Membedah Ilmu Kalam: Pilar Rasional dalam Teologi Islam
Paramitha Maulida Sifa Rabu, 16-7-2025 | - Dilihat: 9

Oleh: Paramitha Maulida Sifa
Islam tidak hanya hadir sebagai agama yang mengatur ritual dan ibadah, melainkan juga sebagai sistem pemikiran yang utuh. Ilmu kalam menjadi salah satu cabang ilmu yang berperan penting dalam merumuskan dan mempertahankan keyakinan keislaman secara rasional. Istilah kalam merujuk pada percakapan atau debat, karena ilmu ini berkembang dari kebutuhan menjelaskan dan mempertahankan ajaran Islam melalui dialog intelektual.
Apa Itu Ilmu Kalam?
Secara bahasa, istilah kalam berasal dari bahasa Arab yang berarti "perkataan" atau "ucapan". Ahmad Hanafi menjelaskan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang mengkaji tentang keberadaan Allah, sifat-sifat yang wajib dimiliki-Nya, sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, dan sifat-sifat yang mungkin dimiliki-Nya.
Selain itu, ilmu ini juga membahas tentang para rasul, termasuk pembuktian kerasulan mereka serta sifat-sifat yang harus dimiliki, yang mustahil dimiliki, dan yang memungkinkan ada pada para rasul. Sedangkan menurut Husein Tripoli, ilmu kalam adalah cabang ilmu yang membahas dasar-dasar keyakinan Islam dengan landasan bukti yang kuat dan meyakinkan (dalam Muhammad Hasbi, 2015:1).
Hasbi al-Shiddieqy mengemukakan bahwa ilmu tauhid merupakan disiplin ilmu yang mengkaji metode dalam menetapkan keyakinan keagamaan dengan menggunakan berbagai jenis dalil yang dapat memberikan keyakinan, baik yang bersumber dari wahyu (naqli), akal (aqli), maupun dari intuisi atau rasa keimanan yang mendalam (wijdani) (dalam Muhammad Hasbi, 2015:2).
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang mempelajari dan mempertahankan akidah Islam dengan menggunakan pendekatan rasional dan argumentatif. Ilmu ini membahas tentang keberadaan Allah, sifat-sifat-Nya, serta sifat dan bukti kerasulan para nabi. Selain itu, ilmu kalam berperan untuk menguatkan keimanan dan menolak pandangan atau ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam yang benar menurut Ahlussunnah.
Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam
Perkembangan ilmu kalam tidak terlepas dari dinamika sosial, politik, dan intelektual yang dihadapi umat Islam sepanjang sejarah. Pada mulanya, ilmu kalam belum dikenal sebagai disiplin tersendiri. Umat Islam kala itu menyelesaikan persoalan aqidah secara langsung berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah.
Setelah munculnya konflik politik seperti pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan dan Perang Shiffin antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah, muncullah perpecahan yang melahirkan berbagai golongan seperti Khawarij dan Syi’ah. Perdebatan antara golongan ini menuntut jawaban teologis yang lebih mendalam, sehingga menjadi benih lahirnya ilmu kalam (Delia Putri et al., 2025).
Perkembangan ilmu kalam memasuki babak baru ketika Washil bin Atha’, murid Hasan al-Bashri, memisahkan diri dan mendirikan aliran Mu’tazilah. Aliran ini menjadikan akal sebagai alat utama untuk memahami Tuhan, menekankan keadilan dan kebebasan manusia, serta mendukung pemahaman rasional terhadap teks-teks agama. Di sinilah ilmu kalam mulai disusun secara sistematis dan digunakan dalam perdebatan dengan golongan non-Muslim maupun internal Islam sendiri (Putri et al., 2025).
Selanjutnya, ilmu kalam mengalami proses institusionalisasi, terutama sejak abad ke-5 Hijriah. Ilmu ini diajarkan di madrasah-madrasah resmi dan dijadikan bagian dari kurikulum pendidikan Islam klasik. Tokoh seperti Imam al-Ghazali memainkan peran penting dengan menggabungkan pendekatan kalam, filsafat, dan tasawuf. Karya-karyanya banyak dijadikan rujukan, tidak hanya dalam studi keislaman tetapi juga dalam pengembangan pemikiran etis dan spiritual.
Di era kontemporer, ilmu kalam menghadapi tantangan baru akibat berkembangnya filsafat Barat, ilmu pengetahuan modern, serta isu-isu seperti pluralisme, sekularisme, dan relativisme.
Beberapa tokoh pembaru seperti Muhammad Abduh dan Fazlur Rahman berusaha memperbarui pendekatan ilmu kalam agar lebih relevan dengan konteks zaman, tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar Islam. Mereka mencoba menghidupkan kembali semangat kritis dan dialogis dalam memahami aqidah di tengah realitas global yang kompleks.
Fungsi Ilmu Kalam
Ilmu kalam berfungsi sebagai fondasi intelektual yang memperkuat keyakinan seseorang melalui pendekatan rasional dan filsafat. Di samping itu, ilmu ini memiliki sejumlah fumgsi penting lainnya, seperti:Mengokohkan, menjaga, dan mempertahankan kemurnian akidah Islam dari penyimpangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.
Disisi lain ilmu kalam berfungsi dalam merespon ajaran sesat dengan memberikan penjelasan logis mengenai asal-usul dan latar belakangnya. Kemudian juga berfungsi dalam mendorong umat Islam untuk memahami konsep ketuhanan secara mendalam dan rasional.
Dalam hal keimanan ilmu kalam berfungsi melindungi keimanan seseorang dari pengaruh kesesatan dan mengarahkan pada keyakinan yang benar. Menjadi penopang nilai-nilai Islam yang berlandaskan pada tiga prinsip utama: iman, Islam, dan ihsan.
Ilmu Kalam sebagai Dasar Teologi Islam
Sebagai fondasi teologi Islam, ilmu kalam membangun kerangka berpikir yang sistematis tentang konsep keimanan. Ia mempertemukan antara akal dan wahyu dalam satu kesatuan yang saling melengkapi. Harun Nasution, dalam karyanya Islam Rasional, menjelaskan bahwa pendekatan rasional dalam ilmu kalam sangat penting untuk menghadirkan Islam sebagai agama yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Dalam konteks pendidikan Islam, ilmu kalam juga diajarkan sebagai materi yang menanamkan pemahaman mendalam mengenai rukun iman. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya mengetahui apa yang harus diyakini, tetapi juga mengapa ia harus diyakini.
Ilmu kalam bukan sekadar warisan intelektual masa lalu, melainkan ilmu yang tetap relevan dan penting dalam kehidupan umat Islam modern. Melalui pendekatan rasional, ilmu ini membantu memperkuat akidah, menjernihkan pemahaman, serta merespons tantangan pemikiran zaman.
Dengan mengenal ilmu kalam, umat Islam dapat membangun keyakinan yang kokoh dan tidak mudah goyah dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Maka, menjadikan ilmu kalam sebagai dasar teologi Islam adalah langkah penting dalam menjaga keutuhan iman dan akal secara bersamaan.
- Artikel Terpuler -
Membedah Ilmu Kalam: Pilar Rasional dalam Teologi Islam
Paramitha Maulida Sifa Rabu, 16-7-2025 | - Dilihat: 9

Oleh: Paramitha Maulida Sifa
Islam tidak hanya hadir sebagai agama yang mengatur ritual dan ibadah, melainkan juga sebagai sistem pemikiran yang utuh. Ilmu kalam menjadi salah satu cabang ilmu yang berperan penting dalam merumuskan dan mempertahankan keyakinan keislaman secara rasional. Istilah kalam merujuk pada percakapan atau debat, karena ilmu ini berkembang dari kebutuhan menjelaskan dan mempertahankan ajaran Islam melalui dialog intelektual.
Apa Itu Ilmu Kalam?
Secara bahasa, istilah kalam berasal dari bahasa Arab yang berarti "perkataan" atau "ucapan". Ahmad Hanafi menjelaskan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang mengkaji tentang keberadaan Allah, sifat-sifat yang wajib dimiliki-Nya, sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, dan sifat-sifat yang mungkin dimiliki-Nya.
Selain itu, ilmu ini juga membahas tentang para rasul, termasuk pembuktian kerasulan mereka serta sifat-sifat yang harus dimiliki, yang mustahil dimiliki, dan yang memungkinkan ada pada para rasul. Sedangkan menurut Husein Tripoli, ilmu kalam adalah cabang ilmu yang membahas dasar-dasar keyakinan Islam dengan landasan bukti yang kuat dan meyakinkan (dalam Muhammad Hasbi, 2015:1).
Hasbi al-Shiddieqy mengemukakan bahwa ilmu tauhid merupakan disiplin ilmu yang mengkaji metode dalam menetapkan keyakinan keagamaan dengan menggunakan berbagai jenis dalil yang dapat memberikan keyakinan, baik yang bersumber dari wahyu (naqli), akal (aqli), maupun dari intuisi atau rasa keimanan yang mendalam (wijdani) (dalam Muhammad Hasbi, 2015:2).
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang mempelajari dan mempertahankan akidah Islam dengan menggunakan pendekatan rasional dan argumentatif. Ilmu ini membahas tentang keberadaan Allah, sifat-sifat-Nya, serta sifat dan bukti kerasulan para nabi. Selain itu, ilmu kalam berperan untuk menguatkan keimanan dan menolak pandangan atau ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam yang benar menurut Ahlussunnah.
Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam
Perkembangan ilmu kalam tidak terlepas dari dinamika sosial, politik, dan intelektual yang dihadapi umat Islam sepanjang sejarah. Pada mulanya, ilmu kalam belum dikenal sebagai disiplin tersendiri. Umat Islam kala itu menyelesaikan persoalan aqidah secara langsung berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah.
Setelah munculnya konflik politik seperti pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan dan Perang Shiffin antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah, muncullah perpecahan yang melahirkan berbagai golongan seperti Khawarij dan Syi’ah. Perdebatan antara golongan ini menuntut jawaban teologis yang lebih mendalam, sehingga menjadi benih lahirnya ilmu kalam (Delia Putri et al., 2025).
Perkembangan ilmu kalam memasuki babak baru ketika Washil bin Atha’, murid Hasan al-Bashri, memisahkan diri dan mendirikan aliran Mu’tazilah. Aliran ini menjadikan akal sebagai alat utama untuk memahami Tuhan, menekankan keadilan dan kebebasan manusia, serta mendukung pemahaman rasional terhadap teks-teks agama. Di sinilah ilmu kalam mulai disusun secara sistematis dan digunakan dalam perdebatan dengan golongan non-Muslim maupun internal Islam sendiri (Putri et al., 2025).
Selanjutnya, ilmu kalam mengalami proses institusionalisasi, terutama sejak abad ke-5 Hijriah. Ilmu ini diajarkan di madrasah-madrasah resmi dan dijadikan bagian dari kurikulum pendidikan Islam klasik. Tokoh seperti Imam al-Ghazali memainkan peran penting dengan menggabungkan pendekatan kalam, filsafat, dan tasawuf. Karya-karyanya banyak dijadikan rujukan, tidak hanya dalam studi keislaman tetapi juga dalam pengembangan pemikiran etis dan spiritual.
Di era kontemporer, ilmu kalam menghadapi tantangan baru akibat berkembangnya filsafat Barat, ilmu pengetahuan modern, serta isu-isu seperti pluralisme, sekularisme, dan relativisme.
Beberapa tokoh pembaru seperti Muhammad Abduh dan Fazlur Rahman berusaha memperbarui pendekatan ilmu kalam agar lebih relevan dengan konteks zaman, tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar Islam. Mereka mencoba menghidupkan kembali semangat kritis dan dialogis dalam memahami aqidah di tengah realitas global yang kompleks.
Fungsi Ilmu Kalam
Ilmu kalam berfungsi sebagai fondasi intelektual yang memperkuat keyakinan seseorang melalui pendekatan rasional dan filsafat. Di samping itu, ilmu ini memiliki sejumlah fumgsi penting lainnya, seperti:Mengokohkan, menjaga, dan mempertahankan kemurnian akidah Islam dari penyimpangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.
Disisi lain ilmu kalam berfungsi dalam merespon ajaran sesat dengan memberikan penjelasan logis mengenai asal-usul dan latar belakangnya. Kemudian juga berfungsi dalam mendorong umat Islam untuk memahami konsep ketuhanan secara mendalam dan rasional.
Dalam hal keimanan ilmu kalam berfungsi melindungi keimanan seseorang dari pengaruh kesesatan dan mengarahkan pada keyakinan yang benar. Menjadi penopang nilai-nilai Islam yang berlandaskan pada tiga prinsip utama: iman, Islam, dan ihsan.
Ilmu Kalam sebagai Dasar Teologi Islam
Sebagai fondasi teologi Islam, ilmu kalam membangun kerangka berpikir yang sistematis tentang konsep keimanan. Ia mempertemukan antara akal dan wahyu dalam satu kesatuan yang saling melengkapi. Harun Nasution, dalam karyanya Islam Rasional, menjelaskan bahwa pendekatan rasional dalam ilmu kalam sangat penting untuk menghadirkan Islam sebagai agama yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Dalam konteks pendidikan Islam, ilmu kalam juga diajarkan sebagai materi yang menanamkan pemahaman mendalam mengenai rukun iman. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya mengetahui apa yang harus diyakini, tetapi juga mengapa ia harus diyakini.
Ilmu kalam bukan sekadar warisan intelektual masa lalu, melainkan ilmu yang tetap relevan dan penting dalam kehidupan umat Islam modern. Melalui pendekatan rasional, ilmu ini membantu memperkuat akidah, menjernihkan pemahaman, serta merespons tantangan pemikiran zaman.
Dengan mengenal ilmu kalam, umat Islam dapat membangun keyakinan yang kokoh dan tidak mudah goyah dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Maka, menjadikan ilmu kalam sebagai dasar teologi Islam adalah langkah penting dalam menjaga keutuhan iman dan akal secara bersamaan.
0 Komentar
Tinggalkan Pesan