Pak Budi: Wasilah Ilmu Seorang Driver
Sejak 2014 saya mulai belajar di kampus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Yogyakarta. waktu itu kampus putra berada di jl. kaliurang km 23,3, Ngipik Sari, Pakem Sleman, Yogyakarta. Tepat berada di samping gerbang masuk wisata Kaliurang. Kampus yang sekaligus asrama ini tidak memiliki mahasiswa banyak seperti kampus-kampus pada umumnya, mungkin hanya sekitar 45 orang. Sebab tiap-tiap Angkatan hanya terdiri dari 15 orang paling banyak, itupun kalau tidak terjadi seleksi alam atau gugur di tengah jalan.
Sejak berdirinya sampai sekarang kampus ini masih belum bisa menentukan nasib dirinya sendiri. Alias masih hidup dari uluran tangan orang lain. Muncul pertanyaan mengapa kampus kecil yang besar jasa ini belum banyak pihak yang meliriknya?. Sayapun sedikit tahu bagaimana perjuangan Mudir dan ustadz-ustadz yang melobi kesana-kemari demi keberlanjutan jalannya pendidikan Koppasus Muhammadiyah ini. Mudah-mudahan kampus PUTM yang akan dibangun di daerah Prambanan segera menemui titik terang, agar tidak berjalan seperti umang-umang yang hidup dengan menempati rumah orang lain.
Sebagai santri yang pernah belajar di lereng gunung Merapi, ada banyak pihak yang perlu saya ucapkan terimakasih. Terkhusus kepada mereka yang telah berjasa dalam kelancaran belajar di kampus penjara suci itu. Ucapan ini mungkin tidak cukup untuk membalas semua kabaikan mereka, tapi setidaknya fikiran dan hati tidak pernah lupa akan jasa mereka.
Beberapa hari belakangan momen sepuluh tahun yang lalu terlintas seketika dalam ingatanku Ingatan itu tertuju kepada driver PUTM. Pak Budi, begitu kami biasa memanggil nama beliau. Muncul foto beliau di grup WA yang memperlihatkan kondisi beliau yang memprihatikan, hampir saja saya tidak mengenalinya. Berbeda jauh dengan fisik beliau yang kami kenal sewaktu masih belajar di PUTM, tubuh yang gemuk kini telah kurus, senyum yang dulu kami saksikan setiap pagi semakin sirna lantaran menahan rasa sakit.
Hati bergemuruh, mataku berkaca-kaca, ada rasa tidak percaya dengan kondisi pak Budi. Dan benar saja mujur yang tak bisa diraih, malang yang tak dapat di tolak datang juga, kabar duka tiba, pak Budi meninggal dunia. Tak berselang lama poster-poster bela sungkawa dan uacapan doa memenuhi story WA dari para alumni dan orang-orang yang mengenal beliau. Semoga almarhum mendapat tempat mulia di Sisi-Nya. amin
Puan dan tuan mungkin tidak tahu kebaikan apa yang dikerjakan Pak Budi. Berikut sedikit saya ceritakan tentang Pak Budi, sosok berjasa bagi PUTM terkhusus kepada saya yang belajar di sana. Ucapan terimakasih dan penghargaan tidak sebanding dengan bakti beliau walaupun hanya seorang driver.
a Beliau adalah sopir PUTM, hampir saben pagi kami selalu bertemu dengan pak Budi dengan senyuman khasnya yang menggembirakan. Pagi-pagi sekali beliau mengendarai motor bravo terkadang juga memakai motor vespa tuanya untuk mengambil mobil di PUTM untuk menjalankan tugasnya. Dinginnya udara kaliurang yang menembus tulang, tidak mengurangi semangat beliau dalam bekerja.
Mobil dipanasinya, tidak berselang lama beliau langsung menuju kota untuk menjemput para ustadz yang mengajar di PUTM. Setelah ustadz dijemput kemudian beliau antarkan kembali kepada kami, terkadang beliau antarkan ke kampus Kaliurang, kampus Lowanu, atau kampus Tundan.
Entah berapa ribu kilometer jalan yang telah beliau lalui selama menjadi sopir PUTM, yang jelas beliau telah menjadi wasilah ilmu bagi kami, tanpa beliau kami tidak akan menerima ilmu dari guru-guru kami, seperti Prof. Sa’ad Abdul Wahid allahuyarham, Prof. Syamsul Anwar, Dr. Damami Zein, Ust. Hadjam Murusdi, ustadz Dahwan Mukhroji, Ust. Hamdan Hambali, Ust. Fahmi Muqoddas, Ust. Oman Fathurrahman dan guru-guru kami lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu. Semoga guru-guru kami semuanya senantiasa diberikan kesehatan dan umur panjang.
Tak jarang pak budi yang tiap hari mengantar jemput ustadz pulang dengan larut malam. Bisa kita bayangkan berangkat pagi sebelum terang dan pulang sudah larut malam. Suatu ketika saya berpapasan dengan pak budi yang baru saja mengembalikan mobil ke kampus PUTM kaliurang, kira-kira jam sepuluh malam. “Kok sampai malam sekali pak?“ Tanyaku.
Terlihat letih dan capek sekali gambaran yang terlintas diwajahnya, kemudian beliau menjawab. “Iya tadi ustadznya masih ada acara, senyum beliau yang khas lagi-lagi dapat menutupi keletihannya. Tak berselang lama beliau kemudian menyambung, hitung-hitung semoga ini menjadi ibadah saya mas” ungkap beliau. Kemudian pak budi menginjak engkol vespanya untuk kembali ke rumah bersama keluarga. dan berpisahlah kami malam itu.dan hari ini kami berpisah selamanya. Ndereke pak Budi, semoga husnul khatimah, doa kami selalu menyertai.
___
Inggit Prabowo, 25 Februari 2024
Post Comment