Hobi Kaum Salafi
Belakangan media sosial diributkan dengan sejumlah narasi terkait kaum salafi khususnya berkaitan dengan musik. Beberapa tokoh salafi memang menyatakan bahwa musik adalah haram. Apakah semua tokoh salafi menyatakan demikian? Tidak, buktinya di Arab Saudi banyak tokoh salafi tidak menyatakan musik adalah haram.
Ini merupakan rentetan diskursus pernyataan Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustadz Adi Hidayat terkait Surah Asy Syu’ara. Ust Adi Hidayat adalah ketua Ikatan Remaja Muhammadiyah saat mondok di Darul Arqam, salah satu pesantren Muhammadiyah yang kader-kadernya telah berdiaspora ke mana-mana.
Selain musik, apa saja yang diperdebatkan oleh kaum salafi ? Pertama-tama dan paling utama tentu soal akidah terkait bentuk dzat Allah SWT atau yang sering disebut tajsim. Selanjutnya adalah ziarah kubur, karomah wali, sihir, ruqyah, jenggot, celana cingkrang, taat Ulil Amri, anti demontrasi, hingga narasi-narasi Akhir Zaman hingga kelompok-kelompok Umat Islam yang lebih dari 70 kelompok.
Belum lagi terkait soal Palestina dan Israel, tentu menjadi salah satu pembahasan tersendiri bagi kaum salafi. Termasuk krisis di negara-negara Arab seperti Libya dan Suriah. Mereka memiliki pandangan tersendiri dan setiap tokoh berbeda-beda.
Pernah suatu ketika, salah satu tokoh sentral kaum salafi di Mesir, Yasir Burhami, ditanya oleh salah satu orang salafi asal Rusia, terkait krisis di Suriah, apakah perlu berjihad (berperang) ke Suriah ? Jawaban Yasir Burhami adalah jihad yang diperlukan untuk Suriah bukan peperangan, akan tetapi bantuan baik dalam bentuk dana, makanan atau obat-obatan.
Tentunya berbeda dengan sebagian tokoh salafi lainnya yang bisa jadi meminta penanya untuk berangkat ke Suriah untuk berperang. Biasanya yang seperti ini disebut salafi jihadi.
Adapun tokoh-tokoh salafi seperti Yasir Burhami lebih berkonsentrasi dalam dakwah bahkan tidak ingin berbenturan dengan pemerintah yang berkuasa. Yasir Burhami sebelumnya merupakan kader Jamaah Islamiyah yang dibina oleh Najih Ibrahim, pendiri, ideolog dan mantan Amir Jamaah Islamiyah Mesir yang menjadi idola seluruh jihadis di seluruh dunia pada dekade tahun 1980an.
Pada akhir tahun 2011, Yasir Burhami dan rekan-rekannya di komunitas Dakwah Salafi Ayang berpusat di provinsi Alexandria membentuk Partai An Nur. Beberapa tokoh salafi ikut bergabung seperti Yusri Ibrahim, Muhammad Hassan, Mustafa Adawi, Yunus Makhyun dan sebagainya.
Walaupun tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin seperti Muhammad Badi, Khairat Syathir dan Muhammad Morsi yang berakidah salafi-wahabi, berusaha merekrut tokoh-tokoh salafi untuk bergabung dengan Ikhwanul Muslimin dan partainya Freedom and Justice Party, akan tetapi mereka menolak.
Para tokoh salafi ini berpandangan bahwa aliran salafisme di Ikhwanul Muslimin adalah salafi-haroki atau salafi-siyasi yang hanya menggunakan akidah salafi-wahabi untuk kepentingan politik partisan Ikhwanul Muslimin sendiri, bukan untuk Umat Islam secara umum.
Bagi kaum salafi, membuat kelompok ideologis seperti Ikhwanul Muslimin adalah bid’ah karena mereka memahami secara tekstual hadits terkait perpecahan Umat Islam hingga lebih dari 70 kelompok. Adapun Partai An-Nur bagi kaum salafi hanya sebagai wahana aspirasi dan bukan partai politik ideologis seperti Ikhwanul Muslimin.
Membahas salafisme akan kesulitan jika hanya dilihat dari sudut pandang akidah atau idelogi, karena salafisme telah menjadi trend life style atau gaya hidup. Bagi kaum salafi, pemahaman akan sunnah dalam berpenampilan harus diwujudkan secara fisik seperti jenggot panjang dan celana cingkrang.
Adapun nalar politik, kaum salafi tidak akan membentuk kelompok ideologis atau partai ideologis apalagi bergabung dengan organisasi yang memiliki ideologi keagamaan.
Maka dari itu, sebenarnya organisasi keislaman di Indonesia seperti Muhammadiyah tidak perlu khawatir dengan kaum salafi, karena nalar berfikir mereka tidak menginginkan berorganisasi. Mereka lebih suka bergerak sendiri-sendiri dan jika awalnya mereka berorganisasi, mereka akan memisahkan diri dengan sendirinya.
Salafisme sebagai life style muncul di kawasan Great Cairo dari mereka yang merupakan anak-anak orang kaya baik pejabat pemerintah, perwira tinggi militer atau pengusaha, yang kemudian membentuk komunitas bernama Salafiyo Costa. Penamaan ini hanya karena mereka sering ngopi di Costa Coffee yang berada di Mosadak Street distrik Dokki provinsi Giza.
Walaupun berakidah salafi-wahabi, bercelana cingkrang dan jenggot panjang, mereka lebih suka ngopi, nonton bola, bahkan merokok atau menghirup shisha. Pastinya, gejala Salafiyo Costa ini sudah muncul di Indonesia.
Komunitas Salafiyo Costa ini dikoordinatori oleh Muhammad Thalabah, salah satu pelanggan Costa Coffee. Pasca tumbangnya rezim Ikhwanul Muslimin, Muhammad Thalabah akan mendirikan partai politik akan tetapi berorientasi lingkungan atau yang di Benua Eropa dinamakan green party.
Dari sini, dapat dilihat bahwa salafi-wahabi bukan ideologi politik akan tetapi telah berkembang menjadi gaya hidup. Berbeda tentunya dengan Ikhwanul Muslimin, Jamaah Islamiyah, Al Qaeda, ISIS dan Hizbut Tahrir yang pembentukannya akibat kondisi sosial-politik seperti halnya Darul Islam atau Negara Islam Indonesia.
Menurut penulis, menu paling enak di Costa Coffee yang beralamat Mosadak Street Dokki Giza Mesir adalah chess cake blueberry dan muffin cake chocolate dengan hot cappuccino atau ice chocolate.
Bagikan artikel ini :


Post Comment