Loading Now

Mengunjungi Buya di Peristirahatan Terakhirnya

Mengunjungi Buya di Peristirahatan Terakhirnya - AnakPanah.id

Rabu siang, 27 September 2023. Sebuah mobil mungil berwarna putih menjemput saya di kampus Dahlan Muda. Di dalamnya sudah ada tiga pemuda: Erik, Sidiq dan Prima. Kami memang janjian bertemu disana. Untuk sowan kepada seseorang yang sudah saya idamkan sekian lama, namun baru kali ini berkesempatan mengunjunginya. Erik, Sidiq dan Prima adalah sedikit diantara para anak panah yang disiapkan Buya untuk meneruskan perjuangannya.

Mobil melaju menembus teriknya Jogja. Bergerak ke arah barat, menyeberangi Sungai Progo. Dengan Erik saya sudah berkawan dan beberapa kali berjumpa. Tapi dengan Sidiq dan Prima, ini adalah perjumpaan pertama. Meski demikian rasanya seperti sudah bersahabat lama. Mungkin karena ada satu nama yang menautkan dan mengakrabkan, seseorang yang akan kami kunjungi sore ini.

Setelah perjalanan sekitar satu jam lamanya, tibalah kami ke di tempat tujuan. Sebuah peristirahatan yang boleh jadi membuat siapa saja yang berkunjung betah berlama-lama, bahkan menginginkan untuk beristirahat disini selamanya, menunggu hari kebangkitan tiba.

Taman Makam Khusnul Khatimah. Tempat seluas 1 hektar ini tertata cukup rapi. Di bagian atas, digunakan untuk tempat parkir dan musala. Di bawahnya kemudian dibagia menjadi beberapa bagian, karena lokasinya yang memiliki kelerengan cukup terjal, penataannya berupa talud yang selain menjadi pembatas antar bagian, sekaligus juga sebagai penguatan supaya tidak longsor. Sejauh mata memandang yang nampak adalah kesejukan. Di pemakaman ini, Buya Syafii Maarif beristirahat selamanya.

Dari Erik, Sidiq dan Prima saya mendengar banyak cerita. Salah satunya, menjelang kepergian Buya, Beliau barangkali telah memperoleh pertanda. Buya berupaya mempersiapkan diri dan bekal terakhir dengan sebaik-baiknya. Dengan jelas Buya berpesan dua hal: hanya ingin dirawat di PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan dimakamkan di Khusnul Khatimah, tempat saat ini kami berada.

Dari Erik, Sidiq dan Prima saya juga mendengar cerita. Bahwa semasa sakit, ada tawaran dari salah seorang tokoh nasional untuk memindahkan perawatan Buya ke rumah sakit jantung terbaik di Jakarta. Namun dengan tegas Buya menolaknya: hanya ingin dirawat di PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Sepeninggal Beliau, Presiden Jokowi yang hadir secara pribadi dan melepas kepergian Buya untuk terakhir kali, bahkan meminta kepada Muhammadiyah dan keluarga agar jenazah Buya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun pesan Buya tegas: ingin dimakamkan di Khusnul Khotimah yang ada di Yogyakarta.

Buya tidak meninggalkan banyak harta untuk Ibu Lip (Istinya) dan putra semata wayangnya. Hartanya diwakafkan dan disedekahkan. Semua sudah jelas pembagiannya: untuk membangun musala di pemakaman Khusnul Khatimah sekian, untuk pembangunan Madrasah Muallimin sekian, untuk Masjid di tempat tinggalnya sekian. Bahkan orang-orang kecil di sekitarnya juga tidak luput dari catatan.

Di ujung hidupnya, Buya tetaplah Buya, yang sama sekali tidak ingin merepotkan orang-orang di sekelilingnya. Buya berpesan agar sakitnya tidak dirahasiakan, semata karena tidak ingin merepotkan banyak orang. Bahkan kepada Ibu Lip, istri tercintanya, Buya meminta maaf jika di akhir hayatnya merepotkan keluarga. Sesuatu yang justru menjadi kebahagiaan bagi keluarga, saat bisa mendampingi dan merawat dengan penuh cinta.

Setahun lebih Buya telah tiada, warisan terbesarnya bukanlah harta. Bukan kampus baru Muallimin yang dibangun dengan gagah sebagai pusat persemaian kader Muhammadiyah. Bukan Musala Buya Syafii yang dibangun di kompleks pemakaman Khusnul Khatimah. Bukan rumahnya yang dijadikan Serambi Buya dengan ribuan koleksi buku yang bisa dibaca siapa saja yang mengagumi pemikirannya.

Warisan terbesar Buya adalah keteladanan dan sikap hidup yang menginspirasi siapa saja yang pernah berinteraksi dengannya: kemandirian. Sebuah sikap yang menjadikan Buya tidak mau bergantung kepada siapa saja, bahkan istrinya. Sebuah sikap yang menjadikan Buya tidak takut menyuarakan hati nurani, apapun resikonya. Kemandirian membuat Buya tidak bergantung kepada apapun, kecuali hanya Allah sebagai satu-satunya dekengan Buya.

_____
Kudus, 28 September 2023.

Post Comment

Copyright ©2025 anakpanah.id All rights reserved.
Develop by KlonTech