Ajaran Syiah dalam Hizbut Tahrir
Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc. Selasa, 9-8-2022 | - Dilihat: 65

Oleh: Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc.
Delegasi Hizbut Tahrir sowan ke Ayatullah Khamaeni, pemimpin spiritual tertinggi Iran, pada tahun 1984, atau 5 (lima) tahun setelah Revolusi Islam Iran. Pada pertemuan tersebut, Hizbut Tahrir menyampaikan permohonan agar sistem pemerintahan Republik Islam Iran diubah menjadi sistem pemerintahan Khilafah versi Hizbut Tahrir, yang bersifat trans-nasional.
Ayatullah Khamaeni sama sekali tidak memberikan jawaban. Sampai saat ini, secara resmi atau tidak resmi, Iran tidak memberikan jawaban atas permintaan Hizbut Tahrir. Diamnya Iran dianggap sebagai penolakan, sehingga sampai saat ini Hizbut Tahrir selalu menghina Iran dan meminta kader-kader Hizbut Tahrir di berbagai negara untuk menindas warga Syiah.
Tidak hanya Iran. Jurnalis Al Jazeera Basyir Musa Nafi’ juga menceritakan perjalanan Hizbut Tahrir ke Irak bertemu Saddam Husain dan ke Libya bertemu Muammar Gaddafi menawarkan sistem Khilafah versi Hizbut Tahrir yang bersifat trans-nasional. Sayangnya, Saddam Husain dan Muammar Gaddafi menolak tawaran Hizbut Tahrir. Seperti halnya Iran dan warga Syiah, Hizbut Tahrir memusuhi Saddam Husain dan Muammar Gaddafi.
Ternyata, Hizbut Tahrir juga menyerukan kepada Presiden Mesir Jenderal Besar Abdul Fattah As-Sisi dan Tentara Mesir untuk menegakkan Khilafah. Tentunya, Mesir yang rujukan keislamannya adalah Al Azhar, tidak menanggapi seruan Hizbut Tahrir.
Tahun 2003, Pengadilan Mesir telah memperkuat keputusan mendiang Presiden Anwar Sadat dalam melarang aktifitas Hizbut Tahrir. Mantan Grand Mufti Prof. Ali Jum’ah bahkan mengkomentari Hizbut Tahrir sebagai ‘tukang mengkhayal’ yang merusak nalar berfikir.
Seperti itu Hizbut Tahrir. Sejatinya membenci Saddam Husain, Muammar Gaddafi, Ayatullah Khamaeni dan Abdul Fattah As Sisi, akan tetapi berusaha mendekati dan mencari muka. Benar apa yang digambarkan oleh Syaikh Ali Ath Tahnthawi bahwa Hizbut Tahrir sama sekali tidak memiliki upaya yang nyata dalam perjuangan dan menganggap bahwa Negara Islam turun dari langit seperti hidangan terakhir untuk Nabi Isa AS bersama Kaum Hawari, kemudian Hizbut Tahrir memakan hidangan tersebut bersama kelompok-kelompok yang berusaha mendirikan Negara Islam.
Begitu juga saat Hizbut Tahrir bertemu dengan Taliban. Hizbut Tahrir memuji-muji Taliban dan menyebutkan dukungan Hizbut Tahrir serta persamaan pemikiran dan ideologi Hizbut Tahrir dengan Taliban. Berbeda saat ditanya oleh masyarakat umum atau aparat keamanan, Hizbut Tahrir akan menyampaikan bahwa pihaknya adalah mengecam segala bentuk aksi-aksi kekerasan dan tidak memiliki keterkaitan dengan kelompok-kelompok jihadis.
Melalui taqiyah seperti ini, Hizbut Tahrir dapat beraktifitas dengan bebas di Amerika Serikat dan Inggris serta negara-negara Eropa lainnya, bahkan dimanfaatkan oleh para tokoh Kiri-Baru karena dianggap sebagai juru bicara resmi bagi Umat Islam. Maka dari itu seolah-olah Hizbut Tahrir merasa mendapatkan otoritas atas nama Islam, padahal para tokoh Kiri-Baru yang beraliran neo-sosialis memiliki pandangan-pandangan yang sangat bertentangan dengan Islam seperti dukungan kepada kaum LGBT.
Padahal, saat Taliban berkuasa, Hizbut Tahrir menitipkan ribuan kadernya dari berbagai negara untuk dilatih secara militer di Afghanistan. Setelah Taliban tumbang pada invasi Amerika Serikat, ribuan kader Hizbut Tahrir tersebut melarikan diri kabur dari Afghanistan, yang sebagian besarnya ke Iran dan Pakistan, meminta perlindungan. Otoritas Tajikistan sendiri telah menangkap 400 kader Hizbut Tahrir yang mendapatkan pelatihan dari Taliban.
Berbeda lagi apa yang dikatakan para pimpinan Hizbut Tahrir kepada kader-kader Hizbut Tahrir bahwa Taliban adalah agen Amerika Serikat untuk menguasai Negara Islam. Apa yang dilakukan Hizbut Tahrir ini adalah taqiyah yang merupakan salah satu dari ajaran Syiah.
Taqiyah merupakan upaya menyembunyikan identitas jati diri yang dilakukan oleh kelompok Syiah pada masa Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbasiyah. Saat ini, warga Syiah tidak melakukan taqiyah karena tidak terancam seperti era Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Berbeda dengan Hizbut Tahrir dan sejenisnya yang selalu merasa terancam keselamatannya, bahkan mata pencahariannya.
Kita mendapati tidak sedikit kader Hizbut Tahrir yang mendaftarkan diri bekerja di instansi pemerintahan atau sejumlah lembaga pendidikan dan sosial seperti di amal usaha Muhammadiyah, bertaqiyah menyembunyikan identitasnya. Akan tetapi kemudian saat terungkap tanpa malu tetap bertahan.
Ulama Lebanon Prof. Thariq Al Lahham menjelaskan bahwa Taqiyuddin An Nabahani menyatakan dengan jelas siapapun yang tidak berbaiat kepada seorang khalifah, yaitu Amir Hizbut Tahrir, adalah kafir dan matinya dalam keadaan jahiliyah. Maka dari itu, walaupun Hizbut Tahrir bernarasi memuji Taliban dan mendiang Presiden Muhammad Mursi, sejatinya hal tersebut adalah taqiyah karena mereka hanya berbaiat kepada Amir Hizbut Tahrir dan diajarkan membenci para tokoh selain pemimpin Hizbut Tahrir.
Padahal, baik institusi pemerintahan atau lembaga pendidikan dan sosial seperti amal usaha Muhammadiyah, dianggap sebagai lembaga jahiliyah oleh Hizbut Tahrir. Maka dari itu, Pemerintah Indonesia mulai membersihkan diri dari anasir-anasir Hizbut Tahrir, yang juga perlu ditiru oleh Muhammadiyah untuk membersihkan diri dari para infiltran Hizbut Tahrir, karena akan merusak dari dalam, yaitu menyebarkan kegalatan berfikir dengan khayalan-khayalan yang terus dicari pembenarannya.
_____
Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc, Alumni Jurusan Sejarah Universitas Al Azhar Cairo Mesir
- Artikel Terpuler -
Ajaran Syiah dalam Hizbut Tahrir
Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc. Selasa, 9-8-2022 | - Dilihat: 65

Oleh: Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc.
Delegasi Hizbut Tahrir sowan ke Ayatullah Khamaeni, pemimpin spiritual tertinggi Iran, pada tahun 1984, atau 5 (lima) tahun setelah Revolusi Islam Iran. Pada pertemuan tersebut, Hizbut Tahrir menyampaikan permohonan agar sistem pemerintahan Republik Islam Iran diubah menjadi sistem pemerintahan Khilafah versi Hizbut Tahrir, yang bersifat trans-nasional.
Ayatullah Khamaeni sama sekali tidak memberikan jawaban. Sampai saat ini, secara resmi atau tidak resmi, Iran tidak memberikan jawaban atas permintaan Hizbut Tahrir. Diamnya Iran dianggap sebagai penolakan, sehingga sampai saat ini Hizbut Tahrir selalu menghina Iran dan meminta kader-kader Hizbut Tahrir di berbagai negara untuk menindas warga Syiah.
Tidak hanya Iran. Jurnalis Al Jazeera Basyir Musa Nafi’ juga menceritakan perjalanan Hizbut Tahrir ke Irak bertemu Saddam Husain dan ke Libya bertemu Muammar Gaddafi menawarkan sistem Khilafah versi Hizbut Tahrir yang bersifat trans-nasional. Sayangnya, Saddam Husain dan Muammar Gaddafi menolak tawaran Hizbut Tahrir. Seperti halnya Iran dan warga Syiah, Hizbut Tahrir memusuhi Saddam Husain dan Muammar Gaddafi.
Ternyata, Hizbut Tahrir juga menyerukan kepada Presiden Mesir Jenderal Besar Abdul Fattah As-Sisi dan Tentara Mesir untuk menegakkan Khilafah. Tentunya, Mesir yang rujukan keislamannya adalah Al Azhar, tidak menanggapi seruan Hizbut Tahrir.
Tahun 2003, Pengadilan Mesir telah memperkuat keputusan mendiang Presiden Anwar Sadat dalam melarang aktifitas Hizbut Tahrir. Mantan Grand Mufti Prof. Ali Jum’ah bahkan mengkomentari Hizbut Tahrir sebagai ‘tukang mengkhayal’ yang merusak nalar berfikir.
Seperti itu Hizbut Tahrir. Sejatinya membenci Saddam Husain, Muammar Gaddafi, Ayatullah Khamaeni dan Abdul Fattah As Sisi, akan tetapi berusaha mendekati dan mencari muka. Benar apa yang digambarkan oleh Syaikh Ali Ath Tahnthawi bahwa Hizbut Tahrir sama sekali tidak memiliki upaya yang nyata dalam perjuangan dan menganggap bahwa Negara Islam turun dari langit seperti hidangan terakhir untuk Nabi Isa AS bersama Kaum Hawari, kemudian Hizbut Tahrir memakan hidangan tersebut bersama kelompok-kelompok yang berusaha mendirikan Negara Islam.
Begitu juga saat Hizbut Tahrir bertemu dengan Taliban. Hizbut Tahrir memuji-muji Taliban dan menyebutkan dukungan Hizbut Tahrir serta persamaan pemikiran dan ideologi Hizbut Tahrir dengan Taliban. Berbeda saat ditanya oleh masyarakat umum atau aparat keamanan, Hizbut Tahrir akan menyampaikan bahwa pihaknya adalah mengecam segala bentuk aksi-aksi kekerasan dan tidak memiliki keterkaitan dengan kelompok-kelompok jihadis.
Melalui taqiyah seperti ini, Hizbut Tahrir dapat beraktifitas dengan bebas di Amerika Serikat dan Inggris serta negara-negara Eropa lainnya, bahkan dimanfaatkan oleh para tokoh Kiri-Baru karena dianggap sebagai juru bicara resmi bagi Umat Islam. Maka dari itu seolah-olah Hizbut Tahrir merasa mendapatkan otoritas atas nama Islam, padahal para tokoh Kiri-Baru yang beraliran neo-sosialis memiliki pandangan-pandangan yang sangat bertentangan dengan Islam seperti dukungan kepada kaum LGBT.
Padahal, saat Taliban berkuasa, Hizbut Tahrir menitipkan ribuan kadernya dari berbagai negara untuk dilatih secara militer di Afghanistan. Setelah Taliban tumbang pada invasi Amerika Serikat, ribuan kader Hizbut Tahrir tersebut melarikan diri kabur dari Afghanistan, yang sebagian besarnya ke Iran dan Pakistan, meminta perlindungan. Otoritas Tajikistan sendiri telah menangkap 400 kader Hizbut Tahrir yang mendapatkan pelatihan dari Taliban.
Berbeda lagi apa yang dikatakan para pimpinan Hizbut Tahrir kepada kader-kader Hizbut Tahrir bahwa Taliban adalah agen Amerika Serikat untuk menguasai Negara Islam. Apa yang dilakukan Hizbut Tahrir ini adalah taqiyah yang merupakan salah satu dari ajaran Syiah.
Taqiyah merupakan upaya menyembunyikan identitas jati diri yang dilakukan oleh kelompok Syiah pada masa Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbasiyah. Saat ini, warga Syiah tidak melakukan taqiyah karena tidak terancam seperti era Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Berbeda dengan Hizbut Tahrir dan sejenisnya yang selalu merasa terancam keselamatannya, bahkan mata pencahariannya.
Kita mendapati tidak sedikit kader Hizbut Tahrir yang mendaftarkan diri bekerja di instansi pemerintahan atau sejumlah lembaga pendidikan dan sosial seperti di amal usaha Muhammadiyah, bertaqiyah menyembunyikan identitasnya. Akan tetapi kemudian saat terungkap tanpa malu tetap bertahan.
Ulama Lebanon Prof. Thariq Al Lahham menjelaskan bahwa Taqiyuddin An Nabahani menyatakan dengan jelas siapapun yang tidak berbaiat kepada seorang khalifah, yaitu Amir Hizbut Tahrir, adalah kafir dan matinya dalam keadaan jahiliyah. Maka dari itu, walaupun Hizbut Tahrir bernarasi memuji Taliban dan mendiang Presiden Muhammad Mursi, sejatinya hal tersebut adalah taqiyah karena mereka hanya berbaiat kepada Amir Hizbut Tahrir dan diajarkan membenci para tokoh selain pemimpin Hizbut Tahrir.
Padahal, baik institusi pemerintahan atau lembaga pendidikan dan sosial seperti amal usaha Muhammadiyah, dianggap sebagai lembaga jahiliyah oleh Hizbut Tahrir. Maka dari itu, Pemerintah Indonesia mulai membersihkan diri dari anasir-anasir Hizbut Tahrir, yang juga perlu ditiru oleh Muhammadiyah untuk membersihkan diri dari para infiltran Hizbut Tahrir, karena akan merusak dari dalam, yaitu menyebarkan kegalatan berfikir dengan khayalan-khayalan yang terus dicari pembenarannya.
_____
Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc, Alumni Jurusan Sejarah Universitas Al Azhar Cairo Mesir
1 Komentar

2022-08-09 12:13:18
Prime
Saatnya bersih-bersih
1 Komentar
2022-08-09 12:13:18
Prime
Saatnya bersih-bersih
Tinggalkan Pesan