Menyusuri Jejak Sang Pencerah: Ziarah ke Makam KH Ahmad Dahlan dan Langgar Kidul
Di jantung Kota Pelajar, Yogyakarta, terdapat sebuah kompleks bersejarah yang menjadi saksi perjuangan KH Ahmad Dahlan—Sang Pencerah. Di sinilah Langgar Kidul berdiri sederhana, tetapi memancarkan keteguhan yang pernah hidup dalam langkah-langkah beliau. Namun, perjalanan kami hari itu bermula dari Langgar Kidul. Setelah itu, kami berziarah ke Makam KH Ahmad Dahlan di Karangkajen. Dua titik ini membuat sejarah terasa dekat dan menyentuh.
Saya dan Zaidan diajak Bu Sari, pengelola langgar, untuk menyusuri kisah-kisah inspiratif Sang Pencerah. Dari penuturannya, kami melihat bagaimana jejak dakwah KH Ahmad Dahlan bukan hanya catatan masa lalu, melainkan kisah yang terus hidup dan mewarnai sejarah Islam Indonesia.
Langgar Kidul Kauman: Jejak Dakwah KH Ahmad Dahlan
Langgar Kidul bagaikan permata tersembunyi di tengah keramaian kota. Bangunannya sederhana, berarsitektur khas Jawa, namun menyimpan suasana yang hangat dan menenangkan. Seolah-olah setiap sudutnya mengajak siapa pun yang datang untuk menundukkan suara bising dunia, lalu mendengar sesuatu yang lebih dalam: semangat pembaruan.
Di tempat inilah Kiai Dahlan menebar benih pembaruan Islam, mendorong umat agar tidak berhenti pada kebiasaan semata. Beliau mengajak kembali pada sumber utama, sekaligus berani membaca zaman. Langgar kecil itu, tempat gagasan-gagasan beliau dilontarkan, masih berdiri kokoh—seakan berbisik bahwa semangat yang tulus tidak mudah padam.
Di salah satu sudut ruangan, mushaf-mushaf Al-Qur’an kuno tersimpan rapi. Kehadirannya seperti pengingat bahwa gerakan besar sering kali bermula dari ruang-ruang yang sederhana, lalu tumbuh menjadi jalan panjang yang memberi manfaat.
Bu Sari menjelaskan bagaimana di tempat ini KH Ahmad Dahlan menanamkan nilai-nilai Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis, sekaligus tetap relevan dengan perkembangan zaman. Dari cerita beliau, kami mendapat pelajaran berharga tentang perjuangan KH Ahmad Dahlan merintis Muhammadiyah—sebuah gerakan yang terus bertumbuh dan memberi kontribusi hingga masa kini.
Ziarah ke Makam KH Ahmad Dahlan di Karangkajen
Setelah menyelami sejarah Langgar Kidul, kami melanjutkan perjalanan menuju Kampung Karangkajen, tempat peristirahatan terakhir beliau. Makam KH Ahmad Dahlan tampak sederhana. Tidak berlebihan, tidak menonjol, dan justru di situlah terasa pesan yang kuat: keteguhan dapat berjalan seiring dengan kesederhanaan.
Selain itu, di kompleks pemakaman ini juga terdapat makam tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya. Misalnya, KH Ahmad Badawi, KH Ibrahim, KH Noor, Aisyah Hilal, KH AR Fachruddin, KH Ahmad Azhar Basyir, dan Buya Yunahar Ilyas.
Di tengah suasana hening itu, muncul pertanyaan yang sejak awal menggelitik: mengapa KH Ahmad Dahlan tidak dimakamkan di Kampung Kauman—tempat beliau banyak menghabiskan waktu dan berkontribusi?
Kenapa Makam KH Ahmad Dahlan Bukan di Kauman?
Menurut Pak Nur Syamhudi, penjaga pemakaman Karangkajen, warga Kauman memang memiliki dua makam utama: Karangkajen dan Kuncen. Karena itu, cukup masuk akal jika KH Ahmad Dahlan dimakamkan di Karangkajen. Terlebih, warga Karangkajen juga dikenal memiliki kedekatan dan dukungan terhadap perkembangan Muhammadiyah pada masa itu.
Sementara itu, ketika Nyai Ahmad Dahlan wafat, situasi keamanan pada masa revolusi menyulitkan pemakaman di Karangkajen. Karena kondisi tersebut, beliau dimakamkan di Kauman—tempat kelahirannya. Selain itu, ada ikatan historis, sosial, dan emosional antara Kauman dan Karangkajen yang memang tidak bisa dipisahkan begitu saja.
Meski makam KH Ahmad Dahlan tampak sederhana dan tanpa keistimewaan khusus, hal itu selaras dengan pandangan Muhammadiyah. Penghormatan kepada beliau tidak diletakkan pada kemegahan makam, melainkan pada keberlanjutan perjuangan: melanjutkan dakwah, memperkuat gerakan, serta mengembangkan amal usaha yang telah dirintisnya untuk kemaslahatan umat.
Pelajaran dari Jejak Sang Pencerah
Perjalanan menelusuri jejak KH Ahmad Dahlan di Langgar Kidul dan Karangkajen terasa seperti simfoni yang menyentuh jiwa. Kami tidak hanya melihat tempat, tetapi juga diajak memahami gagasan. Kami belajar dari kisah inspiratif beliau, meneladani semangatnya, dan menyadari bahwa perubahan besar sering bermula dari keberanian untuk mempraktikkan nilai—bukan sekadar membicarakannya.
Semangat KH Ahmad Dahlan akan terus menjadi obor yang menerangi jalan, mengantarkan umat menuju masa depan yang lebih baik. Kami bersyukur dapat berkuliah di Universitas Ahmad Dahlan. Kami ingin menjadi generasi muda yang siap mengabdi kepada Muhammadiyah—sebagaimana tertulis dalam Janji Pelajar Muhammadiyah nomor 6: siap menjadi kader Muhammadiyah dan bangsa.
Akhirnya, perjalanan ini membuat kami paham bahwa wisata Jogja tidak hanya tentang Keraton atau candi-candi megah. Ada sisi lain Jogja yang tak kalah bermakna. Jejak sejarah lahirnya Muhammadiyah ada di sini. Dari sini kami membawa pulang satu kesan penting—bahwa Jogja adalah tempat sebuah gerakan besar bertumbuh, dan manfaatnya dirasakan luas oleh umat Islam di Indonesia.
___
Raihan Evan Sejati, Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi, Universitas Ahmad Dahlan.
Bagikan artikel ini :



Post Comment