Belajar Sabar
Siti Nurun Na’imah Rabu, 20-4-2022 | - Dilihat: 58

Oleh: Siti Nurun Na’imah
Bulan Ramadan penuh keberkahan, hikmah, kemuliaan, dan kesabaran. Puasa adalah salah satu bagian dari sabar. Karena itu, marilah kita jadikan bulan Ramadan ini sebagai masa untuk melatih kesabaran.
الصومُ نِصْفُ الصَّبْرِ
“Puasa itu separuh (dari) sabar.” (Imam Ibnu Rajab al-Hanbali, Latha’if al-Ma’arif fî ma li Mawasim al-‘Am min al-Wadha’if, Kairo: Dar al-Hadits, 2002, h. 207).
Balasan untuk orang-orang yang menetapi kesabaran adalah pahala tiada batasnya. Hal ini sesuai dengan yang telah Allah SWT wahyukan dalam Al-Qur’an surah Az-Zumar: 10.
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
Sabar, secara bahasa, berarti al-habsu atau menahan diri dari gejolak alami yang ada di jiwa manusia, seperti rasa cemas, tidak puas, keluhan, dan lain sebagainya. Dalam bahasa Imam Majduddin al-Fairuzzabadi, sabar adalah aktivitas menahan diri, lisan, dan seluruh anggota tubuh dari ketidakpuasan, komplain, dan membuat kekacauan.
Banyak jalan bisa kita temukan untuk menguji kesabaran dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pula alasan yang dapat kita jadikan ladang untuk “ajar sabar” atau belajar sabar.
Begitu ringan lisan dan tangan kita bereaksi atas sebuah kejadian atau hal yang menurut kita membuat hati tidak nyaman. Alangkah tidak mudah menahan lidah kita, misalnya, untuk tidak mengeluh atau memberikan tanggapan, baik secara lisan atau tulisan atas apa yang kita temui. Hingga, tak jarang kita menjadi orang pertama yang sangat penting untuk menanggapi, menilai, mengatur, bahkan menghakimi orang lain.
Ringannya lidah kita memberikan reaksi, dan beratnya menahan diri, menunjukan betapa tidak mudah bersabar saat berada dalam sebuah keadaan yang ditemui. Mengeluhkan sesuatu yang semestinya tak perlu kita mengeluh. Memberikan penilaian pada sesuatu yang tidak pada tempatnya kita turut menilai. Atau, bahkan mengatur dan menghakimi hidup orang lain, bagian yang tidak sepantasnya kita terlibat terlalu jauh di dalamnya, masih banyak kita temui, bahkan mungkin kita lakukan.
Semua itu memberikan isyarat bahwa kita belum mampu menahan diri alias bersabar terhadap apa yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari kita, baik yang menyangkut diri kita sendiri maupun kehidupan orang lain.
Kesabaran yang dilatih dan ditumbuhkan benihnya di bulan Ramadan, diharapkan akan tumbuh di sebelas bulan selanjutnya. Bertambah subur, mengakar kokoh, dan merimbun daunnya, menjadi sebuah tanaman kesabaran yang menyejukkan, memberikan kebaikan bagi diri pribadi dan lingkungan sekitar.
Benarlah sekiranya ada yang menyampaikan supaya kita terus ajar sabar, belajar sabar. Tanpa ada batasan usia, melingkupi semua lapisan kehidupan. Ajar sabar, belajar untuk tidak banyak mengeluh, komplain, memberikan tanggapan, penilaian, bahkan sebuah penghakiman, yang bukan pada kapasitas dan kapabilitas kita untuk memberikannya.
Menahan lidah dan diri dari mengeluhkan sesuatu yang tidak perlu kita keluhkan bisa dimulai di bulan Ramadan ini. Silakan lakukan dari hal yang paling sederhana dan yang memungkinkan dapat dilakukan. Hingga, ajar sabar, dapat perlahan kita mulai, kita lakukan sedikit demi sedikit, dan perlahan-lahan.
Adalah benar bahwa tidak ada proses menuju kebaikan yang berjalan instan. Ajar sabar pun tidak berbatas waktu dan ruang. Semoga kita bisa terus berproses memperbaiki diri, ajar sabar, yang tak berbatas. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan pada kita untuk terus belajar sabar, lagi dan lagi. Amin.
_____
Siti Nurun Na’imah, Guru dan Penikmat Buku Tinggal di Kotagede, Yogyakarta
- Artikel Terpuler -
Belajar Sabar
Siti Nurun Na’imah Rabu, 20-4-2022 | - Dilihat: 58

Oleh: Siti Nurun Na’imah
Bulan Ramadan penuh keberkahan, hikmah, kemuliaan, dan kesabaran. Puasa adalah salah satu bagian dari sabar. Karena itu, marilah kita jadikan bulan Ramadan ini sebagai masa untuk melatih kesabaran.
الصومُ نِصْفُ الصَّبْرِ
“Puasa itu separuh (dari) sabar.” (Imam Ibnu Rajab al-Hanbali, Latha’if al-Ma’arif fî ma li Mawasim al-‘Am min al-Wadha’if, Kairo: Dar al-Hadits, 2002, h. 207).
Balasan untuk orang-orang yang menetapi kesabaran adalah pahala tiada batasnya. Hal ini sesuai dengan yang telah Allah SWT wahyukan dalam Al-Qur’an surah Az-Zumar: 10.
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
Sabar, secara bahasa, berarti al-habsu atau menahan diri dari gejolak alami yang ada di jiwa manusia, seperti rasa cemas, tidak puas, keluhan, dan lain sebagainya. Dalam bahasa Imam Majduddin al-Fairuzzabadi, sabar adalah aktivitas menahan diri, lisan, dan seluruh anggota tubuh dari ketidakpuasan, komplain, dan membuat kekacauan.
Banyak jalan bisa kita temukan untuk menguji kesabaran dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pula alasan yang dapat kita jadikan ladang untuk “ajar sabar” atau belajar sabar.
Begitu ringan lisan dan tangan kita bereaksi atas sebuah kejadian atau hal yang menurut kita membuat hati tidak nyaman. Alangkah tidak mudah menahan lidah kita, misalnya, untuk tidak mengeluh atau memberikan tanggapan, baik secara lisan atau tulisan atas apa yang kita temui. Hingga, tak jarang kita menjadi orang pertama yang sangat penting untuk menanggapi, menilai, mengatur, bahkan menghakimi orang lain.
Ringannya lidah kita memberikan reaksi, dan beratnya menahan diri, menunjukan betapa tidak mudah bersabar saat berada dalam sebuah keadaan yang ditemui. Mengeluhkan sesuatu yang semestinya tak perlu kita mengeluh. Memberikan penilaian pada sesuatu yang tidak pada tempatnya kita turut menilai. Atau, bahkan mengatur dan menghakimi hidup orang lain, bagian yang tidak sepantasnya kita terlibat terlalu jauh di dalamnya, masih banyak kita temui, bahkan mungkin kita lakukan.
Semua itu memberikan isyarat bahwa kita belum mampu menahan diri alias bersabar terhadap apa yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari kita, baik yang menyangkut diri kita sendiri maupun kehidupan orang lain.
Kesabaran yang dilatih dan ditumbuhkan benihnya di bulan Ramadan, diharapkan akan tumbuh di sebelas bulan selanjutnya. Bertambah subur, mengakar kokoh, dan merimbun daunnya, menjadi sebuah tanaman kesabaran yang menyejukkan, memberikan kebaikan bagi diri pribadi dan lingkungan sekitar.
Benarlah sekiranya ada yang menyampaikan supaya kita terus ajar sabar, belajar sabar. Tanpa ada batasan usia, melingkupi semua lapisan kehidupan. Ajar sabar, belajar untuk tidak banyak mengeluh, komplain, memberikan tanggapan, penilaian, bahkan sebuah penghakiman, yang bukan pada kapasitas dan kapabilitas kita untuk memberikannya.
Menahan lidah dan diri dari mengeluhkan sesuatu yang tidak perlu kita keluhkan bisa dimulai di bulan Ramadan ini. Silakan lakukan dari hal yang paling sederhana dan yang memungkinkan dapat dilakukan. Hingga, ajar sabar, dapat perlahan kita mulai, kita lakukan sedikit demi sedikit, dan perlahan-lahan.
Adalah benar bahwa tidak ada proses menuju kebaikan yang berjalan instan. Ajar sabar pun tidak berbatas waktu dan ruang. Semoga kita bisa terus berproses memperbaiki diri, ajar sabar, yang tak berbatas. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan pada kita untuk terus belajar sabar, lagi dan lagi. Amin.
_____
Siti Nurun Na’imah, Guru dan Penikmat Buku Tinggal di Kotagede, Yogyakarta
1 Komentar

2023-03-21 12:40:40
wmijfrjqwe
Belajar Sabar - Artikel di AnakPanah.ID | Melintas Batas Jaringan Anak Panah(JAP) awmijfrjqwe [url=http://www.gz1775du7g164g2mdt47gimo557m5xi5s.org/]uwmijfrjqwe[/url] wmijfrjqwe http://www.gz1775du7g164g2mdt47gimo557m5xi5s.org/
1 Komentar
2023-03-21 12:40:40
wmijfrjqwe
Belajar Sabar - Artikel di AnakPanah.ID | Melintas Batas Jaringan Anak Panah(JAP) awmijfrjqwe [url=http://www.gz1775du7g164g2mdt47gimo557m5xi5s.org/]uwmijfrjqwe[/url] wmijfrjqwe http://www.gz1775du7g164g2mdt47gimo557m5xi5s.org/
Tinggalkan Pesan