Sumpur Kudus, Pengabdian, dan Pilihan Hidup
Sidiq Wahyu Oktavianto Kamis, 25-11-2021 | - Dilihat: 366
Oleh: Sidiq Wahyu Oktavianto
(Catatan Seorang Anak Panah)
Pada Juli 2020, atas berkat rahmat Allah Swt, saya menuntaskan studi sarjana. Satu perjuangan yang tidak mudah bagi saya. Meskipun demikian, keinginan untuk melanjutkan studi S-2 tampaknya telah bergelora.
Bak pucuk dicinta ulam pun tiba, ada pengumuman Majelis Dikdasmen PWM DIY membuka beasiswa bagi guru Muhammadiyah di lingkungan sekolah Muhammadiyah di DIY dengan syarat minimal mengajar tiga tahun di sekolah Muhammadiyah. Saya masuk dalam kriteria yang disyaratkan karena telah mengabdi di SD Muhammadiyah Insan Kreatif Kembaran selama tiga tahun sebagai guru.
Keinginan untuk melanjutkan studi dan pengumuman beasiswa S-2 saya sampaikan ke Bu Ning sebagai kepala sekolah dan Bu Nahar sebagai salah seorang guru di sekolah ini. Mereka sangat mendukung agar saya mengikuti program beasiswa tersebut. Saya pun mendaftar program beasiswa dari PWM DIY ini dan mengikuti tes seleksi tahap demi tahap.
Mendaftar beasiswa S-2 ini bagiku adalah kesempatan yang ditunggu-tunggu karena kondisi ekonomi pribadi tidak memungkinkan untuk membiayai kuliah secara mandiri. Setelah kelengkapan berkas terpenuhi, pada hari Rabu, 22 Juli 2020 saya menyerahkan berkas pendaftaran di hari terakhir batas pengumpulan. Dengan mengucap bismillah dan perasaan yakin, saya mendaftar beasiswa S-2 sebagai program dari PWM DIY untuk jurusan PAI di UAD.
Selang beberapa hari, seorang kakak kelas di Mu’allimin dan di IPM menelfon. Ia mengatakan bahwa akan membentuk Pimpinan Wilayah Perhimpunan Remaja Masjid Indonesia Dewan Masjid Indonesia (PRIMA DMI) wilayah DIY dan saya dimasukkan sebagai salah seorang pengurusnya. Karena yang meminta adalah kakak kelas dan untuk kebermanfaatan lebih luas, maka tiada kata yang terucap selain kata siap!
Ternyata terbukti benar nasihat Ustaz Erik Tauvani dulu, “Kalau kamu sudah menyelesaikan S-1, insyaallah akan banyak tawaran yang datang.” Walaupun nasihat ini dulunya dalam konteks memotivasi saya agar segera menyelesaikan kuliah S-1 yang tertunda beberapa semester.
Ternyata apa yang dikatakan beliau benar belaka saya alami. Sehari setelah tawaran untuk membentuk PRIMA DMI DIY, pada 25 Juli 2020 secara tiba-tiba Ustaz Erik mengirim pesan melalui WA: “Sidiq, mau dibenum dulu di luar Jawa?” Mendapat WA seperti itu hati langsung “mak deg” rasanya.
“Maksudnya?” Tanyaku kemudian.
“Jadi kader plus da’i di Sumpur Kudus selama dua tahun.” Jawab beliau.
Saat itu Ustaz Erik meminta untuk bertemu, tapi harus ditunda sejenak karena saya sedang dalam perjalanan ke Magelang untuk sebuah keperluan. Akhirnya kami bertemu sore hari dan Ustaz Erik menjelaskan semuanya, bahwa Buya Syafii Maarif meminta dicarikan kader untuk mengabdi di kampung halamannya.
Yang dicari adalah kader yang sudah S-1, dan saya baru saja menyelesaikan S-1. Beliau juga menjelaskan bahwa seluruh kebutuhan hidup sehari-hari nanti di sana akan di tanggung oleh Buya.
Sebuah tawaran yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Tawaran yang mengharuskan saya untuk segera menentukan pilihan dan memulai babak baru kehidupan. Dihadapkan dengan dua pilihan antara melanjutkan S-2 atau dibenum untuk mengabdi di Sumpur Kudus, Sumatera Barat, kampung halaman Buya Syafii Maarif.
Saya tidak langsung mengiyakan tawaran itu. Karena berkas S-2 sudah saya ajukan dan jadwal untuk tes juga sudah keluar. Banyak pertimbangan ketika saya dihadapkan oleh kedua pilihan ini. Selain sebagai seorang guru (tidak tetap) di SD Muhammadiyah Insan Kreatif Kembaran, saya juga pengurus PW IPM DIY dan PC IMM Bantul, relasi dengan kawan-kawan cukup kuat saya bangun selama ini, bahkan beasiswa S-2 sudah saya ajukan.
Mungkin jika saya memilih untuk tetap di Jogja, saya akan melanjutkan studi S-2, tetap mengajar di SD Muhammadiyah Insan Kreatif Kembaran, ya jalani kehidupan seperti biasa dengan segala macam persoalanya.
Di sisi lain, saya merasa masih perlu dengan suasana dan pengalaman baru. Rasanya saya ingin ada waktu sebentar untuk istirahat sejenak melepas hiruk pikuk kesibukan di Jogja untuk menambah pengalaman baru dan meng-upgrade diri.
Tawaran dari Buya ini adalah tawaran yang mulia. Saya mulai berpikir jika saya ambil tawaran ini, saya akan banyak belajar dengan pengalaman baru. Jiwa petualang saya merasa terpanggil.
Saya sampaikan terlebih dahulu tawaran itu kepada orang tua. Jawaban dari orang tua pertama sangat terkejut dan berat hati ketika mendengarnya. Pikiran orang tua pasti kemana-mana. Nanti tinggal di mana, dengan siapa, terus hidupnya bagaimana.
Kekhawatiran yang wajar orang tua terhadap kehidupan anaknya. Akhirnya, orang tua menyuruh saya untuk meminta saran kepada para guru saya, kemudian saya menemui Ustaz Ikhwan Ahada, Ustaz Hamdan Hambali, dan Bu Nahar sebagai seorang yang sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri. Semuanya memberikan saran yang berbeda-bedada.
Saya sampaikan tawaran ini kepada Bu Nahar, jawaban bilau mendingan memilih untuk melanjutkan S2 dan berkarir di Jogja. Namun Bu Nahar juga menyampaikan bahwa pilihan hidup saya ada di tangan saya sendiri.
Selanjutnya saya menemui Ustaz Ikhwan Ahada ditemani Ustaz Erik pada suatu sore tanggal 26 Juli 2020. Tentang tawaran ke Sumpur Kudus ini, Ustaz Ikhwan berkata: “Kalau saya jadi kamu, Mas, saya akan berangkat, mumpung masih muda cari pengalaman, untuk S-2 nanti dicari setelah dari pengabdian.” Satu jawaban yang membuat batin tersentak.
Setalah dari Ustaz Ikhwan, Saya menemui Ust Hamdan Hambali, dua orang mantan Direktur Madrasah Mu’allimin ini saya mintai pendapatnya agar saya memiliki kebijaksanaan dalam mengambil keputusan.
Ternyata, jawaban awal dari Ustaz Hamdan pun hampir mirip dengan jawaban orang tua saya, ada perasaan khawatir. Waktu saya menghadap beliau, saya belum menyampaiakn kalau saya diutus juga bersama seorang alumnus PUTM. Biar nanti Ustaz Erik saja yang menyampaikan.
Setelah dari Ustaz Hamdan, karena sudah memiliki beberapa pandangan, saya memutuskan untuk mengiyakan tawaran dari Buya, mengabdi ke Sumpur Kudus, dengan risiko melepaskan apa yang sudah saya bangun selama ini di Jogja untuk sementara waktu.
Selang beberapa hari dari pertemuan pertama dengan Ustaz Hamdan, saya melihat status Facebook dari Ustaz Fahmi Muqoddas tentang harapan Buya untuk kader PUTM yang diberangkatkan ke Sumpur Kudus. Dalam hal ini, PUTM merasa gembira untuk memenuhi harapan Buya tersebut. Saya mbatin, ini Ustaz Erik pasti sudah menyampaikan ke Ustaz Hamdan.
Setelah Ustaz Hamdan mengetahui semuanya, saya menemui beliau kembali di sebuah masjid dekat rumahnya, kemudian beliau memberikan jawaban yang berbeda dengan yang pertama. Beliau menegaskan: “Bagaimana, Mas, sudah siap kah untuk mengabdi di Sumpur Kudus?”
Titik kisar kedua di pilihan hidup saya setelah menjadi musyrif di Mu’allimin selama lima tahun. Barangkali suratan takdir belum mengizinkan saya untuk pulang berlama-lama di rumah. Belum genap satu bulan saya menempati kamar yang baru dibangun di rumah, saya harus pergi lagi untuk mengabdi ke masyarakat yang lebih luas.
Memang berat mengambil pilihan hidup ini, tapi karena ini adalah panggilan Persyarikatan, tiada kata lain selain kata siap. Teringat dengan sebuah kalimat dari Pak Mawardi, Direktur Madrasah Mu’allimin abad yang lalu: “Masyarakat itu, Nak, tanggung jawabmu.” Kalimat ini lah yang kemudian menggerakan hati saya untuk memilih pilihan hidup ini.
Meskipun banyak yang harus ditinggalkan, demi mengabdi dan memenuhi panggilan Persyarikatan, saya lepas semua untuk sementara waktu mengabdi di ranah Minang.
Menjadi kader adalah sebuah panggilan jiwa, maka ketika Persyarikatan memanggil untuk berjuang tiada kata selain kata “SIAP”. Muhammadiyah adalah wadah untuk berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, maka perjuangan di Muhammadiyah adalah selama hayat di kandung badan.
“Memang berat menjadi kader Muhammadiyah, ragu dan bimbang lebih baik pulang”, kata Jendral Besar Sudirman. Maka tidak ada lagi keraguaan dan kebimbangan sedikit pun dalam hati saya dalam perjuangan ini, apapun risiko ke depan harus siap untuk dihadapi.
Terima kasih untuk para guru yang selama ini memberikan banyak pelajaran kehidupan, doakan anakmu ini untuk berjuang di jalan Allah Swt. Semoga jalan perjuangan ini selalu diberi kemudahan oleh Allah Swt. Catatan pertama ini saya tulis ketika menunggu keberangkatan di bandara YIA.
Kulon Progo, 14 Agustus 2020
- Artikel Terpuler -
Sumpur Kudus, Pengabdian, dan Pilihan Hidup
Sidiq Wahyu Oktavianto Kamis, 25-11-2021 | - Dilihat: 366
Oleh: Sidiq Wahyu Oktavianto
(Catatan Seorang Anak Panah)
Pada Juli 2020, atas berkat rahmat Allah Swt, saya menuntaskan studi sarjana. Satu perjuangan yang tidak mudah bagi saya. Meskipun demikian, keinginan untuk melanjutkan studi S-2 tampaknya telah bergelora.
Bak pucuk dicinta ulam pun tiba, ada pengumuman Majelis Dikdasmen PWM DIY membuka beasiswa bagi guru Muhammadiyah di lingkungan sekolah Muhammadiyah di DIY dengan syarat minimal mengajar tiga tahun di sekolah Muhammadiyah. Saya masuk dalam kriteria yang disyaratkan karena telah mengabdi di SD Muhammadiyah Insan Kreatif Kembaran selama tiga tahun sebagai guru.
Keinginan untuk melanjutkan studi dan pengumuman beasiswa S-2 saya sampaikan ke Bu Ning sebagai kepala sekolah dan Bu Nahar sebagai salah seorang guru di sekolah ini. Mereka sangat mendukung agar saya mengikuti program beasiswa tersebut. Saya pun mendaftar program beasiswa dari PWM DIY ini dan mengikuti tes seleksi tahap demi tahap.
Mendaftar beasiswa S-2 ini bagiku adalah kesempatan yang ditunggu-tunggu karena kondisi ekonomi pribadi tidak memungkinkan untuk membiayai kuliah secara mandiri. Setelah kelengkapan berkas terpenuhi, pada hari Rabu, 22 Juli 2020 saya menyerahkan berkas pendaftaran di hari terakhir batas pengumpulan. Dengan mengucap bismillah dan perasaan yakin, saya mendaftar beasiswa S-2 sebagai program dari PWM DIY untuk jurusan PAI di UAD.
Selang beberapa hari, seorang kakak kelas di Mu’allimin dan di IPM menelfon. Ia mengatakan bahwa akan membentuk Pimpinan Wilayah Perhimpunan Remaja Masjid Indonesia Dewan Masjid Indonesia (PRIMA DMI) wilayah DIY dan saya dimasukkan sebagai salah seorang pengurusnya. Karena yang meminta adalah kakak kelas dan untuk kebermanfaatan lebih luas, maka tiada kata yang terucap selain kata siap!
Ternyata terbukti benar nasihat Ustaz Erik Tauvani dulu, “Kalau kamu sudah menyelesaikan S-1, insyaallah akan banyak tawaran yang datang.” Walaupun nasihat ini dulunya dalam konteks memotivasi saya agar segera menyelesaikan kuliah S-1 yang tertunda beberapa semester.
Ternyata apa yang dikatakan beliau benar belaka saya alami. Sehari setelah tawaran untuk membentuk PRIMA DMI DIY, pada 25 Juli 2020 secara tiba-tiba Ustaz Erik mengirim pesan melalui WA: “Sidiq, mau dibenum dulu di luar Jawa?” Mendapat WA seperti itu hati langsung “mak deg” rasanya.
“Maksudnya?” Tanyaku kemudian.
“Jadi kader plus da’i di Sumpur Kudus selama dua tahun.” Jawab beliau.
Saat itu Ustaz Erik meminta untuk bertemu, tapi harus ditunda sejenak karena saya sedang dalam perjalanan ke Magelang untuk sebuah keperluan. Akhirnya kami bertemu sore hari dan Ustaz Erik menjelaskan semuanya, bahwa Buya Syafii Maarif meminta dicarikan kader untuk mengabdi di kampung halamannya.
Yang dicari adalah kader yang sudah S-1, dan saya baru saja menyelesaikan S-1. Beliau juga menjelaskan bahwa seluruh kebutuhan hidup sehari-hari nanti di sana akan di tanggung oleh Buya.
Sebuah tawaran yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Tawaran yang mengharuskan saya untuk segera menentukan pilihan dan memulai babak baru kehidupan. Dihadapkan dengan dua pilihan antara melanjutkan S-2 atau dibenum untuk mengabdi di Sumpur Kudus, Sumatera Barat, kampung halaman Buya Syafii Maarif.
Saya tidak langsung mengiyakan tawaran itu. Karena berkas S-2 sudah saya ajukan dan jadwal untuk tes juga sudah keluar. Banyak pertimbangan ketika saya dihadapkan oleh kedua pilihan ini. Selain sebagai seorang guru (tidak tetap) di SD Muhammadiyah Insan Kreatif Kembaran, saya juga pengurus PW IPM DIY dan PC IMM Bantul, relasi dengan kawan-kawan cukup kuat saya bangun selama ini, bahkan beasiswa S-2 sudah saya ajukan.
Mungkin jika saya memilih untuk tetap di Jogja, saya akan melanjutkan studi S-2, tetap mengajar di SD Muhammadiyah Insan Kreatif Kembaran, ya jalani kehidupan seperti biasa dengan segala macam persoalanya.
Di sisi lain, saya merasa masih perlu dengan suasana dan pengalaman baru. Rasanya saya ingin ada waktu sebentar untuk istirahat sejenak melepas hiruk pikuk kesibukan di Jogja untuk menambah pengalaman baru dan meng-upgrade diri.
Tawaran dari Buya ini adalah tawaran yang mulia. Saya mulai berpikir jika saya ambil tawaran ini, saya akan banyak belajar dengan pengalaman baru. Jiwa petualang saya merasa terpanggil.
Saya sampaikan terlebih dahulu tawaran itu kepada orang tua. Jawaban dari orang tua pertama sangat terkejut dan berat hati ketika mendengarnya. Pikiran orang tua pasti kemana-mana. Nanti tinggal di mana, dengan siapa, terus hidupnya bagaimana.
Kekhawatiran yang wajar orang tua terhadap kehidupan anaknya. Akhirnya, orang tua menyuruh saya untuk meminta saran kepada para guru saya, kemudian saya menemui Ustaz Ikhwan Ahada, Ustaz Hamdan Hambali, dan Bu Nahar sebagai seorang yang sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri. Semuanya memberikan saran yang berbeda-bedada.
Saya sampaikan tawaran ini kepada Bu Nahar, jawaban bilau mendingan memilih untuk melanjutkan S2 dan berkarir di Jogja. Namun Bu Nahar juga menyampaikan bahwa pilihan hidup saya ada di tangan saya sendiri.
Selanjutnya saya menemui Ustaz Ikhwan Ahada ditemani Ustaz Erik pada suatu sore tanggal 26 Juli 2020. Tentang tawaran ke Sumpur Kudus ini, Ustaz Ikhwan berkata: “Kalau saya jadi kamu, Mas, saya akan berangkat, mumpung masih muda cari pengalaman, untuk S-2 nanti dicari setelah dari pengabdian.” Satu jawaban yang membuat batin tersentak.
Setalah dari Ustaz Ikhwan, Saya menemui Ust Hamdan Hambali, dua orang mantan Direktur Madrasah Mu’allimin ini saya mintai pendapatnya agar saya memiliki kebijaksanaan dalam mengambil keputusan.
Ternyata, jawaban awal dari Ustaz Hamdan pun hampir mirip dengan jawaban orang tua saya, ada perasaan khawatir. Waktu saya menghadap beliau, saya belum menyampaiakn kalau saya diutus juga bersama seorang alumnus PUTM. Biar nanti Ustaz Erik saja yang menyampaikan.
Setelah dari Ustaz Hamdan, karena sudah memiliki beberapa pandangan, saya memutuskan untuk mengiyakan tawaran dari Buya, mengabdi ke Sumpur Kudus, dengan risiko melepaskan apa yang sudah saya bangun selama ini di Jogja untuk sementara waktu.
Selang beberapa hari dari pertemuan pertama dengan Ustaz Hamdan, saya melihat status Facebook dari Ustaz Fahmi Muqoddas tentang harapan Buya untuk kader PUTM yang diberangkatkan ke Sumpur Kudus. Dalam hal ini, PUTM merasa gembira untuk memenuhi harapan Buya tersebut. Saya mbatin, ini Ustaz Erik pasti sudah menyampaikan ke Ustaz Hamdan.
Setelah Ustaz Hamdan mengetahui semuanya, saya menemui beliau kembali di sebuah masjid dekat rumahnya, kemudian beliau memberikan jawaban yang berbeda dengan yang pertama. Beliau menegaskan: “Bagaimana, Mas, sudah siap kah untuk mengabdi di Sumpur Kudus?”
Titik kisar kedua di pilihan hidup saya setelah menjadi musyrif di Mu’allimin selama lima tahun. Barangkali suratan takdir belum mengizinkan saya untuk pulang berlama-lama di rumah. Belum genap satu bulan saya menempati kamar yang baru dibangun di rumah, saya harus pergi lagi untuk mengabdi ke masyarakat yang lebih luas.
Memang berat mengambil pilihan hidup ini, tapi karena ini adalah panggilan Persyarikatan, tiada kata lain selain kata siap. Teringat dengan sebuah kalimat dari Pak Mawardi, Direktur Madrasah Mu’allimin abad yang lalu: “Masyarakat itu, Nak, tanggung jawabmu.” Kalimat ini lah yang kemudian menggerakan hati saya untuk memilih pilihan hidup ini.
Meskipun banyak yang harus ditinggalkan, demi mengabdi dan memenuhi panggilan Persyarikatan, saya lepas semua untuk sementara waktu mengabdi di ranah Minang.
Menjadi kader adalah sebuah panggilan jiwa, maka ketika Persyarikatan memanggil untuk berjuang tiada kata selain kata “SIAP”. Muhammadiyah adalah wadah untuk berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, maka perjuangan di Muhammadiyah adalah selama hayat di kandung badan.
“Memang berat menjadi kader Muhammadiyah, ragu dan bimbang lebih baik pulang”, kata Jendral Besar Sudirman. Maka tidak ada lagi keraguaan dan kebimbangan sedikit pun dalam hati saya dalam perjuangan ini, apapun risiko ke depan harus siap untuk dihadapi.
Terima kasih untuk para guru yang selama ini memberikan banyak pelajaran kehidupan, doakan anakmu ini untuk berjuang di jalan Allah Swt. Semoga jalan perjuangan ini selalu diberi kemudahan oleh Allah Swt. Catatan pertama ini saya tulis ketika menunggu keberangkatan di bandara YIA.
Kulon Progo, 14 Agustus 2020
4 Komentar
2024-12-02 08:20:32
Lpfdvj
eriacta earn - forzest intend forzest stomach
2024-12-04 10:36:18
Apmltx
valif online mean - purchase secnidazole online buy sinemet pill
2024-12-06 18:53:53
Ozfogl
valif toward - sinemet 20mg sale order sinemet 20mg online cheap
2024-12-08 01:37:24
Piinyc
buy crixivan sale - buy fincar without a prescription voltaren gel where to order
4 Komentar
2024-12-02 08:20:32
Lpfdvj
eriacta earn - forzest intend forzest stomach
2024-12-04 10:36:18
Apmltx
valif online mean - purchase secnidazole online buy sinemet pill
2024-12-06 18:53:53
Ozfogl
valif toward - sinemet 20mg sale order sinemet 20mg online cheap
2024-12-08 01:37:24
Piinyc
buy crixivan sale - buy fincar without a prescription voltaren gel where to order
Tinggalkan Pesan