Perkembangan Moral di Film Poor Things
Fadhil Raihan Hakim Sabtu, 23-3-2024 | - Dilihat: 12
Oleh: Fadhil Raihan Hakim
Salah satu film yang banjir nominasi di Oscar 2024 dan membawa Emma Stone untuk kedua kalinya meraih Best Actress di kancah Academy adalah Poor Things karya Yorgos Lanthimos. Seperti biasa, Yorgos yang kita kenal memiliki daya imajinasi yang kuat, visualisasi dan bentuk pencerita yang surreal, serta memberikan unique statement tersendiri.
Film ini bercerita tentang seseorang bernama Bella Baxter yang sebenarnya merupakan anak kecil yang hidup di dalam tubuh orang dewasa. Ia adalah hasil eksperiman ilmuwan bernama Dr. Godwin Baxter yang biasa dijuluki “God” karena hasil-hasil eksperimannya yang di luar nalar.
Film ini menyajikan proses pendewasaan Bella dari seorang yang kita kenal di awal sebagai anak kecil menjadi seorang yang benar-benar dewasa tapi dengan cara yang unik dan sensual. Secara garis besar, film ini dibagi menjadi 3 bagian:
Pertama, Yorgos ingin kita merasakan Bella yang terkekang dengan semua rule yang diberikan oleh Dr.Godwin selayaknya anak kecil yang serba diatur. Dari segi treatment dan sinematografi, aku sangat menyukai treatment hitam putih yang di gunakan di awal babak ini. Camera shot fish eye yang fokus pada satu titik di tengah dan sekelilingnya hitam memberikkan statement eksplorasi dari Bella Baxter.
Kita akan diperkenalkan dengan universe dari Poor Things di sini. Karakter-karakter seperti Max McCandles dan Duncan akan diperkenalkan secara cukup di awal karena dua karakter tersebut mempunyai peranan penting dalam proses pendewasaan dari Bella.
Kedua, layaknya seorang anak kecil, ada masa conventional di hidup kita, seperti kohlberg di tahapan perkembangan moral, di mana Bella mulai memberanikan diri tegas dan keras ke Godwin karena ingin pergi berpetualang dengan Duncan. Dia merasa hidup dan bebas bersama Duncan dan ia mencoba berpetualang sendiri.
Selama perjalanannya, Duncan memperlihatkan sedikit cuplikan soal dunia, sisanya Duncan hanya mementingkan diri dia untuk bersenang-senang dengan Bella. Duncan sendiri mengatakan bahwa Bella tidak boleh bergantung padanya, yang seiring berjalannya waktu Duncan lah yang bergantung pada Bella.
Pada tahap ini Bella mulai berani mengexplorasi dunia dengan polosnya. Dia menemukan banyak kebahagiaan dan kesenangan, seperti roti pie yang lezat, pemandangan yang indah, minuman yang enak, dan lainnya. Tapi di akhir bagian ini ia bertemu kepada seseorang yang menyadarkannya bahwa ada sisi dunia yang belum dilihat seutuhnya dan itu menyedihkan.
Ketiga, Bella Baxter sudah masuk fase post conventional. Dia mulai paham rules di dunia ini. Ia tahu artinya ketidakadilan melalui orang bernama Harry Astley yang menunjukkan ketimpangan sosial dan juga kejamnya dunia tanpa uang dan kekuasaan.
Tidak sampai di situ, alih-alih menutup film ini, Yorgos tahu betul bahwa karakternya memang istimewa. Bella justru mencoba dunia itu dan berakhir di kota Paris dengan tangan kosong dan mencoba bertahan hidup sampai ia mendapatkan berita Godwin sudah sekarat dan ia kembali.
Bagian akhir film ini, character development disajikan sempurna oleh Yorgos ketika Bella Baxter dibiarkan tahu kehidupan masa lalunya dan bersikap dewasa untuk tetap hidup dan meneruskan visi Godwin yaitu menjadi seorang Dokter. Storyline, Character Development, World Building, Production Design, Sinematografi dan Sound Design film ini bagiku nyaris sempurna.
Susah mencari variabel untuk tidak menyukai film ini. Film yang kesannya berat tapi mudah diterima. Adu akting dari Emma Stone dan Mark Ruffalo juga berhasil menumbuhkan sisi humanis dan humoris yang asyik. Overall film ini merupakan hidangan lengkap layaknya appertizer, maincourse and perfect dessert.
- Artikel Terpuler -
Perkembangan Moral di Film Poor Things
Fadhil Raihan Hakim Sabtu, 23-3-2024 | - Dilihat: 12
Oleh: Fadhil Raihan Hakim
Salah satu film yang banjir nominasi di Oscar 2024 dan membawa Emma Stone untuk kedua kalinya meraih Best Actress di kancah Academy adalah Poor Things karya Yorgos Lanthimos. Seperti biasa, Yorgos yang kita kenal memiliki daya imajinasi yang kuat, visualisasi dan bentuk pencerita yang surreal, serta memberikan unique statement tersendiri.
Film ini bercerita tentang seseorang bernama Bella Baxter yang sebenarnya merupakan anak kecil yang hidup di dalam tubuh orang dewasa. Ia adalah hasil eksperiman ilmuwan bernama Dr. Godwin Baxter yang biasa dijuluki “God” karena hasil-hasil eksperimannya yang di luar nalar.
Film ini menyajikan proses pendewasaan Bella dari seorang yang kita kenal di awal sebagai anak kecil menjadi seorang yang benar-benar dewasa tapi dengan cara yang unik dan sensual. Secara garis besar, film ini dibagi menjadi 3 bagian:
Pertama, Yorgos ingin kita merasakan Bella yang terkekang dengan semua rule yang diberikan oleh Dr.Godwin selayaknya anak kecil yang serba diatur. Dari segi treatment dan sinematografi, aku sangat menyukai treatment hitam putih yang di gunakan di awal babak ini. Camera shot fish eye yang fokus pada satu titik di tengah dan sekelilingnya hitam memberikkan statement eksplorasi dari Bella Baxter.
Kita akan diperkenalkan dengan universe dari Poor Things di sini. Karakter-karakter seperti Max McCandles dan Duncan akan diperkenalkan secara cukup di awal karena dua karakter tersebut mempunyai peranan penting dalam proses pendewasaan dari Bella.
Kedua, layaknya seorang anak kecil, ada masa conventional di hidup kita, seperti kohlberg di tahapan perkembangan moral, di mana Bella mulai memberanikan diri tegas dan keras ke Godwin karena ingin pergi berpetualang dengan Duncan. Dia merasa hidup dan bebas bersama Duncan dan ia mencoba berpetualang sendiri.
Selama perjalanannya, Duncan memperlihatkan sedikit cuplikan soal dunia, sisanya Duncan hanya mementingkan diri dia untuk bersenang-senang dengan Bella. Duncan sendiri mengatakan bahwa Bella tidak boleh bergantung padanya, yang seiring berjalannya waktu Duncan lah yang bergantung pada Bella.
Pada tahap ini Bella mulai berani mengexplorasi dunia dengan polosnya. Dia menemukan banyak kebahagiaan dan kesenangan, seperti roti pie yang lezat, pemandangan yang indah, minuman yang enak, dan lainnya. Tapi di akhir bagian ini ia bertemu kepada seseorang yang menyadarkannya bahwa ada sisi dunia yang belum dilihat seutuhnya dan itu menyedihkan.
Ketiga, Bella Baxter sudah masuk fase post conventional. Dia mulai paham rules di dunia ini. Ia tahu artinya ketidakadilan melalui orang bernama Harry Astley yang menunjukkan ketimpangan sosial dan juga kejamnya dunia tanpa uang dan kekuasaan.
Tidak sampai di situ, alih-alih menutup film ini, Yorgos tahu betul bahwa karakternya memang istimewa. Bella justru mencoba dunia itu dan berakhir di kota Paris dengan tangan kosong dan mencoba bertahan hidup sampai ia mendapatkan berita Godwin sudah sekarat dan ia kembali.
Bagian akhir film ini, character development disajikan sempurna oleh Yorgos ketika Bella Baxter dibiarkan tahu kehidupan masa lalunya dan bersikap dewasa untuk tetap hidup dan meneruskan visi Godwin yaitu menjadi seorang Dokter. Storyline, Character Development, World Building, Production Design, Sinematografi dan Sound Design film ini bagiku nyaris sempurna.
Susah mencari variabel untuk tidak menyukai film ini. Film yang kesannya berat tapi mudah diterima. Adu akting dari Emma Stone dan Mark Ruffalo juga berhasil menumbuhkan sisi humanis dan humoris yang asyik. Overall film ini merupakan hidangan lengkap layaknya appertizer, maincourse and perfect dessert.
0 Komentar
Tinggalkan Pesan