Pengguna Pinjol Terbesar itu Bernama Guru
Beberapa bulan ke belakang, marak munculnya fenomena pinjaman online. Legal maupun ilegal. Hanya dengan menggunakan handphone kemudian mengisi data diri, uang segera cair. Berbagai kalangan masyarakat dapat mengakses dengan mudah. Menurut data yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 42% kalangan masyarakat yang terjerat pinjaman online adalah guru. Itu adalah peringkat tertinggi.
Dikutip dari detik finance, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi. Mengatakan bahwa, “Pinjol ilegal banyak sekali korbannya, nomor satu adalah guru, 42%. Ada wanita, ibu rumah tangga”, katanya dalam acara dPreneur Kelas Investasi di Auditorium FEM IPB, Bogor, Selasa (28/2/2023).
Berdasarkan data yang disampaikannya, 42% korban pinjol ilegal adalah guru, 21% korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), 18% ibu rumah tangga, 9% karyawan, 4% pedagang, 3% pelajar, 2% tukang pangkas rambut, dan 1% pengemudi ojek online.
Hal ini seharusnya menimbulkan pertanyaan besar. Apakah sebenarnya motif seseorang melakukan pinjaman online? Berdasarkan riset No Limit Indonesia 2021, ada sejumlah alasan kenapa masyarakat terjerat pinjol. Sebanyak 1.433 orang terjerat pinjol untuk membayar utang, 542 orang karena latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Lalu, 499 orang karena ingin mencairkan dana lebih cepat. Kemudian, 365 orang memenuhi kebutuhan gaya hidup, dan 297 orang karena alasan mendesak.
Fenomena ini adalah sesuatu yang memprihatikan dan seharusnya menjadi perhatian kita bersama. Narasi yang mengatakan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, penulis kira sudah tidak relevan lagi ketika dihadapkan dengan realitas macam ini. Harus menjadi refleksi bagi kita, sebagai pengguna jasa pendidikan. Menjadi evaluasi bagi negara. Karena bagaimana mungkin subjek yang menjadi ‘alat’ untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi rapuh dalam kesejahteraan. Hal ini terlihat pada kondisi upah guru dan realitas data pengguna pinjaman online menurut data di atas.
Di Balik Upah Rendah
Tugas dan kewajiban seorang guru seharusnya tidak hanya mengajar di sekolah kemudian setelah itu pulang dan selesai. Untuk menyelesaikan tugas dan kewajiban, seorang guru harus mempunyai kompetensi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 pasal 8, kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang akan didapatkan jika mengikuti pendidikan profesi.
Pertama, kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang dapat mencerminkan kepribadian seseorang yang dewasa, arif dan berwibawa, mantap, stabil, berakhlak mulia, serta dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta didik.
Kedua, kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam memahami peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, pengembangan peserta didik, dan evaluasi hasil belajar peserta didik untuk mengaktualisasi potensi yang mereka miliki.
Ketiga, kompetensi sosial yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru untuk berkomunikasi dan bergaul dengan tenaga kependidikan, peserta didik, orang tua peserta didik, dan masyarakat di sekitar sekolah.
Keempat, kompetensi profesional yaitu penguasaan terhadap materi pembelajaran dengan lebih luas dan mendalam. Mencakup penguasaan terhadap materi kurikulum mata pelajaran dan substansi ilmu yang menaungi materi pembelajaran dan menguasai struktur serta metodologi keilmuannya.
Dari tugas dan kewajiban tersebut, apakah mungkin terlaksana secara ideal jika permasalahan kesejahteraan masih saja muncul di permukaan? Belum lagi beban administrasi yang banyak dan merepotkan.
Hal-hal semacam inilah yang kiranya perlu juga ditopang dengan kesejahteraan yang sebanding dengan beban kerja seorang guru. Karena jika tidak, beberapa guru akan mencari tambahan penghasilan di luar profesi guru untuk melunasi pinjaman dan melanjutkan hidup.
Inilah yang selanjutnya berdampak pada profesionalitas. Dia menjadi guru yang tidak mempunyai waktu untuk mengembangkan dirinya sendiri, keluarganya, dan tidak memahami proses belajar mengajar peserta didik. Hal ini akan berpengaruh kepada kualitas lulusan. Siapa yang salah?
Memajukan Kesejahteraan Guru, Mencerahkan Pendidikan Indonesia.
Dalam mengatasi persoalan yang disebutkan di atas, perlu kiranya kita refleksi terhadap sistem pendidikan kita saat ini. Terkhusus pada regulasi upah profesi guru. Menurut penulis, setidaknya ada dua hal yang bisa menjadi upaya perbaikan. Pertama adalah tujuan jangka pendek, kedua adalah tujuan jangka panjang.
Pertama, untuk tujuan jangka pendek, revisi peraturan yang mengatur tentang upah guru. Tujuannya adalah untuk menaikkan upah guru. Memberikan kesejahteraan bagi guru adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Hal ini bisa memberikan dampak yang positif terhadap profesionalitas guru. Dia akan lebih fokus untuk mengajar tanpa khawatir besok mau makan apa, mau hutang kemana, atau mencari tambahan penghasilan dengan cara seperti apa. Ini juga nantinya berdampak pada lulusan yang berkualitas. Sehingga negara dan konsumen pendidikan dapat menikmati manfaat dari lulusan yang mempunyai kualitas.
Kedua, untuk tujuan jangka panjang, diperlukannya literasi keuangan. Edukasi terkait literasi keuangan hari ini tidak saja dibutuhkan oleh orang-orang ekonomi saja. Seharusnya, semua orang melek terhadap literasi keuangan, terkhusus guru. Setelah mendapatkan upah yang bisa menyejahterakan dirinya sendiri. Selanjutnya adalah perlunya literasi keuangan bagi guru. Setidaknya dalam lingkup tanggung jawab terhadap uang sendiri, perencanaan keuangan yang tepat, pertumbuhan bekal finansial melalui investasi (bukan malah hutang), dan sebagai bekal untuk hidup.
Post Comment