagamaan perlu dikembangkan tidak hanya seputar fikih dan motivasi beragama, akan tetapi pendalaman keilmuan-keilmuan keislaman seperti ilmu hadits, ilmu tafsir, ushul fikih dan filsafat islam, termasuk ilmu-ilmu kesusasteraan Bahasa Arab. Semakin luasnya pemahaman akan keilmuan-keilmuan keislaman, maka semakin kuat pemahaman terhadap Al Qur’an dan As Sunnah, termasuk tidak hanya memahami Sirah Nabawiyah sebagai kisah-kisah peperangan akan tetapi manhaj kehidupan.
Pemahaman keislaman yang benar, akan semakin memperkuat Umat Islam dan membentengi dari naras-narasi radikalisme. Tentunya, Pemerintah Indonesia sangat perlu dukungan organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah serta Al Azhar, dalam memperbaharui dialektika keagamaan, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia semakin tentram, dan menjadi pondasi utama dalam pembangunan menuju negara maju.
_____
Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc., Pengamat Terorisme di Timur Tengah.
- Artikel Teropuler -
Bom Bandung: Persaingan ISIS dan Al Qaeda?
Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc. Ahad, 11-12-2022 | - Dilihat: 61

Oleh: Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc.
Selasa pagi, 7 Desember 2022, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan ledakan bom setelah serangan bom bunuh diri Makassar yang menggemparkan Indonesia pada Maret 2021 lalu. Lebih dati satu tahun, tidak ada ledakan bom di pemberitaan yang kita dengar. Bahkan, yang sering kita dengar adalah pemberitaan penangkapan para pelaku yang terlibat terorisme, termasuk pendanaan terorisme.
Bandung merupakan salah satu destinasi wisata, terutamanya bagi warga Jakarta, yang jenuh dengan pekerjaannya. Setiap akhir pekan banyak mobil dari Jakarta memadati Bandung, baik kafe-kafe di pinggiran Bandung atau pusat kota Bandung, termasuk di kawasan kecamatan Astana Anyar.
Secara geografis, Bandung merupakan salah satu wilayah yang sangat strategis karena terlindungi oleh benteng alam, yang dikelilingi oleh pegunungan. Gunung Burangrang terletak di sebelah barat Bandung. Gunung Bukit Tunggul berada di sebelah utara Bandung. Sebelah selatan Bandung terdapat 3 (tiga) gunung yaitu Gunung Tambakruyung, Gunung Patuha dan Gunung Kendang. Adapun di sebelah timur terdapat Gunung Manglayang dan Gunung Mandalawangi. Maka dari itu, pada saat agresi militer oleh Belanda, kota Bandung dibakar sebagai bagian dari taktik gerilya, agar tidak dikuasai oleh pasukan penjajah.
Nilai Historis Bandung bagi Kaum Islamis
Dalam catatan sejarah, kawasan selatan Jawa Barat dapat dikatakan mewarisi dosa para pemimpin republican yang karena perjanjian dengan Belanda, wilayah provinsi Jawa Barat menjadi kekuasaan Belanda pada tahun 1947, sehingga dimanfaatkan oleh kelompok Darul Islam bentukan Kartosuwiryo untuk mempropagandakan kepentingannya, dan menjadi salah satu basis dari Darul Islam (DI), kelompok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) dengan membentuk Tentara Islam Indoensia (TII) dan menerapkan Syariat Islam sesuai pemahaman mereka di Indonesia. Pada tahun 1949, muncul serangan atas Makodam Siliwangi yang dilakukan oleh Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), yang merupakan salah satu sayap DI/ TII dengan dibiayai oleh Tentara NICA Belanda untuk mengganggu eksistensi Republik Indonesia dengan teror kepada masyarakat.
DI/TII hanya memahami Syariat Islam sebagai hudud jinayat. Sehingga, penegakan Syariat Islam bagi DI/TII adlaah penerapan hukuman seperti rajam, cambuk dan pemenggalan kepala. Pemahaman tersebut sampai saat ini masih dan terus diwacanakan oleh DI/TII. Pemahaman tersebut juga mendorong anggota DI/TII dan kemudian keturunannya beserta para pengikutnya bergabung dengan organisasi-organisasi islamis ideologis trans-nasional seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir, serta Jama’ah Islamiyah (JI).
Ideologi dan pemahaman Ikhwanul Muslimin (IM) dan Hizbut Tahrir (HT) cukup berkembang di Bandung, khususnya di Masjid Salman kampus Institut Teknologi Bandung. Bahkan, Syiah juga berkembang di Bandung, akan tetapi tidak agresif seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Ideologi salafisme-wahhabisme juga berkembang di Bandung, dengan menangkat isu anti-Syiah, membentuk organisasi bernama ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) akan tetapi digunakan untuk menyerang siapapun yang berbeda dengan mereka.
Mereka yang bergabung dengan JI kemudian bergabung dengan Al Qaeda. Kemudian, dalam perjalanannya sel-sel teroris di Jawab Barat dan Banten (sering disebut Ring Banten) membentuk kelompok bernama Tauhid wal Jihad yang dipimpin oleh Aman Abdurrahman yang kemudian pada tahun 2013 bergabung ke ISIS. Sel-sel teroris ISIS terpecah menjadi Jama’ah Anshorud Daulah (JAD) maupun Jama’ah Anshorul Khilafah (JAK).
Hubungan ISIS dan JI di Indonesia
Dari sejarah Bandung dan kawasan selatan provinsi Jawa Barat dapat kita simpulkan merupakan basis kelompok-kelompok radikal tingkat lokal seperti DI/TII, ANNAS dan Front Pembela Islam (FPI). DI/TII yang tidak memiliki ideologi trans-nasional lebih dekat dengan JI (Al Qaeda) dan lebih bergerak di bawah tanah, selain karena faktor historis, keterlibatan sel-sel teroris DI/TII dalam Perang Afghanistan melawan Uni Soviet pada dekade 1980-an.
Berbeda dengan kelompok-kelompok trans-nasional seperti IM, HT, dan ISIS, termasuk juga Khilafatul Muslimin (KM), yang berkembang di kawasan utara provinsi Jawa Barat. Dapat dikatakan, hubungan antar organisasi-organisais radikal tersebut, berjalan dengan baik.
Hubungan sel-sel teroris ISIS dan para tokoh JI selama ini berjalan baik. Tidak terdapat saling serang bahkan saling serang antara sel-sel teroris ISIS dan para tokoh JI, baik di dalam ataupun di dalam penjara. Pada tahun 2014, para tokoh JI di Indonesia dan di Suriah, juga turut membantu memberikan fasilitas keberangkatan sel-sel teroris ISIS ke Suriah, termasuk di antaranya dari JAD ISIS Bandung, yang dikenal dengan Sel Bandung.
Adanya eksistensi Sel Bandung menunjukkan bahwa, walaupun Bandung merupakan basis JI (Al Qaeda), juga menjadi tempat strategis bagi ISIS. Kota lain seperti Bandung adalah kawasan Solo Raya di provinsi Jawa Tengah yang meliputi Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Sragen, Salatiga dan Wonogiri.
Perkembangan Hubungan ISIS dan Al Qaeda
Pada tahun 2012, Jubhah Nusrah yang merupakan sayap Al Qaeda di Suriah mengirimkan utusan kepada ISIS agar kembali bergabung dengan Al Qaeda. Tetapi, ISIS menolak dan bahkan membunuh semua utusan Al Qaeda. Setelah menyatakan dirinya sebagai Khilafah Islam pada Juni 2014, ISIS memprovokasi bahwa Al Qaeda adalah kaum kafir dan harus bertaubat serta bergabung dengan ISIS.
Kekalahan ISIS yang beruntut pada tahun 2017, semakin memuncak setelah tewasnya Abu Bakar Al Baghdadi. Para pemimpin ISIS merupakan figur yang lemah. Abu Ibrahim Al Qurasyi dan Abu Al Hasan Al Qurasyi, hanya memimpin ISIS dalam jangka waktu yang pendek, dan tidak mampu mengendalikan faksi-faksi ISIS yang saling mengkafirkan. Faksi Al Benali yang berasal dari Negara Teluk dikafirkan oleh faksi Al Furqan dari Irak, yang kemudian dikafirkan oleh faksi Al Hazimi dari Tunis.
Haiah Tahrir Syam (HTS) yang merupakan pengganti dari Jubhah Nushrah dan mengklaim memimpin Pemerintah Penyelamat Nasional Suriah, berusaha melindungi sel-sel teroris ISIS di Suriah yang terpencar akibat kekalahan tersebut, termasuk memberikan perlindungan kepada pemimpin ISIS Abu Bakar Al Baghdadi, yang tewas di Idlib (perbatasan Suriah-Turki), kawasan kekuasaan HTS.
Tidak sedikit sel-sel teroris ISIS yang ditampung oleh HTS di Idlib, dan kemudian diajak kembali ke pangkuan Al Qaeda. Uniknya, HTS menyebut aktifitas tersebut sebagai deradikalisasi. Bagi yang telah diseleksi, dan kembali ke pangkuan Al Qaeda, sel-sel teroris ISIS beserta keluarganya dibantu keluar Suriah melalui Turki. Sebagian lain tetap berada di Suriah membantu HTS mempertahankan diri dari serangan Tentara Suriah.
Sedangkan sebagian besar sel-sel teroris ISIS beserta istri dan anak-anaknya, berada di kamp-kamp yang merupakan penjara, baik di wilayah Pemerintah Suriah atau wilayah elemen-elemen oposisi termasuk Syrian Democtaric Army (SDA) yang berhaluan liberal. SDA didukung penuh oleh Amerika Serikat dan Turki.
Pemerintah Indonesia masih memiliki hubungan yang resmi dengan Pemerintah Suriah, dan hubungan itu sangat erat. Dubes Indonesia di Suriah adalah Warid Fauzi dan Dubes Suriah untuk Indonesia adalah Abdul Mun’im Annan. Jika mengembalikan sel-sle teroris ISIS yang ditahan oleh Pemerintah Suriah, lebih mudah bagi Pemerintah Indonesia dari pada meminta sel-sel teroris ISIS yang ditahan oleh elemen-elemen oposisi yang tidak diakui oleh Pemerintah Indonesia sampai saat ini.
Usaha ISIS Mewujudkan Mimpi Al Baghdadi
Walaupun lemah dan semakin melemah, ISIS masih tetap ingin menerapkan pemahamannya, yaitu penerapan Syariat Islam yang hanya dipahami dengan penerapan hudud secara serampangan di kota terpencil di Suriah, Jasim, provinsi Dar’a. ISIS lupa, kawasan Dar’a merupakan wilayah kekuasaan elemen oposisi Suriah, SDA yang membenci penerapan hukum berasas agama. Faksi Al Hazimi yang paling radikal dan berada di samping Abu Al Hasan Al Qurasyi, tidak mampu melindungi pemimpinnya dari tekanan SDA.
Demi menghindari perpecahan, ISIS segera melantik Abu Al Husain Al Qurasyi sebagai pemimpin. Sebagai upaya untuk meningkatkan pengaruhnya, Abu Al Husain Al Qurasyi meminta sel-sel teroris ISIS di berbagai negara untuk melancarkan aksi-aksi teror, dengan target Umat Kristiani dan aparat keamanan, dengan provokasi bahwa Umat Islam di kawasan Asia Tenggara disebut sebagai lemah dan pemalas. Tentunya maksud dari Umat Islam di sini adalah hanya para pengikut ISIS, bukan Umat Islam keseluruhan.
Aksi-aksi teror dengan strategi lonely wolfs, menjadi andalan bagi ISIS saat ini untuk menunjukkan eksistensinya. Hanya, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, dari mana sel-sel teroris ISIS mendapatkan dana untuk membeli bahan peledak dan bahan-bahan untuk merakit bom.
Jika kita melihat kondisi ekonomi pelaku bom Agus Sujatno, maka dapat kita perkirakan, tidak mungkin dirinya dapat mempunyai dana yang cukup untuk menciptakan bom yang terdengar hingga radius 5 KM. Selain itu, Agus Sujatno yang sejak bebas dari penjara pada tahun 2021 berada di kawasan Solo Raya, juga menjadi pertanyaan, alasan Bandung sebagai target teror.
Kerja sama Al Qaeda dan ISIS di Indonesia?
Operasi keamanan yang digencarkan Polri dalam hal ini Densus Anti Teror 88, yang banyak menarget para petinggi JI, khususnya para pimpinan JI yang terlibat pendanaan, mempersempit ruang gerak JI, akan tetapi aliran-aliran dana dan usaha-usaha para pemimpin JI yang menjadi sumber-sumber pendanaan JI, masih berjalan.
Persamaan ISIS dan JI sebagai kelompok yang beraliran Salafi Haroki Irhabi yang mengkafirkan pihak lain, ingin berkuasa dengan dalih penerapan Syariat Islam yang hanya dipahami dalam pelaksanaan hudud dan perjuangan yang dilakukan dalam bentuk aksi-aksi teror, tidak menutup kemungkinan adanya kerjasama simbiosis-mutualisme antara ISIS dengan Al Qaeda di Indonesia.
Menjadi catatan penting, bahwa pemahaman akidah, ideologi dan metode pergerakan, termasuk tujuan, baik ISIS ataupun Al Qaeda, adalah sama. Maka tidak menutup kemungkinan mereka saling membantu. Hal ini tentunya sangat perlu diperhatikan oleh aparat keamanan, dalam menyusun strategi, baik penindakan maupun penanggulangan terorisme, baik masa kini atau di masa depan, serta melakukan evaluasi terhadap strategi pemantauan, penanggulangan, penindakan dan deradikalisasi yang selama ini dilakukan.
Al Qaeda memiliki dendam karena para tokoh JI ditangkap oleh aparat keamanan. Sementara itu, sel-sel teroris ISIS memerlukan dana yang cukup untuk melancarkan aksi-aksi teror, sebagai jawaban atas propaganda Abu Al Husain Al Qurasyi. Pengungkapan pihak-pihak yang terlibat pada Bom Bandung, akan dengan sendirinya turut mengungkap kerjasama ISIS dan Al Qaeda di Indonesia.
Sudahkah Indonesia Memperbaharui Dialektika Keagamaan?
Nalar berfikir Al Qaeda dan ISIS adalah sama, karena berasal dari pemahaman yang sama. Dendam Abu A’la Al Maududi kepada Umat Hindu India yang disebut sebagai Masyarakat Jahiliyah, dipelajari oleh Sayid Quthb. Kemudian, Sayid Quthb yang masih mendekam di penjara pada tahun 1954 menggunakan istilah Masyarakat Jahiliyah untuk menyebut semua Umat Islam yang tidak bergabung dengan Ikhwanul Muslimin, yang dimanfaatkan hanya untuk melampiaskan balas dendamnya karena tidak diberi jabatan menteri pendidikan oleh Presiden Mesir Jamal Abdul Nasser. Padahal, Sayid Quthb merupakan rekan dekat Presiden Jamal Abdul Nasser dalam menyingkirkan feodalisme monarki Mesir.
Kader-kader organisasi khusus Ikhwanul Muslimin setelah Syaid Quthb tewas dihukum, terus menerus menyebarkan narasi Masyarakat Jahiliyah untuk menuding semua Umat Islam yang tidak bersimpati dan bergabung dengan Ikhwanul Muslimin. Umar At Tilmisani, selaku Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, tidak mampu membendung pengaruh organisasi khusus yang semakin massif dan radikal. Mereka yang kecewa dengan Umar At Tilmisani kemudian membentuk Jama’ah Islamiyah (JI), di antaranya adalah Najih Ibrahim dan Karam Zuhdi. Salafi Jihadis yang dipelopori Aiman Zawahiri menginfiltrasi JI dan memprovokasi kader-kader JI ke Afghanistan untuk melawan pengaruh Uni Soviet. Ideologi JI mendominasi kajian para foreign fighters dari berbagai negara yang berada di Afghanistan, termasuk Indonesia.
Kajian pergerakan gerakan-gerakan Islam khususnya kalangan pemuda terutamanya dari para pengikut NII yang ingin menerapkan Syariat Islam sesuai pemahamannya. Tidak sedikit yang terpengaruhi narasi-narasi JI dan organisasi khusus IM di antaranya yaitu istilah Masyarakat Jahiliyah yang digunakan untuk menyebut Umat Islam yang tidak mendukung, bergabung dan bersimpati kepada mereka.
Sayangnya, Indonesia telat dalam merespon perkembangan hal tersebut, bahkan pasca reformasi terjadi pergolakan dengan munculnya berbagai organisasi seperti Majelis Mujahidin Indonesia, seolah terjadi pembiaran, bahkan sejumlah tokoh baik hadir dalam sejumlah acara Hizbut Tahriri, seolah memberikan legitimasi. Selain itu, istilah Masyarakat Jahiliyah, juga masih beredar dalam berbagai dinamika politik tidak hany di tataran politik praktis, bahkan tingkat kampus.
Berbeda dengan Mesir. Pasca tumbangnya rezim Ikhwanul Muslimin, Al Azhar gencar mengkaji dan mengkampanyekan pembaharuan dialektika keagamaan, karena beredar di tengah masyarakat pemahaman penerapan Syariat Islam hanya dipahami sebagai penerapan hudud serta memerangi yang disebut sebagai Masyarakat Jahiliyah yang dipahami sebagai aparat kemanan dan warga sipil lainnya. Berbagai pertemuan digelar oleh Al Azhar di antaranya pada akhir 2014 membahas pemberantasan ideologi-ideologi radikalisme dan terorisme yang berbahaya. Salah satu hasilnya adalah mata pelajaran baru di tingkat sekolah menengah atas yaitu Kebudayaan Islam, yang mengoreksi istilah-istilah seperti takfir, khilafah, jihad hingga narkotika.
Selain itu, Al Azhar menggencarkan kajian-kajian keagamaan serta pelatihan-pelatihan kontra-radikalisme bagi kalangan dai dan ulama di berbagai daerah. Termasuk dalam penggunaan media sosial. Al Azhar dan Dar Ifta membentuk berbagai lembaga observasi yang tidak hanya mengkaji narasi-narasi radikal dan islamophobia, tetapi juga meng-counter. Para pakar juga turut dilibatkan, termasuk di antaranya mantan tokoh Salafi Jihadis Kamal Habib dan mantan ketua dewan syuro JI Najih Ibrahim.
Pemahaman bahwa Syariat Islam bukan hanya penerapan hudud, dan hudud pada zaman ini harus dibekukan, karena tidak adanya hakim yang mampu berijtihad dan saksi-saksi yang adil. Selain itu, kajian-kajian keagamaan perlu dikembangkan tidak hanya seputar fikih dan motivasi beragama, akan tetapi pendalaman keilmuan-keilmuan keislaman seperti ilmu hadits, ilmu tafsir, ushul fikih dan filsafat islam, termasuk ilmu-ilmu kesusasteraan Bahasa Arab. Semakin luasnya pemahaman akan keilmuan-keilmuan keislaman, maka semakin kuat pemahaman terhadap Al Qur’an dan As Sunnah, termasuk tidak hanya memahami Sirah Nabawiyah sebagai kisah-kisah peperangan akan tetapi manhaj kehidupan.
Pemahaman keislaman yang benar, akan semakin memperkuat Umat Islam dan membentengi dari naras-narasi radikalisme. Tentunya, Pemerintah Indonesia sangat perlu dukungan organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah serta Al Azhar, dalam memperbaharui dialektika keagamaan, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia semakin tentram, dan menjadi pondasi utama dalam pembangunan menuju negara maju.
_____
Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc., Pengamat Terorisme di Timur Tengah.
0 Komentar
Tinggalkan Pesan