• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan

Ibuku adalah Merpati

Wachid Hamdan Nur Jamal Senin, 18-9-2023 | - Dilihat: 97

banner

Oleh: Wachid Hamdan Nur Jamal

Suasana subuh masik pekat menyelimuti rumah berpagarkan tanaman bonsai itu. Di belakang rumah, nampak sosok tua yang tengah menimba air di sumur yang sudah berlumut. Peluh satu, dua, luruh jatuh kedalam sumber air bagi keluarga sederhana itu.

Dari pohon trembesi sebelah kanan sumur, terdengar indah kicauan burung emprit dan kawannanya. Seolah menemani perempuan renta yang masih sibuk dengan tali timba yang ditarik melewati katrol penuh karat, pertanda usia dan berjuta jasa sudah diabdikannya berember-ember air untuk penghuni rumah.

“Aryo, Tolong kamu nyalakan tungku dapur. Ibu hendak membuat sarapan!”, perintah sang ibu pada Aryo yang baru saja bangun, saat hendak masuk kamar kecil.

“Baik, Bu!”.

Dengan wajah yang masih kusut, Aryo yang baru pulang dari pesantren itu segera menyalakan tungku. Selesai itu ia kembali ke sumur untuk mengambil wudlu. Diamatinya sang ibu yang dengan telaten mencuci kedelai bahan baku tempe. Sejak kecil ia dibesarkan sang ibu dengan pundi-pundi untung dari penjualan tempe. Tepat ketika ia selesai mengambil wudlu, ibunya juga sudah selesai mencuci kedelai tadi. Bersama mereka melangkah masuk rumah.

“Bukannya ibu sakit? Mengapa masih membuat tempe?”, heran Aryo.

“Alhamdulillah sudah membaik, Nang. Justru obat bagi ibu, ya membuat tempe”, balas ibu sambil memasukan kedelai kedalam panci.

Di antara semburat emas ufuk imur yang merambati sela-sela daun trembesi dan pohon nangka di samping dapur, ikut mengudara pula uap masakan ibu yang selalu menyambut pagi dengan senyum. Paduan suara burung merpati peliharaan ibu, juga ikut meracik suasana pagi itu. Meski tangan itu sudah berukir keriput, ibu tetap lincah mengupas bawang—sesekali tangannya memasukan daun kelapa kering ke dalam tungku—sambil mengecek nasi yang tengah ditanak.

***

 

Satu jam kemudian, ibu sudah menata berbagai hidangan di atas tikar pandan. Di dapur, berbagai alat masak sudah bersih. Biji-biji kedelai juga tampak sedang diangin-anginkan supaya dingin. Telur, sayur lodeh, dan sambal teri tertata manis di mangkuk-mangkuk. Sama sekali Tiada nampak lelah di wajah tua ibu.

“Wah, enak sekali sarapan pagi ini, Bu!”, tegur ayah yang langsung duduk di samping ibu. Tidak lama kemudian menyusul pula Aryo dan Santi dari kamar masing-masing.

“Sudah-sudah, silakan segera sarapan!” perintah ibu saat semua sudah berkumpul.

Cekatan sekali tangan ibu membagi semua sajian di atas tikar. Ayah, Aryo, dan Santi sudah memegang jatah masing-masing. Kepul uap tipis dari nasi dan sayur lodeh menyeruak memenuhi ruangan berdinding papan itu. Di atas ruangan nampak beberapa cicak yang memperhatikan. Mereka seolah juga ingin menikmati hidangan ibu. Di tengah menikmati hidangan, tiba-tiba Santi bertanya pada ibu.

“Lho, Ibu ndak sarapan?”, heran Santi mengetahui ibu tidak makan, karena lauk dan nasi di atas tikar sudah habis.

“Sudah tadi, Nduk! Segera kalian habiskan sarapannya. Ibu minta tolong hantarkan pesanan dari warga. Dan kamu Aryo, tolong belikan ibu kedelai di tempat Mbah Murdi!” jelas ibu panjang lebar.

“Baik, bu!”, serentak Aryo dan Santi menjawab.

Lima belas menit kemudian, keluarga itu segera menjalankan aktivitas masing-masing. Ayah dengan vespa jadulnya berangkat ke sekolah; Aryo dan Santi berjalan kaki menuju tugas yang diberikan ibu; Sedangkan ibu di dapur tengah mengadon bahan pembuatan tempe. Mulai dari memberi ragi, memijat, dan mengaduk rata beberapa campuran lain.

“Mas Aryo, kamu tadi melihat ibu sarapan?”, tanya Santi membuka obrolan.

“Tidak, Dek. Karena tadi setelah membantu ibu menyalakan tungku, aku lekas masuk kamar, menyelesaikan tugas dari pondok”, jawab Aryo sambil menikmati udara pagi.

“Mengapa ibu dari dulu jarang mengambil jatah sarapan ya, mas? Terus mengapa makanannya itu Cuma pas buat kita bertiga?”.

“Entahlah. Aku juga tidak paham. Mungkin ibu memang sudah makan”, ujar aryo sekenannya.

Setiba di pertigaan desa, Aryo dan Ssanti saling melambaikan tangan berpisah ke tujuan masing-masing. Sebenarnya mereka berdua juga belum mendapatkan jawaban pasti mengapa ibu jarang mengambil sarapan. Bahkan kalau malam pun, beliau hanya makan dari sisa-sisa hidangan,  setelah membagi rata kepada Aryo, Santi, dan ayah. Beribu pertanyaan menjejali benak kedua anak penjual tempe itu.

***

 

Semburat merah sudah membara di ufuk barat. Beberapa orang nampak berjalan pulang menuju rumah. Ada yang dari ladang, kantor, dan sekolahan. Di atas langit tampak pula kawanan burung kuntul membentuk formasi hendak menuju sarang. Beberapa burung merpati juga menghiasi langit desa itu. Dengan cepat mereka mendarat di gupon masing-masing. Terdengar pula suara adzan maghrib mulai bersahutan dari corong-corong masjid.

Desa yang terletak di pinggiran kota Demak ini seperti bersolek memperlihatkannuansa asrinya. Apa lagi, dari kejauhan mulai terbentuk iringan-iringan  jemaah. Baik tua, muda, dan anak-anak, bersama mereka bergerak menuju masjid. Bagai barisan malaikat rombongan berbaju putih itu menyemut menuju rumah Allah. Di antara rombongan itu, nampak Santi berjalan di samping ibunya. Bergandengan mereka bergerak memenuhi panggilan Illahi. Selesai menunaikan salat, para jemaah ada yang pulang, juga ada yang tetap duduk di masjid menunggu salat isya.

“Hari ini ibu masak apa?”, tanya Santi sambil berjalan pulang.

“Orek tempe dan ikan pindang, Nduk”.

Mendapat jawaban dari ibu, Santi semakin tidak sabar sampai rumah. Baginya tidak ada masakan paling enak, kecuali racikan dari ibunya. Sama sekali ibu tidak pernah gagal dalam mengawinkan bumbu dan bahan makanan. Setiap yang diolahnya pasti menjadi sajian nikmmat, meski sederhana. Beberapa tumbuhan seperti jambu, sawo, dan parit kecil menemani kedua insan itu menuju kehangatan keluarga mereka.

“Silakan, segera habiskan makanan masing-masing”, ucap ibu sambil menuangkan sisa nasi dan sayur tempe orek ke piringnya.

“Ibu tidak makan pindang?” tanya Aryo dan Santi kompak. Mereka nampak heran, sebap ibu hanya makan menggunakan sayur. Ayah yang duduk di samping ibu hanya tersenyum. Dengan lahap ia menyantap makanan olahan istrinya itu.

“ Sudah dimakan saja. Ibu lagi tidak ingin makan ikan pindang. Biar sisa pindang itu disimpan untuk sarapan esok!”, balas ibu santai.

“Oh, iya. Santi, ini uang SPP-mu, Nduk! Penjualan tempe hari ini sangat laris. Alhamdulillah akhirnya terkumpul juga uang SPP-nya”, tukas ibu sambil menyodorkan amplop.

***

 

Aryo yang memang sendari kecil terbiasa dengan sikap ibunya itu, malam ini ia putuskan untuk membuntuti ibunya. Saat dikira semua sudah tidur, ibu terlihat tengah menekuri sebuah buku. Aryo juga tersentak saat ibu menggumam kalau cincin nikahnya terpaksa digadaikan. Pesta ikan pindang itu ternyata sisa dari uang hasil menggadai cincin.

“Semoga kalian menjadi anak pintar”, lirih ibu sambil beranjak menuju tumpukan piring kotor.

Saat Aryo mengendap menuju dapur, ia kembali tercengang. Ternyata ibu tengah menghabiskan sisa-sisa nasi di piring Santi dan piringnya. Beberapa kali nasi itu ditempelkan pada duri-duri pindang. Seolah itu menjadi pengobat rasa, agar ibu juga ikut makan pindang. Selain itu, Di dapur juga tidak ada sisa pindang seperti apa yang ibu ungkapkan tadi saat makan malam.

Saat hendak kembali ke kamar, tidak sengaja Aryo melihat buku usang yang tadi dibaca ibu. Penasaran karena ibu juga tengah mencuci piring di sumur, akhirnya ia membuka buku itu. Saat ini Aryo tidak hanya tercengang. Bulir bening kini sudah membasahi kedua pipinya. Di atas kertas putih itu, tertulis daftar hutang ibu. Selain itu, juga tercatat tentang kerugian penjualan tempe karena saat berjualan banyak para pembeli yang menawar di bawah harga normal.

“Loh, Aryo! Mengapa kamu belum tidur? Dan itu kamu lagi baca apa?”, tegur ibu dari belakang. Aryo yang tadinya larut dalam perasaan sedih, terperanjat mendengar pertanyaan itu.

Kini jelas sudah semua sikap ibu yang selalu makan terakhir. Bahkan ia juga sering menunjukan senyuman tiada beban. Hanya dari buku lusuh itu saja, Aryo sudah mendapat bayangan beban yang harus ditanggung orang tuanya. Bahkan di lembar terakhir tadi, ibu sudah bersepakat dengan ayah kalau Vespa jadul itu akan dijual untuk biayanya di pondok.

Sambil membawa buku lusuh itu, Aryo mendatangi ibu. Dipeluknya perempuan yang sudah berhias keriput dimana-mana itu. Tangisnya tiada kuasa ia bendung. Jangkrik yang tadinya nyaring bernyanyi di bawah meja, kini terdiam. Seolah ikut larut dalam suasana di dapur itu. Ibu tidak menunjukan rau marah, saat tahu kalau Aryo membaca bukunya. Ia hanya mengelus kepala Aryo sambil membisikan kata-kata yang menenangkan.

 

***

 “Ibu, izinkan Aryo berkerja saja! Nanti ngajinya cukup belajar dengan Kiai Matoya di masjid desa”, isak Aryo.

“Mengapa begitu, Nak? Bukannya kamu senang di pondok?”, tanya ibu lembut.

“Agar aku bisa meringankan beban ekonomi keluarga, bu”, balas aryo sambil mengusap ingus.

Ibu hanya tersenyum mendengar jawaban anaknya itu. Kini ibu membimbing Aryo duduk di kursi dekat tungku api. Ia tatap Aryo lembut. Diusapnya pula puncak kepala sambil melafadzkan doa kebaikan untuk putranya itu.

“Kamu tahu induk merpati, Nak?” tanya ibu yang dibalas Aryo dengan anggukan.

Melihat anggukan Aryo, ibu menjelaskan bahwa demi bisa memberikan kesempatan hidup pada anaknya, induk merpati rela terbang jauh mencari makan. Setelah dapat, ia tidak menelan makanan itu. Dibawanya pulang biji-biji itu dalam paruhnya. Ketika tiba di sarang, dengan lembut makanan yang ia dapatkan, langsung diberikan pada anak-anak merpati yang belum bisa terbang. Semua itu terus ia lakukan hingga merpati kecil sudah bisa mengepakan sayap membelah langit dan mencari makan sendiri.

“Kalau kamu lihat kemolekan merpati, indah bulu, dan romantisnya burung merpati, kesemuanya itu tidak terlepas dari didikan sang induk”, ujar ibu menjeda penjelasan.

“Maka dari itu, ibu dan ayah hanya belajar dari induk merpati untuk terus berusaha memberikan yang terbaik untukmu dan Sinta. Baru kelak kketika kalian sudah bisa terbang dan memiliki kemanfaatan, di situlah cita-cita kami tercapai. Jadi teruslah belajar di pondok. Biarkan ibu dan ayahmu menjalani peran sebagai orang tua yang belajar dari induk merpati”, ujar ibu menutup nasihatnya. Aryo yang mendengar penjelasan itu, langsung bersujud mencium kaki  ibunya.

 

Sleman, 15 Agustus 2023.

Tags
33 Komentar
banner

2023-09-19 11:02:26

Alvara Triagusta

Pada cerita disini kita petik hikmahnya. Bahwa seperti itulah pengorbanan Orangtua dalam mewujudkan cita-cita anak-anaknya. Maka, selaku anak jangan pernah sekali-kali mengabaikan pengorbanan Orangtua yang sangat besar tersebut. Tulisan yang ditulis oleh Sdr. Wachid Hamdan ini sangat menyentuh banyak orang untuk dijadikan bahan renungan dan muhasabah diri. Sudah seberapa kita dalam menghargai jasa orangtua kita? Apakah kita hanya bisa menjadi beban mereka dengan mengedepankan gengsi semata?

banner

2024-11-29 17:23:49

Ghgaqf

eriacta involve - forzest satisfaction forzest envelope

banner

2024-12-05 16:21:07

Zcksvw

purchase indinavir online - purchase voltaren gel cheap purchase emulgel for sale

banner

2024-12-09 21:15:18

Vblvwz

valif suspicious - order sustiva 20mg generic sinemet pills

banner

2024-12-11 21:57:37

Gywnju

purchase modafinil pills - buy duricef 500mg online cheap buy cheap generic combivir

banner

2024-12-16 19:26:06

Ecidzy

ivermectin 12 mg tablets - ivermectin covid order tegretol pills

banner

2024-12-18 16:56:59

Zuuixo

phenergan canada - promethazine 25mg us lincomycin 500 mg brand

banner

2024-12-30 16:30:30

Wxsvmc

order deltasone 5mg - order nateglinide online captopril order online

banner

2025-01-04 02:01:48

Ddjwfh

order prednisone 10mg online cheap - prednisone drug capoten 25 mg ca

banner

2025-01-17 16:28:55

Ohuwdw

order accutane 10mg pills - order decadron 0,5 mg pill order generic zyvox 600mg

banner

2025-01-18 09:56:55

Wjvncr

amoxil online - buy amoxicillin online buy combivent cheap

banner

2025-01-31 13:44:56

Qqsowi

zithromax tablet - oral tindamax 300mg buy nebivolol 5mg pills

banner

2025-02-02 14:54:47

Xywntn

brand prednisolone 5mg - cost prometrium 200mg progesterone without prescription

banner

2025-02-15 10:27:47

Cxmmsu

purchase augmentin without prescription - cymbalta 20mg pill order cymbalta 20mg

banner

2025-02-16 20:14:16

Bdarss

order monodox pill - order glucotrol online cheap glipizide 5mg cheap

banner

2025-02-23 13:50:55

Soibwa

buy clavulanate - buy nizoral no prescription buy duloxetine generic

banner

2025-02-25 09:17:15

Fbdanu

rybelsus tablet - buy semaglutide medication order cyproheptadine pill

banner

2025-02-28 06:49:17

Duyggp

oral zanaflex - tizanidine 2mg ca microzide us

banner

2025-03-06 04:13:45

Fztbfw

buy tadalafil 20mg - cheap cialis online viagra 100mg drug

banner

2025-03-07 14:21:31

Vhcivt

generic viagra - cialis next day delivery usa order cialis 40mg pill

banner

2025-03-16 19:28:18

Ebrfzj

generic cenforce 50mg - metformin 500mg oral glucophage 1000mg cheap

banner

2025-03-21 16:13:55

Cueknk

purchase prilosec pill - how to get atenolol without a prescription atenolol for sale

banner

2025-03-27 09:17:08

Cerccj

buy methylprednisolone 16 mg - aristocort 4mg for sale aristocort 10mg usa

banner

2025-03-29 10:56:46

Etgmtw

order clarinex online cheap - purchase priligy online cheap buy generic dapoxetine

banner

2025-03-31 08:11:18

Jluovp

order misoprostol pill - order diltiazem pills diltiazem cost

banner

2025-04-06 03:48:05

Naedtu

generic acyclovir 800mg - order acyclovir online cheap crestor 10mg cost

banner

2025-04-08 16:37:05

Fgorhe

buy motilium tablets - buy flexeril paypal buy flexeril medication

banner

2025-04-15 23:13:19

Suslss

buy motilium without a prescription - where to buy sumycin without a prescription buy cyclobenzaprine without a prescription

banner

2025-04-17 11:15:07

Jzrzhn

buy generic propranolol - buy inderal 10mg generic order methotrexate 5mg without prescription

banner

2025-04-20 10:09:33

Qzwniu

buy coumadin 5mg generic - order reglan 10mg generic brand hyzaar

banner

2025-04-24 05:50:45

Rpuyxi

purchase levofloxacin online - order zantac 150mg online cheap zantac 300mg for sale

banner

2025-04-24 17:00:36

Rbqlcf

generic nexium - imitrex for sale online buy generic sumatriptan online

banner

2025-04-30 05:36:36

Lgdxgk

order mobic online - order tamsulosin online order tamsulosin 0.2mg pills

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....

Ibuku adalah Merpati

Wachid Hamdan Nur Jamal Senin, 18-9-2023 | - Dilihat: 97

banner

Oleh: Wachid Hamdan Nur Jamal

Suasana subuh masik pekat menyelimuti rumah berpagarkan tanaman bonsai itu. Di belakang rumah, nampak sosok tua yang tengah menimba air di sumur yang sudah berlumut. Peluh satu, dua, luruh jatuh kedalam sumber air bagi keluarga sederhana itu.

Dari pohon trembesi sebelah kanan sumur, terdengar indah kicauan burung emprit dan kawannanya. Seolah menemani perempuan renta yang masih sibuk dengan tali timba yang ditarik melewati katrol penuh karat, pertanda usia dan berjuta jasa sudah diabdikannya berember-ember air untuk penghuni rumah.

“Aryo, Tolong kamu nyalakan tungku dapur. Ibu hendak membuat sarapan!”, perintah sang ibu pada Aryo yang baru saja bangun, saat hendak masuk kamar kecil.

“Baik, Bu!”.

Dengan wajah yang masih kusut, Aryo yang baru pulang dari pesantren itu segera menyalakan tungku. Selesai itu ia kembali ke sumur untuk mengambil wudlu. Diamatinya sang ibu yang dengan telaten mencuci kedelai bahan baku tempe. Sejak kecil ia dibesarkan sang ibu dengan pundi-pundi untung dari penjualan tempe. Tepat ketika ia selesai mengambil wudlu, ibunya juga sudah selesai mencuci kedelai tadi. Bersama mereka melangkah masuk rumah.

“Bukannya ibu sakit? Mengapa masih membuat tempe?”, heran Aryo.

“Alhamdulillah sudah membaik, Nang. Justru obat bagi ibu, ya membuat tempe”, balas ibu sambil memasukan kedelai kedalam panci.

Di antara semburat emas ufuk imur yang merambati sela-sela daun trembesi dan pohon nangka di samping dapur, ikut mengudara pula uap masakan ibu yang selalu menyambut pagi dengan senyum. Paduan suara burung merpati peliharaan ibu, juga ikut meracik suasana pagi itu. Meski tangan itu sudah berukir keriput, ibu tetap lincah mengupas bawang—sesekali tangannya memasukan daun kelapa kering ke dalam tungku—sambil mengecek nasi yang tengah ditanak.

***

 

Satu jam kemudian, ibu sudah menata berbagai hidangan di atas tikar pandan. Di dapur, berbagai alat masak sudah bersih. Biji-biji kedelai juga tampak sedang diangin-anginkan supaya dingin. Telur, sayur lodeh, dan sambal teri tertata manis di mangkuk-mangkuk. Sama sekali Tiada nampak lelah di wajah tua ibu.

“Wah, enak sekali sarapan pagi ini, Bu!”, tegur ayah yang langsung duduk di samping ibu. Tidak lama kemudian menyusul pula Aryo dan Santi dari kamar masing-masing.

“Sudah-sudah, silakan segera sarapan!” perintah ibu saat semua sudah berkumpul.

Cekatan sekali tangan ibu membagi semua sajian di atas tikar. Ayah, Aryo, dan Santi sudah memegang jatah masing-masing. Kepul uap tipis dari nasi dan sayur lodeh menyeruak memenuhi ruangan berdinding papan itu. Di atas ruangan nampak beberapa cicak yang memperhatikan. Mereka seolah juga ingin menikmati hidangan ibu. Di tengah menikmati hidangan, tiba-tiba Santi bertanya pada ibu.

“Lho, Ibu ndak sarapan?”, heran Santi mengetahui ibu tidak makan, karena lauk dan nasi di atas tikar sudah habis.

“Sudah tadi, Nduk! Segera kalian habiskan sarapannya. Ibu minta tolong hantarkan pesanan dari warga. Dan kamu Aryo, tolong belikan ibu kedelai di tempat Mbah Murdi!” jelas ibu panjang lebar.

“Baik, bu!”, serentak Aryo dan Santi menjawab.

Lima belas menit kemudian, keluarga itu segera menjalankan aktivitas masing-masing. Ayah dengan vespa jadulnya berangkat ke sekolah; Aryo dan Santi berjalan kaki menuju tugas yang diberikan ibu; Sedangkan ibu di dapur tengah mengadon bahan pembuatan tempe. Mulai dari memberi ragi, memijat, dan mengaduk rata beberapa campuran lain.

“Mas Aryo, kamu tadi melihat ibu sarapan?”, tanya Santi membuka obrolan.

“Tidak, Dek. Karena tadi setelah membantu ibu menyalakan tungku, aku lekas masuk kamar, menyelesaikan tugas dari pondok”, jawab Aryo sambil menikmati udara pagi.

“Mengapa ibu dari dulu jarang mengambil jatah sarapan ya, mas? Terus mengapa makanannya itu Cuma pas buat kita bertiga?”.

“Entahlah. Aku juga tidak paham. Mungkin ibu memang sudah makan”, ujar aryo sekenannya.

Setiba di pertigaan desa, Aryo dan Ssanti saling melambaikan tangan berpisah ke tujuan masing-masing. Sebenarnya mereka berdua juga belum mendapatkan jawaban pasti mengapa ibu jarang mengambil sarapan. Bahkan kalau malam pun, beliau hanya makan dari sisa-sisa hidangan,  setelah membagi rata kepada Aryo, Santi, dan ayah. Beribu pertanyaan menjejali benak kedua anak penjual tempe itu.

***

 

Semburat merah sudah membara di ufuk barat. Beberapa orang nampak berjalan pulang menuju rumah. Ada yang dari ladang, kantor, dan sekolahan. Di atas langit tampak pula kawanan burung kuntul membentuk formasi hendak menuju sarang. Beberapa burung merpati juga menghiasi langit desa itu. Dengan cepat mereka mendarat di gupon masing-masing. Terdengar pula suara adzan maghrib mulai bersahutan dari corong-corong masjid.

Desa yang terletak di pinggiran kota Demak ini seperti bersolek memperlihatkannuansa asrinya. Apa lagi, dari kejauhan mulai terbentuk iringan-iringan  jemaah. Baik tua, muda, dan anak-anak, bersama mereka bergerak menuju masjid. Bagai barisan malaikat rombongan berbaju putih itu menyemut menuju rumah Allah. Di antara rombongan itu, nampak Santi berjalan di samping ibunya. Bergandengan mereka bergerak memenuhi panggilan Illahi. Selesai menunaikan salat, para jemaah ada yang pulang, juga ada yang tetap duduk di masjid menunggu salat isya.

“Hari ini ibu masak apa?”, tanya Santi sambil berjalan pulang.

“Orek tempe dan ikan pindang, Nduk”.

Mendapat jawaban dari ibu, Santi semakin tidak sabar sampai rumah. Baginya tidak ada masakan paling enak, kecuali racikan dari ibunya. Sama sekali ibu tidak pernah gagal dalam mengawinkan bumbu dan bahan makanan. Setiap yang diolahnya pasti menjadi sajian nikmmat, meski sederhana. Beberapa tumbuhan seperti jambu, sawo, dan parit kecil menemani kedua insan itu menuju kehangatan keluarga mereka.

“Silakan, segera habiskan makanan masing-masing”, ucap ibu sambil menuangkan sisa nasi dan sayur tempe orek ke piringnya.

“Ibu tidak makan pindang?” tanya Aryo dan Santi kompak. Mereka nampak heran, sebap ibu hanya makan menggunakan sayur. Ayah yang duduk di samping ibu hanya tersenyum. Dengan lahap ia menyantap makanan olahan istrinya itu.

“ Sudah dimakan saja. Ibu lagi tidak ingin makan ikan pindang. Biar sisa pindang itu disimpan untuk sarapan esok!”, balas ibu santai.

“Oh, iya. Santi, ini uang SPP-mu, Nduk! Penjualan tempe hari ini sangat laris. Alhamdulillah akhirnya terkumpul juga uang SPP-nya”, tukas ibu sambil menyodorkan amplop.

***

 

Aryo yang memang sendari kecil terbiasa dengan sikap ibunya itu, malam ini ia putuskan untuk membuntuti ibunya. Saat dikira semua sudah tidur, ibu terlihat tengah menekuri sebuah buku. Aryo juga tersentak saat ibu menggumam kalau cincin nikahnya terpaksa digadaikan. Pesta ikan pindang itu ternyata sisa dari uang hasil menggadai cincin.

“Semoga kalian menjadi anak pintar”, lirih ibu sambil beranjak menuju tumpukan piring kotor.

Saat Aryo mengendap menuju dapur, ia kembali tercengang. Ternyata ibu tengah menghabiskan sisa-sisa nasi di piring Santi dan piringnya. Beberapa kali nasi itu ditempelkan pada duri-duri pindang. Seolah itu menjadi pengobat rasa, agar ibu juga ikut makan pindang. Selain itu, Di dapur juga tidak ada sisa pindang seperti apa yang ibu ungkapkan tadi saat makan malam.

Saat hendak kembali ke kamar, tidak sengaja Aryo melihat buku usang yang tadi dibaca ibu. Penasaran karena ibu juga tengah mencuci piring di sumur, akhirnya ia membuka buku itu. Saat ini Aryo tidak hanya tercengang. Bulir bening kini sudah membasahi kedua pipinya. Di atas kertas putih itu, tertulis daftar hutang ibu. Selain itu, juga tercatat tentang kerugian penjualan tempe karena saat berjualan banyak para pembeli yang menawar di bawah harga normal.

“Loh, Aryo! Mengapa kamu belum tidur? Dan itu kamu lagi baca apa?”, tegur ibu dari belakang. Aryo yang tadinya larut dalam perasaan sedih, terperanjat mendengar pertanyaan itu.

Kini jelas sudah semua sikap ibu yang selalu makan terakhir. Bahkan ia juga sering menunjukan senyuman tiada beban. Hanya dari buku lusuh itu saja, Aryo sudah mendapat bayangan beban yang harus ditanggung orang tuanya. Bahkan di lembar terakhir tadi, ibu sudah bersepakat dengan ayah kalau Vespa jadul itu akan dijual untuk biayanya di pondok.

Sambil membawa buku lusuh itu, Aryo mendatangi ibu. Dipeluknya perempuan yang sudah berhias keriput dimana-mana itu. Tangisnya tiada kuasa ia bendung. Jangkrik yang tadinya nyaring bernyanyi di bawah meja, kini terdiam. Seolah ikut larut dalam suasana di dapur itu. Ibu tidak menunjukan rau marah, saat tahu kalau Aryo membaca bukunya. Ia hanya mengelus kepala Aryo sambil membisikan kata-kata yang menenangkan.

 

***

 “Ibu, izinkan Aryo berkerja saja! Nanti ngajinya cukup belajar dengan Kiai Matoya di masjid desa”, isak Aryo.

“Mengapa begitu, Nak? Bukannya kamu senang di pondok?”, tanya ibu lembut.

“Agar aku bisa meringankan beban ekonomi keluarga, bu”, balas aryo sambil mengusap ingus.

Ibu hanya tersenyum mendengar jawaban anaknya itu. Kini ibu membimbing Aryo duduk di kursi dekat tungku api. Ia tatap Aryo lembut. Diusapnya pula puncak kepala sambil melafadzkan doa kebaikan untuk putranya itu.

“Kamu tahu induk merpati, Nak?” tanya ibu yang dibalas Aryo dengan anggukan.

Melihat anggukan Aryo, ibu menjelaskan bahwa demi bisa memberikan kesempatan hidup pada anaknya, induk merpati rela terbang jauh mencari makan. Setelah dapat, ia tidak menelan makanan itu. Dibawanya pulang biji-biji itu dalam paruhnya. Ketika tiba di sarang, dengan lembut makanan yang ia dapatkan, langsung diberikan pada anak-anak merpati yang belum bisa terbang. Semua itu terus ia lakukan hingga merpati kecil sudah bisa mengepakan sayap membelah langit dan mencari makan sendiri.

“Kalau kamu lihat kemolekan merpati, indah bulu, dan romantisnya burung merpati, kesemuanya itu tidak terlepas dari didikan sang induk”, ujar ibu menjeda penjelasan.

“Maka dari itu, ibu dan ayah hanya belajar dari induk merpati untuk terus berusaha memberikan yang terbaik untukmu dan Sinta. Baru kelak kketika kalian sudah bisa terbang dan memiliki kemanfaatan, di situlah cita-cita kami tercapai. Jadi teruslah belajar di pondok. Biarkan ibu dan ayahmu menjalani peran sebagai orang tua yang belajar dari induk merpati”, ujar ibu menutup nasihatnya. Aryo yang mendengar penjelasan itu, langsung bersujud mencium kaki  ibunya.

 

Sleman, 15 Agustus 2023.

Tags
33 Komentar
banner

2023-09-19 11:02:26

Alvara Triagusta

Pada cerita disini kita petik hikmahnya. Bahwa seperti itulah pengorbanan Orangtua dalam mewujudkan cita-cita anak-anaknya. Maka, selaku anak jangan pernah sekali-kali mengabaikan pengorbanan Orangtua yang sangat besar tersebut. Tulisan yang ditulis oleh Sdr. Wachid Hamdan ini sangat menyentuh banyak orang untuk dijadikan bahan renungan dan muhasabah diri. Sudah seberapa kita dalam menghargai jasa orangtua kita? Apakah kita hanya bisa menjadi beban mereka dengan mengedepankan gengsi semata?

banner

2024-11-29 17:23:49

Ghgaqf

eriacta involve - forzest satisfaction forzest envelope

banner

2024-12-05 16:21:07

Zcksvw

purchase indinavir online - purchase voltaren gel cheap purchase emulgel for sale

banner

2024-12-09 21:15:18

Vblvwz

valif suspicious - order sustiva 20mg generic sinemet pills

banner

2024-12-11 21:57:37

Gywnju

purchase modafinil pills - buy duricef 500mg online cheap buy cheap generic combivir

banner

2024-12-16 19:26:06

Ecidzy

ivermectin 12 mg tablets - ivermectin covid order tegretol pills

banner

2024-12-18 16:56:59

Zuuixo

phenergan canada - promethazine 25mg us lincomycin 500 mg brand

banner

2024-12-30 16:30:30

Wxsvmc

order deltasone 5mg - order nateglinide online captopril order online

banner

2025-01-04 02:01:48

Ddjwfh

order prednisone 10mg online cheap - prednisone drug capoten 25 mg ca

banner

2025-01-17 16:28:55

Ohuwdw

order accutane 10mg pills - order decadron 0,5 mg pill order generic zyvox 600mg

banner

2025-01-18 09:56:55

Wjvncr

amoxil online - buy amoxicillin online buy combivent cheap

banner

2025-01-31 13:44:56

Qqsowi

zithromax tablet - oral tindamax 300mg buy nebivolol 5mg pills

banner

2025-02-02 14:54:47

Xywntn

brand prednisolone 5mg - cost prometrium 200mg progesterone without prescription

banner

2025-02-15 10:27:47

Cxmmsu

purchase augmentin without prescription - cymbalta 20mg pill order cymbalta 20mg

banner

2025-02-16 20:14:16

Bdarss

order monodox pill - order glucotrol online cheap glipizide 5mg cheap

banner

2025-02-23 13:50:55

Soibwa

buy clavulanate - buy nizoral no prescription buy duloxetine generic

banner

2025-02-25 09:17:15

Fbdanu

rybelsus tablet - buy semaglutide medication order cyproheptadine pill

banner

2025-02-28 06:49:17

Duyggp

oral zanaflex - tizanidine 2mg ca microzide us

banner

2025-03-06 04:13:45

Fztbfw

buy tadalafil 20mg - cheap cialis online viagra 100mg drug

banner

2025-03-07 14:21:31

Vhcivt

generic viagra - cialis next day delivery usa order cialis 40mg pill

banner

2025-03-16 19:28:18

Ebrfzj

generic cenforce 50mg - metformin 500mg oral glucophage 1000mg cheap

banner

2025-03-21 16:13:55

Cueknk

purchase prilosec pill - how to get atenolol without a prescription atenolol for sale

banner

2025-03-27 09:17:08

Cerccj

buy methylprednisolone 16 mg - aristocort 4mg for sale aristocort 10mg usa

banner

2025-03-29 10:56:46

Etgmtw

order clarinex online cheap - purchase priligy online cheap buy generic dapoxetine

banner

2025-03-31 08:11:18

Jluovp

order misoprostol pill - order diltiazem pills diltiazem cost

banner

2025-04-06 03:48:05

Naedtu

generic acyclovir 800mg - order acyclovir online cheap crestor 10mg cost

banner

2025-04-08 16:37:05

Fgorhe

buy motilium tablets - buy flexeril paypal buy flexeril medication

banner

2025-04-15 23:13:19

Suslss

buy motilium without a prescription - where to buy sumycin without a prescription buy cyclobenzaprine without a prescription

banner

2025-04-17 11:15:07

Jzrzhn

buy generic propranolol - buy inderal 10mg generic order methotrexate 5mg without prescription

banner

2025-04-20 10:09:33

Qzwniu

buy coumadin 5mg generic - order reglan 10mg generic brand hyzaar

banner

2025-04-24 05:50:45

Rpuyxi

purchase levofloxacin online - order zantac 150mg online cheap zantac 300mg for sale

banner

2025-04-24 17:00:36

Rbqlcf

generic nexium - imitrex for sale online buy generic sumatriptan online

banner

2025-04-30 05:36:36

Lgdxgk

order mobic online - order tamsulosin online order tamsulosin 0.2mg pills

Tinggalkan Pesan

- Artikel Terpuler -

Cinta Tiada Bertepi
Erik Tauvani Somae
Rabu, 24-5-2023
thumb
Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Perundungan dan Pelecehan: Fenomena yang Mengancam Generasi
Hanifatun Jamil
Sabtu, 26-10-2024
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Purnawirawan dan Pilpres 2024
Iqbal Suliansyah
Sabtu, 14-10-2023
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Jumaldi Alfi: Kopi dan Seni
Iqbal Suliansyah
Senin, 3-2-2025
thumb
Lihat Semua Artikel....
Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Yayasan Sang Anak Panah (YASAPA).

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech