Peran Global Muhammadiyah Pasca-Muktamar 48
Dimas Adi Nugroho Selasa, 27-12-2022 | - Dilihat: 17

Oleh: Dimas Adi Nugroho
Muhammadiyah telah melewati perhelatan Muktamar ke-48 pada 20 November lalu. Ajang Muktamar bagi Muhammadiyah merupakan proses untuk menentukan pimpinan Muhammadiyah selanjutnya, dan tentunya menjadi momen untuk Muhammadiyah merumuskan gagasan-gagasan dakwah yang akan dibawa kedepan.
Kiprah Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah yang bergerak pada ranah multi-dimensi telah dibuktikan sejak berdirinya organisasi ini di tahun 1912. Termasuk juga bagaimana upaya Muhammadiyah dalam membangun bangsa Indonesia. Kini, seiring berkembangnya zaman, Muhammadiyah dituntut agar lebih adaptif sehingga mampu menyelesaikan beragam problematika kehidupan baik pada skala domestik maupun global.
Sebagai salah satu unit sosial di dalam tatanan kehidupan, Muhammadiyah hadir sebagai kelompok masyarakat berbasis civil society yang berupaya untuk memberikan solusi atas beragam problematika yang hadir. Dalam teori Faith-Based Organizations yang dikemukakan oleh Elizabeth Ferris, Muhammadiyah dikategorikan ke dalam struktur masyarakat internasional dalam bentuk Non-Governemntal Organization (NGO) yang bergerak atas dasar ajaran agama yang merupakan basis ideologinya (Ferris, 2005).
Melihat realitas kehidupan sekarang yang tidak terpisahkan dari fenomena globalisasi, Muhammadiyah berpandangan bahwa dakwah yang dilakukannya harus berpijak pada nilai-nilai universalisme dan kosmopolitanisme.
Kedua pandangan yang dikemukakan di atas dimaksudkan agar segenap elemen Muhammadiyah berpandangan bahwa kehidupan di dunia ini bersifat luas tanpa dibatasi pada sekat-sekat etnik, golongan, bangsa dan agama. Selain itu, pandangan demikian berfungsi agar dakwah Muhammadiyah nantinya bersifat inklusif dan berdampak kepada semua elemen tanpa terkecuali. Pandangan ini dibangun atas ajaran Islam yaitu QS: Al-Anbiya: 107 yang menyampaikan bahwa hadirnya Islam sebagai rahmatan lil’alamin, atau rahmat bagi alam semesta.
Pandangan tersebut kemudian ditegaskan secara resmi pada Muktamar 47 di Makassar melalui misi internasionalisasi Muhammadiyah. Pada Muktamar 48 di Surakarta kemarin, Muhammadiyah menetapkan 2 langkah strategis internasionalisasi melalui internasionalisasi pemikiran Muhammadiyah dan intensitas internasionalisasi gerakan.
Peran Muhammadiyah sebagai Agen Perdamaian Dunia
Dalam skala domestik, lebih tepatnya pada lingkup keindonesiaan, peranan Muhammadiyah yang bersifat inklusif telah diakui oleh banyak kalangan. Di era kemerdekaan, melalui kadernya Ki Bagus Hadikusumo, Muhammadiyah berkontribusi dalam merumuskan landasan dasar negara Pancasila yang berhasil menyatukan masyarakat Indonesia dengan kandungan nilai persatuan, keberagaman dan gotong royong di dalamnya.
Nilai Islam berkemajuan yang dibawa Muhammadiyah dengan sifat wasathiyyah yang tidak berpihak pada kalangan mana pun namun berorientasi pada kemashlahatan. Ini membuat posisi Muhammadiyah dapat diterima oleh banyak kalangan. Prinsip ini dibawa dan diterapkan Muhammadiyah melalui peranannya menjadi mediator dalam konflik-konflik kemanusiaan internasional. Seperti yang dilakukan pada konflik kemanusiaan Rohingnya di Myanmar dan Mindanao, Filipina (Pratama, n.d.).
Pengalaman Muhammadiyah sebagai mediator pada konflik internasional adalah modal tersendiri untuk melakukan ekspansi dakwahnya di lingkup internasional. Terlebih lagi kemajuan zaman berjalan beriringan dengan makin kompleksnya permasalahan yang hadir, terutama permasalahan kemanusiaan. Di sini, peran entitas negara dalam menyelesaikannya tidak dapat berjalan sendirian, perlu adanya dukungan dari aktor-aktor lain. Seperti yang terjadi di Ukraina dan Rusia belakangan.
Dampak peristiwa internasional tersebut merambah ke berbagai aspek kehidupan dan berbuah menjadi krisis kemanusiaan internasional. Belum lagi konflik berkepanjangan Israel-Palestina yang hingga kini tak kunjung usai dan konflik kontemporer lainnya. Melihat fenomena ini, perlu adanya suara dari masyarakat internasional untuk menggalang dukungan dan menawarkan solusi agar peristiwa semacam itu segera berakhir.
Pengalaman di atas membangun kredibilitas Muhammadiyah di panggung internasional. Dibuktikan dengan beberapa kader Muhammadiyah yang diundang di forum-forum perdamaian internasional seperti Konferensi Persatuan Islam Internasional, Internasional Partnership on Religion and Sustainable Development (PaRD). Mereka diundang untuk menyampaikan gagasan perdamaian dan persatuan.
Kunci Muhammadiyah sehingga dapat diterima oleh berbagai macam kalangan internasional yaitu: 1. Muhammadiyah selalu berpijak pada prinsip kosmopolitanisme dan universalisme, 2. Muhammadiyah selalu menawarkan solusi dengan nilai kedamaian. Tentu melalui kesempatan di atas, Muhammadiyah memiliki peran strategis untuk mendakwahkan pemikirannya sebagai agen perdamaian di hadapan khalayak internasional secara berkelanjutan.
Muhammadiyah dan Agenda Pembangunan Dunia
Dalam rangka mewujudkan peradaban dunia yang stabil dan sejahtera, pemangku kepentingan internasional yakni Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) meluncurkan program pembangunan berkelanjutan di tahun 2015. Program ini dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) dengan 17 indikator meliputi aspek sosial, kesehatan hingga ekonomi.
PBB menggalang program ini bersama seluruh elemen internasional dengan target negara maju dan berkembang, yang nantinya dapat tercapai di tahun 2030. Tentu program ini tidak hanya melibatkan negara saja untuk mencapainya, namun kelompok non-pemerintahan seperti Muhammadiyah turut dilibatkan secara langsung maupun tidak langsung.
Muhammadiyah memiliki track record dakwah yang cukup panjang di ranah sosial-kemasyarakatan. Gerakan Muhammadiyah di abad pertama melalui pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial adalah bukti konkrit bahwa Muhammadiyah sejak awal berdirinya telah berkomitmen untuk terlibat aktif dalam pembangunan kemanusiaan. Belum lagi dengan ribuan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di ketiga lingkup tersebut melalui sekolah dan universitas, rumah sakit dan lembaga pelayanan sosial.
Dengan dicetuskannya program SDGs, maka kebutuhan akan pembangunan di berbagai aspek semakin meluas jangkauanya. Melihat kebutuhan ini, seluruh elemen internasional termasuk Muhammadiyah memiliki andil. Tujuan ini juga selaras dengan misi Islam yang hadir di tengah-tengah kehidupan manusia, yaitu sebagai rahmat.
Hasil Muktamar 48 tentang intensitas gerakan internasionalisasi Muhammadiyah memberi ruang secara khusus bagi Muhammadiyah untuk lebih aktif di panggung internasional sebagai agenda dakwahnya. Muhammadiyah dapat mengisi peran itu dengan cara berkontribusi aktif di dalam agenda pembangunan dunia, khususnya bagi negara-negara Dunia Ketiga. Terlebih lagi, Muhammadiyah punya segudang pengalaman dan modal untuk mewujudkannya, secara khusus melalui Amal Usaha yang dimiliki.
Merintis peran tersebut, saat ini Muhammadiyah telah memiliki Muhammadiyah Australian College (MAC) di Australia yang merupakan lembaga pendidikan kanak-kanak hingga SD dan Universiti Muhammadiyah Antarbangsa Malaysia (UMAM) di Malaysia. Di Kairo Mesir, Muhammadiyah juga mendirikan Taman Kanak-kanak Busthanul Athfal (TK ABA).
Peran strategis Muhammadiyah di panggung internasional tidak hanya terbatas dengan cara mendirikan Amal Usaha. Peran tersebut sejatinya dapat dilakukan pula lewat program-program strategis berbentuk pemberdayaan dan pelayanan kemanusiaan, seperti yang telah dilakukan pula di Indonesia.
Dengan ini, Muhammadiyah sebagai bagian dari masyarakat dunia tidak hanya terlibat aktif di dalam agenda pembangunan dunia. Muhammadiyah lewat perananya di atas dapat menunjukan bahwa pandangan Islam berkemajuan yang dibawa Muhammadiyah senantiasa menawarkan solusi atas problematika kehidupan modern.
Perlu Adanya Pedoman Baku
Ke depan, Muhammadiyah dapat memaksimalkan peran aktifnya di panggung internasional. Corak gerakan Muhammadiyah yang inklusif dan modal yang dimiliki seperti Amal Usaha, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah/Aisyiyah (PCIM/A) perlu ditunjang dengan pedoman baku. Pedoman baku ini dapat berupa cetak biru atau blueprint yang memuat peran apa saja yang dapat ditempuh Muhammadiyah di kancah global.
Dengan demikian, dakwah internasional Muhammadiyah tidak bersifat sporadis. Dan Muhammadiyah dapat bersinergi secara luas bersama elemen lain dalam mewujudkan peradaban yang lebih baik ke depan.
Wallahu’alam Bishawab
Referensi
Ferris, E. (2005). Faith-based and secular humanitarian organizations. International Review of the Red Cross, 87, 311–325.
Ricco Pratama, D. (n.d.). ANALISA RESOLUSI KONFLIK GERAKAN MUHAMMADIYAH DI MINDANAO.
- Artikel Teropuler -
Peran Global Muhammadiyah Pasca-Muktamar 48
Dimas Adi Nugroho Selasa, 27-12-2022 | - Dilihat: 17

Oleh: Dimas Adi Nugroho
Muhammadiyah telah melewati perhelatan Muktamar ke-48 pada 20 November lalu. Ajang Muktamar bagi Muhammadiyah merupakan proses untuk menentukan pimpinan Muhammadiyah selanjutnya, dan tentunya menjadi momen untuk Muhammadiyah merumuskan gagasan-gagasan dakwah yang akan dibawa kedepan.
Kiprah Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah yang bergerak pada ranah multi-dimensi telah dibuktikan sejak berdirinya organisasi ini di tahun 1912. Termasuk juga bagaimana upaya Muhammadiyah dalam membangun bangsa Indonesia. Kini, seiring berkembangnya zaman, Muhammadiyah dituntut agar lebih adaptif sehingga mampu menyelesaikan beragam problematika kehidupan baik pada skala domestik maupun global.
Sebagai salah satu unit sosial di dalam tatanan kehidupan, Muhammadiyah hadir sebagai kelompok masyarakat berbasis civil society yang berupaya untuk memberikan solusi atas beragam problematika yang hadir. Dalam teori Faith-Based Organizations yang dikemukakan oleh Elizabeth Ferris, Muhammadiyah dikategorikan ke dalam struktur masyarakat internasional dalam bentuk Non-Governemntal Organization (NGO) yang bergerak atas dasar ajaran agama yang merupakan basis ideologinya (Ferris, 2005).
Melihat realitas kehidupan sekarang yang tidak terpisahkan dari fenomena globalisasi, Muhammadiyah berpandangan bahwa dakwah yang dilakukannya harus berpijak pada nilai-nilai universalisme dan kosmopolitanisme.
Kedua pandangan yang dikemukakan di atas dimaksudkan agar segenap elemen Muhammadiyah berpandangan bahwa kehidupan di dunia ini bersifat luas tanpa dibatasi pada sekat-sekat etnik, golongan, bangsa dan agama. Selain itu, pandangan demikian berfungsi agar dakwah Muhammadiyah nantinya bersifat inklusif dan berdampak kepada semua elemen tanpa terkecuali. Pandangan ini dibangun atas ajaran Islam yaitu QS: Al-Anbiya: 107 yang menyampaikan bahwa hadirnya Islam sebagai rahmatan lil’alamin, atau rahmat bagi alam semesta.
Pandangan tersebut kemudian ditegaskan secara resmi pada Muktamar 47 di Makassar melalui misi internasionalisasi Muhammadiyah. Pada Muktamar 48 di Surakarta kemarin, Muhammadiyah menetapkan 2 langkah strategis internasionalisasi melalui internasionalisasi pemikiran Muhammadiyah dan intensitas internasionalisasi gerakan.
Peran Muhammadiyah sebagai Agen Perdamaian Dunia
Dalam skala domestik, lebih tepatnya pada lingkup keindonesiaan, peranan Muhammadiyah yang bersifat inklusif telah diakui oleh banyak kalangan. Di era kemerdekaan, melalui kadernya Ki Bagus Hadikusumo, Muhammadiyah berkontribusi dalam merumuskan landasan dasar negara Pancasila yang berhasil menyatukan masyarakat Indonesia dengan kandungan nilai persatuan, keberagaman dan gotong royong di dalamnya.
Nilai Islam berkemajuan yang dibawa Muhammadiyah dengan sifat wasathiyyah yang tidak berpihak pada kalangan mana pun namun berorientasi pada kemashlahatan. Ini membuat posisi Muhammadiyah dapat diterima oleh banyak kalangan. Prinsip ini dibawa dan diterapkan Muhammadiyah melalui peranannya menjadi mediator dalam konflik-konflik kemanusiaan internasional. Seperti yang dilakukan pada konflik kemanusiaan Rohingnya di Myanmar dan Mindanao, Filipina (Pratama, n.d.).
Pengalaman Muhammadiyah sebagai mediator pada konflik internasional adalah modal tersendiri untuk melakukan ekspansi dakwahnya di lingkup internasional. Terlebih lagi kemajuan zaman berjalan beriringan dengan makin kompleksnya permasalahan yang hadir, terutama permasalahan kemanusiaan. Di sini, peran entitas negara dalam menyelesaikannya tidak dapat berjalan sendirian, perlu adanya dukungan dari aktor-aktor lain. Seperti yang terjadi di Ukraina dan Rusia belakangan.
Dampak peristiwa internasional tersebut merambah ke berbagai aspek kehidupan dan berbuah menjadi krisis kemanusiaan internasional. Belum lagi konflik berkepanjangan Israel-Palestina yang hingga kini tak kunjung usai dan konflik kontemporer lainnya. Melihat fenomena ini, perlu adanya suara dari masyarakat internasional untuk menggalang dukungan dan menawarkan solusi agar peristiwa semacam itu segera berakhir.
Pengalaman di atas membangun kredibilitas Muhammadiyah di panggung internasional. Dibuktikan dengan beberapa kader Muhammadiyah yang diundang di forum-forum perdamaian internasional seperti Konferensi Persatuan Islam Internasional, Internasional Partnership on Religion and Sustainable Development (PaRD). Mereka diundang untuk menyampaikan gagasan perdamaian dan persatuan.
Kunci Muhammadiyah sehingga dapat diterima oleh berbagai macam kalangan internasional yaitu: 1. Muhammadiyah selalu berpijak pada prinsip kosmopolitanisme dan universalisme, 2. Muhammadiyah selalu menawarkan solusi dengan nilai kedamaian. Tentu melalui kesempatan di atas, Muhammadiyah memiliki peran strategis untuk mendakwahkan pemikirannya sebagai agen perdamaian di hadapan khalayak internasional secara berkelanjutan.
Muhammadiyah dan Agenda Pembangunan Dunia
Dalam rangka mewujudkan peradaban dunia yang stabil dan sejahtera, pemangku kepentingan internasional yakni Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) meluncurkan program pembangunan berkelanjutan di tahun 2015. Program ini dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) dengan 17 indikator meliputi aspek sosial, kesehatan hingga ekonomi.
PBB menggalang program ini bersama seluruh elemen internasional dengan target negara maju dan berkembang, yang nantinya dapat tercapai di tahun 2030. Tentu program ini tidak hanya melibatkan negara saja untuk mencapainya, namun kelompok non-pemerintahan seperti Muhammadiyah turut dilibatkan secara langsung maupun tidak langsung.
Muhammadiyah memiliki track record dakwah yang cukup panjang di ranah sosial-kemasyarakatan. Gerakan Muhammadiyah di abad pertama melalui pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial adalah bukti konkrit bahwa Muhammadiyah sejak awal berdirinya telah berkomitmen untuk terlibat aktif dalam pembangunan kemanusiaan. Belum lagi dengan ribuan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di ketiga lingkup tersebut melalui sekolah dan universitas, rumah sakit dan lembaga pelayanan sosial.
Dengan dicetuskannya program SDGs, maka kebutuhan akan pembangunan di berbagai aspek semakin meluas jangkauanya. Melihat kebutuhan ini, seluruh elemen internasional termasuk Muhammadiyah memiliki andil. Tujuan ini juga selaras dengan misi Islam yang hadir di tengah-tengah kehidupan manusia, yaitu sebagai rahmat.
Hasil Muktamar 48 tentang intensitas gerakan internasionalisasi Muhammadiyah memberi ruang secara khusus bagi Muhammadiyah untuk lebih aktif di panggung internasional sebagai agenda dakwahnya. Muhammadiyah dapat mengisi peran itu dengan cara berkontribusi aktif di dalam agenda pembangunan dunia, khususnya bagi negara-negara Dunia Ketiga. Terlebih lagi, Muhammadiyah punya segudang pengalaman dan modal untuk mewujudkannya, secara khusus melalui Amal Usaha yang dimiliki.
Merintis peran tersebut, saat ini Muhammadiyah telah memiliki Muhammadiyah Australian College (MAC) di Australia yang merupakan lembaga pendidikan kanak-kanak hingga SD dan Universiti Muhammadiyah Antarbangsa Malaysia (UMAM) di Malaysia. Di Kairo Mesir, Muhammadiyah juga mendirikan Taman Kanak-kanak Busthanul Athfal (TK ABA).
Peran strategis Muhammadiyah di panggung internasional tidak hanya terbatas dengan cara mendirikan Amal Usaha. Peran tersebut sejatinya dapat dilakukan pula lewat program-program strategis berbentuk pemberdayaan dan pelayanan kemanusiaan, seperti yang telah dilakukan pula di Indonesia.
Dengan ini, Muhammadiyah sebagai bagian dari masyarakat dunia tidak hanya terlibat aktif di dalam agenda pembangunan dunia. Muhammadiyah lewat perananya di atas dapat menunjukan bahwa pandangan Islam berkemajuan yang dibawa Muhammadiyah senantiasa menawarkan solusi atas problematika kehidupan modern.
Perlu Adanya Pedoman Baku
Ke depan, Muhammadiyah dapat memaksimalkan peran aktifnya di panggung internasional. Corak gerakan Muhammadiyah yang inklusif dan modal yang dimiliki seperti Amal Usaha, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah/Aisyiyah (PCIM/A) perlu ditunjang dengan pedoman baku. Pedoman baku ini dapat berupa cetak biru atau blueprint yang memuat peran apa saja yang dapat ditempuh Muhammadiyah di kancah global.
Dengan demikian, dakwah internasional Muhammadiyah tidak bersifat sporadis. Dan Muhammadiyah dapat bersinergi secara luas bersama elemen lain dalam mewujudkan peradaban yang lebih baik ke depan.
Wallahu’alam Bishawab
Referensi
Ferris, E. (2005). Faith-based and secular humanitarian organizations. International Review of the Red Cross, 87, 311–325.
Ricco Pratama, D. (n.d.). ANALISA RESOLUSI KONFLIK GERAKAN MUHAMMADIYAH DI MINDANAO.
0 Komentar
Tinggalkan Pesan