Tambang-Mu: Antara Pro dan Kontra
Ahmad Aditiya Pratama Selasa, 30-7-2024 | - Dilihat: 89
Oleh: Ahmad Aditiya Pratama
Pada 27-28 Juli 2024, PP Muhammadiyah melaksanakan “Konsolidasi Nasional Muhammadiyah” yang digelar di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dengan bahasan konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Ormas keagamaan.
Dalam keputusan resmi Muhammadiyah yang dibacakan oleh Prof. Dr. Abdul Mu’ti, secara resmi Muhammadiyah menerima usaha pengelolahan tambang yang diberikan negara. Muhammadiyah berjanji akan menggunakan industri tambang ini dengan sebaik-baiknya dengan tidak mencari keuntungan semata.
Sebagai wujud tanggung jawab, Muhammadiyah membentuk tim pengelolahan tambang yang diketuai oleh Prof. Dr. Muhadjir Effendy. Muhammadiyah akan melakukan kerja sama dengan industri-industri tambang yang berpengalaman, memiliki integritas dan komitmen yang tinggi.
Sebagaimana yang telah diketahui, fatwa tentang tambang telah tersebar, saya sendiri menyaksikan proses sidang fatwa tersebut di kantor PP KH Ahmad Dahlan pada tanggal 24 Mei 2024. Fatwa tentang tambang tidak bisa dipahami sepotong-sepotong atau hanya diambil secomot saja, akan tetapi harus dipahami secara komprehensif dan ditambah dengan logika yang benar dalam membacanya.
Dalam fatwa tentang tambang tersebut berisi, bagian pertama menjelaskan tentang gambaran masalah yang dikaitkan dengan realitas sekarang, bagian kedua menguraikan pandangan agama berdasarkan manhaj tarjih dengan tiga tingkatan norma di dalamnya, dan bagian ketiga kesimpulan hukum tentang tambang. Fatwa ini selaras dengan tema Muktamar Muhammadiyah yang ke-48 di Surakarta yaitu “Ikhtiar menyelamatkan semesta” dan di jelaskan dalam buku Risalah Islam Berkemajuan hlm 75-76.
Namun dalam diri Muhammadiyah sendiri terjadi perbedaan pendapat mengenai permasalahan ini. ada yang mendukung dengan syarat dan juga ada yang menolak secara mentah mentah. Dari pandangan yang menerima, mereka berargumentasi bahwa
- Tambang termasuk dalam kategori muamalah atau al-umūr ad-dunyā yakni perkara-perkara duniawi yang pada asal hukumnya boleh,
- Alam semesta dan segala isinya adalah anugrah yang diberikan oleh Allah Swt agar dimanfaatkan untuk kemakmuran bumi,
- Barang tambang atau al-ma’ādin termasuk salah satu objek zakat,
- Pengelolahan tambang bisa dijalankan selama sesuai dengan pedoman dan prinsip islam seperti yang dituntunkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid.
Sedangkan dari sisi yang menolak bahwa persoalan tentang tambang ini dapat melahirkan madharat yang besar sehingga argumen yang dibagun berdasarkan asas sadd ẓari’ah. Adapun argumennya adalah
- Kegiatan pertambangan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup,
- Regulasi yang berlaku tidak berdasarkan asas keadilan dan kemaslahatan,
- Aktivitas pertambangan yang tidak memperhatikan hak masyarakat,
- Tambang yang dijadikan sebagai alat politik.
Akan tetapi ada argumen penguat yakni secara fikih tata kelola, pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan secara tiba-tiba, apakah tidak ada aturan UU yang harus ditempuh oleh negara? Seperti yang terjadi pada zaman foedal dulu. Nah, hal ini dapat memcederai prinsip kemodernan yang digaungkan oleh Muhammadiyah sendiri.
Terdapat logika seperti ini, jika Muhammadiyah menerima izin tambang terdapat 5 atau 6 PTM yang memiliki fakultas teknik pertambangan. maka bisa dibayangkan, di samping itu juga PTMA memiliki banyak fakultas ekonomi, sehingga Muhammadiyah lebih mampu dan layak memiliki bank sendiri, dari pada menerima konsesi tambang dari negara.
Dari segi argumentasi di atas setiap warga Muhammadiyah memiliki hak memilih dan hak untuk mengikuti, di samping itu warga Muhammadiyah juga harus menimbang dan memperhatikan mengenai dampak yang akan terjadi jika Muhammadiyah menerima tawaran izin tambang dari negara. Menggunakan nalar yang sehat serta logika yang tepat untuk memecahkan problem dalam masalah tambang ini.
Dengan langkah yang dilakukan Muhammadiyah dalam menerima usaha tambang ini, apakah Muhammadiyah mampu mewujudkan “ikhtiar menyelamatkan semesta” atau sebaliknya? Ikhtiar dan waktu yang akan membuktikan!
___
Ahmad Aditiya Pratama, Thalabah Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
- Artikel Terpuler -
Tambang-Mu: Antara Pro dan Kontra
Ahmad Aditiya Pratama Selasa, 30-7-2024 | - Dilihat: 89
Oleh: Ahmad Aditiya Pratama
Pada 27-28 Juli 2024, PP Muhammadiyah melaksanakan “Konsolidasi Nasional Muhammadiyah” yang digelar di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dengan bahasan konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Ormas keagamaan.
Dalam keputusan resmi Muhammadiyah yang dibacakan oleh Prof. Dr. Abdul Mu’ti, secara resmi Muhammadiyah menerima usaha pengelolahan tambang yang diberikan negara. Muhammadiyah berjanji akan menggunakan industri tambang ini dengan sebaik-baiknya dengan tidak mencari keuntungan semata.
Sebagai wujud tanggung jawab, Muhammadiyah membentuk tim pengelolahan tambang yang diketuai oleh Prof. Dr. Muhadjir Effendy. Muhammadiyah akan melakukan kerja sama dengan industri-industri tambang yang berpengalaman, memiliki integritas dan komitmen yang tinggi.
Sebagaimana yang telah diketahui, fatwa tentang tambang telah tersebar, saya sendiri menyaksikan proses sidang fatwa tersebut di kantor PP KH Ahmad Dahlan pada tanggal 24 Mei 2024. Fatwa tentang tambang tidak bisa dipahami sepotong-sepotong atau hanya diambil secomot saja, akan tetapi harus dipahami secara komprehensif dan ditambah dengan logika yang benar dalam membacanya.
Dalam fatwa tentang tambang tersebut berisi, bagian pertama menjelaskan tentang gambaran masalah yang dikaitkan dengan realitas sekarang, bagian kedua menguraikan pandangan agama berdasarkan manhaj tarjih dengan tiga tingkatan norma di dalamnya, dan bagian ketiga kesimpulan hukum tentang tambang. Fatwa ini selaras dengan tema Muktamar Muhammadiyah yang ke-48 di Surakarta yaitu “Ikhtiar menyelamatkan semesta” dan di jelaskan dalam buku Risalah Islam Berkemajuan hlm 75-76.
Namun dalam diri Muhammadiyah sendiri terjadi perbedaan pendapat mengenai permasalahan ini. ada yang mendukung dengan syarat dan juga ada yang menolak secara mentah mentah. Dari pandangan yang menerima, mereka berargumentasi bahwa
- Tambang termasuk dalam kategori muamalah atau al-umūr ad-dunyā yakni perkara-perkara duniawi yang pada asal hukumnya boleh,
- Alam semesta dan segala isinya adalah anugrah yang diberikan oleh Allah Swt agar dimanfaatkan untuk kemakmuran bumi,
- Barang tambang atau al-ma’ādin termasuk salah satu objek zakat,
- Pengelolahan tambang bisa dijalankan selama sesuai dengan pedoman dan prinsip islam seperti yang dituntunkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid.
Sedangkan dari sisi yang menolak bahwa persoalan tentang tambang ini dapat melahirkan madharat yang besar sehingga argumen yang dibagun berdasarkan asas sadd ẓari’ah. Adapun argumennya adalah
- Kegiatan pertambangan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup,
- Regulasi yang berlaku tidak berdasarkan asas keadilan dan kemaslahatan,
- Aktivitas pertambangan yang tidak memperhatikan hak masyarakat,
- Tambang yang dijadikan sebagai alat politik.
Akan tetapi ada argumen penguat yakni secara fikih tata kelola, pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan secara tiba-tiba, apakah tidak ada aturan UU yang harus ditempuh oleh negara? Seperti yang terjadi pada zaman foedal dulu. Nah, hal ini dapat memcederai prinsip kemodernan yang digaungkan oleh Muhammadiyah sendiri.
Terdapat logika seperti ini, jika Muhammadiyah menerima izin tambang terdapat 5 atau 6 PTM yang memiliki fakultas teknik pertambangan. maka bisa dibayangkan, di samping itu juga PTMA memiliki banyak fakultas ekonomi, sehingga Muhammadiyah lebih mampu dan layak memiliki bank sendiri, dari pada menerima konsesi tambang dari negara.
Dari segi argumentasi di atas setiap warga Muhammadiyah memiliki hak memilih dan hak untuk mengikuti, di samping itu warga Muhammadiyah juga harus menimbang dan memperhatikan mengenai dampak yang akan terjadi jika Muhammadiyah menerima tawaran izin tambang dari negara. Menggunakan nalar yang sehat serta logika yang tepat untuk memecahkan problem dalam masalah tambang ini.
Dengan langkah yang dilakukan Muhammadiyah dalam menerima usaha tambang ini, apakah Muhammadiyah mampu mewujudkan “ikhtiar menyelamatkan semesta” atau sebaliknya? Ikhtiar dan waktu yang akan membuktikan!
___
Ahmad Aditiya Pratama, Thalabah Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
0 Komentar
Tinggalkan Pesan