• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Donasi? Klik disini

Meneladankan Asmaul Husna

Heri Bayu Dwi Prabowo Kamis, 26-1-2023 | - Dilihat: 22

banner

Oleh: Heri Bayu Dwi Prabowo

Jika kita tidak mengetahui bagaimana kita berada, maka kita tidak dapat mengetahui makna eksistensi diri. Kita mengetahui bahwa Allah bereksistensi karena kita dan seluruh alam bereksistensi, karena kita diciptakan oleh-Nya. Dialah yang juga menciptakan pengetahuan, pengetahuan di dalam nama-nama yang dajarkan-Nya kepada Adam. Pengetahuan itu, yang diwarisi oleh semua manusia, berasal dari-Nya, milik-Nya, dan merupakan jalan menuju-Nya, jalan menuju kepada Yang Maha Mengetahui.

Persiapan Diri

Agar mampu mengawali jalan kebahagiaan, menjadi dekat dengan Tuhan kita, kita harus membersihkan hati kita dari rasa cinta dan rindu kepada dunia. Kedudukan manusia dalam penciptaan itu berada antara hewan dan malaikat. Kebutuhan dan hasrat badaniyah mencerminkan isi hewani manusia.

Makna utama eksistensi dan satu-satunya pendorong tindakan para malaikat adalah keinginan mereka untuk mengetahui, menemukan, dan berada di sisi Tuhan mereka. Inilah pula keadaan aspek kemalaikatan pada diri manusia.

Tentu, harus ada beberapa persiapan batin untuk mendekatkan diri kepada Tuhan kita. Pertama, kita harus berupaya mengendalikan jiwa hewani yang menguasai setiap orang.  Dengan demikian, Insya Allah, usaha ini akan membantu peneladanan kita menjadi kenyataan. Kedua, dalam menerapkan jejak-jejak sifat Allah yang ada di dalam diri kita sendiri dalam kehidupan, kita harus mengagungkan nilai dari sifat-sifat itu sendiri (Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi, 2008, hlm. 19–20).

Setelah mempersiapkan kedua hal tersebut, selanjutnya kita harus memantapkan hubungan diri kita dengan alam di sekitar kita, menyaksikan kesamaan antara keseluruhan eksistensi material diri kita sendiri, melihat bahwa manusia adalah mikrokosmos dari makrokosmos yang memantulkan sifat-sifat Allah.

Peneladanan

Tuhan bereksistensi dan kita pun bereksistensi. Eksistensi Tuhan bersifat kekal, sedangkan eksistensi kita bersifat sementara. Dia berdiri sendiri, sedangkan eksisensi kita bergantung pada-Nya. Eksistensi-Nya tidak berada di dalam ruang, sedangkan eksistensi kita terbatas dalam ruang dan waktu. Sifat-sifat-Nya mencerminkan ketakterbatasan-Nya, keadaan ini tidak dapat diperbandingkan dengan seberkas jejak sifat-sifat itu yang ada pada diri kita. Berdasarkan sifat-Nya itu, berikut beberapa contoh uraian untuk meneladani asmaul husna.

Al-Ghaffar (Maha Pengampun)

Al-Ghaffar berasal dari akar kata ghafara yang berarti menutupi. Dapat kita terjemahkan bahwa maghfirah dari Allah adalah dirahasiakannya dosa-dosa dan diampuninya segala kesalahan kita, dengan karunia-Nya dan rahmat-Nya, bukan karena tobat seorang hamba atau taatnya semata. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Ghaffar yakni dengan memaafkan kesalahan orang lain, menutupi kesalahan orang lain dengan tidak membeberkannya, dan menampakkan kelebihan orang lain dengan tidak menampilkan kekurangannya.

Al-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki)

Al-Razzaq berasal dari kata razaqa atau rizq, artinya rezeki. Al-Razzaq adalah Allah yang memberi banyak rezeki kepada makhluknya dan secara berulang-ulang. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Razzaq yakni dengan berkeyakinan bahwa Allah sudah menjamin rezeki tiap orang, berusaha semaksimal mungkin dalam bekerja dan disertai dengan qona’ah (merasa cukup), dan berinfak atau mengantarkan rezeki orang lain kepada yang berhak menerimanya.

Al-Malik (Maha Raja)

Al-Malik diartikan dengan raja atau penguasa. Kata Al-Malik menunjukkan bahwa Allah tidak membutuhkan segala sesuatu, melainkan segala sesuatu membutuhkan diri-Nya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Malik yakni dengan memahami bahwa manusia memiliki keterbatasan kepemilikan dalam segala hal, berusaha untuk mengendalikan hawa nafsunya yang berusaha menguasai diri, dan berusaha untuk menjadi hamba yang selalu bersyukur atas segala pemberian nikmat dari Allah.

Al-Hasib (Maha Mencukupi)

Menurut Imam al-Ghazali, Al-Hasib bermakna Allah yang mencukupi segala sesuatu. Sifat ini hanya dimiliki oleh Allah, karena hanya Allah saja yang maha mencukupi semua makhluk-Nya, dan diandalkan oleh seluruh makhluk-Nya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Hasib yakni bersikap tenang dan tenteram bersama dengan Allah, melakukan amal shaleh semata-mata karena Allah, dan melakukan intropeksi diri secara terus-menerus guna memperbaiki diri.

Al-Hadi (Maha Pemberi Petunjuk)

Al-Hadi artinya bahwa Allah yang menganugerahkan petunjuk atau hidayah kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya, sesuai dengan peranan makhluk dan sesuai dengan tingkatannya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Hadi yakni dengan meyakini bahwa petunjuk Allah itu banyak sekali, meyakini bahwa agama Islam adalah petunjuk Allah yang tertinggi, dan memberi petunjuk kepada orang lain dengan cara yang baik, santun, benar dan tanpa pamrih.

Al-Khaliq (Maha Pencipta)

Al-Khaliq berarti Allah mewujudkan segala sesuatu dengan ukuran yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Khaliq yakni dengan menciptakan berbagai karya yang inovatif dan bermanfaat bagi umat, serta meyakini bahwa Allah lah pencipta yang hakiki.

Al-Hakim (Maha Bijaksana)

Al-Hakim berasal dari kata hakama, yang terdiri dari huruf ha, kaf dan mim, yang maknanya secara umum berarti menghalangi. Dengan hikmah-Nya, Allah menghalangi atau menghindarkan terjadinya kemudharatan dan kesulitan yang lebih besar bagi makhluk-Nya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Hakim yakni dengan memperdalam ilmu pengetahuan guna mengetahui hikmah di setiap kejadian, berusaha untuk bertindak profesional dalam hal apapun, dan berusaha untuk bersikap bijaksana dalam segala hal (Muhammad Reza Azizi, 2016, hlm. 2–4).

Refleksi

Demikianlah beberapa contoh dalam meneladani asmaul husna yang dapat kita lakukan. Di mana Allah selalu mengasihi dan menyayangi makhluknya dengan cara melimpahkan nikmat rahmat dan karunia-Nya. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi kita untuk selalu bersyukur kepada Allah, yang mana diantara bentuk rasa syukur tersebut adalah dengan cara hidup saling mengasihi dan menyayangi antar sesama, dan juga kepada lingkungan alam.

Adapun di antara cara agar tercipta hidup yang saling mengasihi dan menyayangi antar sesama, maka hendaknya mengawali setiap kegiatan dengan membaca basmallah, bersikap ramah dan sopan kepada orang lain, mau berbagi dengan teman, menolong teman yang butuh bantuan, serta menggunakan nikmat Allah untuk hal-hal yang baik saja. Sedangkan kasih sayang kepada alam dapat berwujud melalui penjagaan lingkungan dari segala noda polusi, melestarikan aneka macam tumbuhan dan hewan, serta turut aktif menyuarakan penyelamatan lingkungan hidup kepada lembaga berwenang (Suparno Achmad, 2013, hlm. 23).

_____

Daftar Referensi

Muhammad Reza Azizi. (2016). Akidah Akhlak: Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013. Kementrian Agama RI.

Suparno Achmad. (2013). Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Yudhistira.

Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi. (2008). Asmaul Husna: Makna dan Khasiat (4 ed.). Serambi Ilmu Semesta.

_____

Heri Bayu Dwi Prabowo, S.Pd., M.A. Aktivitas kesehariannya selalu membaca, tafakur dan tadabur alam, Tuhan dan manusia. Berharap tunduk patuh dihadapan-Nya dengan qalbun salim, ridha dan diridhai oleh-Nya, adalah gerbong pemberhentian yang hendak dicapai.

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Teropuler -

Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Menjernihkan Kesalahpahaman Terhadap Buya Syafii Maarif
Robby Karman
Senin, 30-5-2022
thumb
Childfree dan Mengatur kelahiran dalam Islam
Nofra Khairon
Selasa, 18-1-2022
thumb
Kemenangan Muhammadiyah di Kandang Nahdlatul Ulama
Achmad Ainul Yaqin
Senin, 14-11-2022
thumb
BNPT dan Perang Melawan Terorisme
Iqbal Suliansyah
Selasa, 29-11-2022
thumb

Meneladankan Asmaul Husna

Heri Bayu Dwi Prabowo Kamis, 26-1-2023 | - Dilihat: 22

banner

Oleh: Heri Bayu Dwi Prabowo

Jika kita tidak mengetahui bagaimana kita berada, maka kita tidak dapat mengetahui makna eksistensi diri. Kita mengetahui bahwa Allah bereksistensi karena kita dan seluruh alam bereksistensi, karena kita diciptakan oleh-Nya. Dialah yang juga menciptakan pengetahuan, pengetahuan di dalam nama-nama yang dajarkan-Nya kepada Adam. Pengetahuan itu, yang diwarisi oleh semua manusia, berasal dari-Nya, milik-Nya, dan merupakan jalan menuju-Nya, jalan menuju kepada Yang Maha Mengetahui.

Persiapan Diri

Agar mampu mengawali jalan kebahagiaan, menjadi dekat dengan Tuhan kita, kita harus membersihkan hati kita dari rasa cinta dan rindu kepada dunia. Kedudukan manusia dalam penciptaan itu berada antara hewan dan malaikat. Kebutuhan dan hasrat badaniyah mencerminkan isi hewani manusia.

Makna utama eksistensi dan satu-satunya pendorong tindakan para malaikat adalah keinginan mereka untuk mengetahui, menemukan, dan berada di sisi Tuhan mereka. Inilah pula keadaan aspek kemalaikatan pada diri manusia.

Tentu, harus ada beberapa persiapan batin untuk mendekatkan diri kepada Tuhan kita. Pertama, kita harus berupaya mengendalikan jiwa hewani yang menguasai setiap orang.  Dengan demikian, Insya Allah, usaha ini akan membantu peneladanan kita menjadi kenyataan. Kedua, dalam menerapkan jejak-jejak sifat Allah yang ada di dalam diri kita sendiri dalam kehidupan, kita harus mengagungkan nilai dari sifat-sifat itu sendiri (Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi, 2008, hlm. 19–20).

Setelah mempersiapkan kedua hal tersebut, selanjutnya kita harus memantapkan hubungan diri kita dengan alam di sekitar kita, menyaksikan kesamaan antara keseluruhan eksistensi material diri kita sendiri, melihat bahwa manusia adalah mikrokosmos dari makrokosmos yang memantulkan sifat-sifat Allah.

Peneladanan

Tuhan bereksistensi dan kita pun bereksistensi. Eksistensi Tuhan bersifat kekal, sedangkan eksistensi kita bersifat sementara. Dia berdiri sendiri, sedangkan eksisensi kita bergantung pada-Nya. Eksistensi-Nya tidak berada di dalam ruang, sedangkan eksistensi kita terbatas dalam ruang dan waktu. Sifat-sifat-Nya mencerminkan ketakterbatasan-Nya, keadaan ini tidak dapat diperbandingkan dengan seberkas jejak sifat-sifat itu yang ada pada diri kita. Berdasarkan sifat-Nya itu, berikut beberapa contoh uraian untuk meneladani asmaul husna.

Al-Ghaffar (Maha Pengampun)

Al-Ghaffar berasal dari akar kata ghafara yang berarti menutupi. Dapat kita terjemahkan bahwa maghfirah dari Allah adalah dirahasiakannya dosa-dosa dan diampuninya segala kesalahan kita, dengan karunia-Nya dan rahmat-Nya, bukan karena tobat seorang hamba atau taatnya semata. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Ghaffar yakni dengan memaafkan kesalahan orang lain, menutupi kesalahan orang lain dengan tidak membeberkannya, dan menampakkan kelebihan orang lain dengan tidak menampilkan kekurangannya.

Al-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki)

Al-Razzaq berasal dari kata razaqa atau rizq, artinya rezeki. Al-Razzaq adalah Allah yang memberi banyak rezeki kepada makhluknya dan secara berulang-ulang. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Razzaq yakni dengan berkeyakinan bahwa Allah sudah menjamin rezeki tiap orang, berusaha semaksimal mungkin dalam bekerja dan disertai dengan qona’ah (merasa cukup), dan berinfak atau mengantarkan rezeki orang lain kepada yang berhak menerimanya.

Al-Malik (Maha Raja)

Al-Malik diartikan dengan raja atau penguasa. Kata Al-Malik menunjukkan bahwa Allah tidak membutuhkan segala sesuatu, melainkan segala sesuatu membutuhkan diri-Nya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Malik yakni dengan memahami bahwa manusia memiliki keterbatasan kepemilikan dalam segala hal, berusaha untuk mengendalikan hawa nafsunya yang berusaha menguasai diri, dan berusaha untuk menjadi hamba yang selalu bersyukur atas segala pemberian nikmat dari Allah.

Al-Hasib (Maha Mencukupi)

Menurut Imam al-Ghazali, Al-Hasib bermakna Allah yang mencukupi segala sesuatu. Sifat ini hanya dimiliki oleh Allah, karena hanya Allah saja yang maha mencukupi semua makhluk-Nya, dan diandalkan oleh seluruh makhluk-Nya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Hasib yakni bersikap tenang dan tenteram bersama dengan Allah, melakukan amal shaleh semata-mata karena Allah, dan melakukan intropeksi diri secara terus-menerus guna memperbaiki diri.

Al-Hadi (Maha Pemberi Petunjuk)

Al-Hadi artinya bahwa Allah yang menganugerahkan petunjuk atau hidayah kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya, sesuai dengan peranan makhluk dan sesuai dengan tingkatannya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Hadi yakni dengan meyakini bahwa petunjuk Allah itu banyak sekali, meyakini bahwa agama Islam adalah petunjuk Allah yang tertinggi, dan memberi petunjuk kepada orang lain dengan cara yang baik, santun, benar dan tanpa pamrih.

Al-Khaliq (Maha Pencipta)

Al-Khaliq berarti Allah mewujudkan segala sesuatu dengan ukuran yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Khaliq yakni dengan menciptakan berbagai karya yang inovatif dan bermanfaat bagi umat, serta meyakini bahwa Allah lah pencipta yang hakiki.

Al-Hakim (Maha Bijaksana)

Al-Hakim berasal dari kata hakama, yang terdiri dari huruf ha, kaf dan mim, yang maknanya secara umum berarti menghalangi. Dengan hikmah-Nya, Allah menghalangi atau menghindarkan terjadinya kemudharatan dan kesulitan yang lebih besar bagi makhluk-Nya. Adapun di antara cara meneladani Allah dengan sifat Al-Hakim yakni dengan memperdalam ilmu pengetahuan guna mengetahui hikmah di setiap kejadian, berusaha untuk bertindak profesional dalam hal apapun, dan berusaha untuk bersikap bijaksana dalam segala hal (Muhammad Reza Azizi, 2016, hlm. 2–4).

Refleksi

Demikianlah beberapa contoh dalam meneladani asmaul husna yang dapat kita lakukan. Di mana Allah selalu mengasihi dan menyayangi makhluknya dengan cara melimpahkan nikmat rahmat dan karunia-Nya. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi kita untuk selalu bersyukur kepada Allah, yang mana diantara bentuk rasa syukur tersebut adalah dengan cara hidup saling mengasihi dan menyayangi antar sesama, dan juga kepada lingkungan alam.

Adapun di antara cara agar tercipta hidup yang saling mengasihi dan menyayangi antar sesama, maka hendaknya mengawali setiap kegiatan dengan membaca basmallah, bersikap ramah dan sopan kepada orang lain, mau berbagi dengan teman, menolong teman yang butuh bantuan, serta menggunakan nikmat Allah untuk hal-hal yang baik saja. Sedangkan kasih sayang kepada alam dapat berwujud melalui penjagaan lingkungan dari segala noda polusi, melestarikan aneka macam tumbuhan dan hewan, serta turut aktif menyuarakan penyelamatan lingkungan hidup kepada lembaga berwenang (Suparno Achmad, 2013, hlm. 23).

_____

Daftar Referensi

Muhammad Reza Azizi. (2016). Akidah Akhlak: Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013. Kementrian Agama RI.

Suparno Achmad. (2013). Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Yudhistira.

Syekh Tosun Bayrak al-Jerrahi. (2008). Asmaul Husna: Makna dan Khasiat (4 ed.). Serambi Ilmu Semesta.

_____

Heri Bayu Dwi Prabowo, S.Pd., M.A. Aktivitas kesehariannya selalu membaca, tafakur dan tadabur alam, Tuhan dan manusia. Berharap tunduk patuh dihadapan-Nya dengan qalbun salim, ridha dan diridhai oleh-Nya, adalah gerbong pemberhentian yang hendak dicapai.

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Jaringan Anak Panah (JAP).
Ingin Donasi? Klik disini

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech