Merawat Kebinekaan dengan Islam yang Toleran
Alfin Nur Ridwan Selasa, 29-11-2022 | - Dilihat: 52
Oleh: Alfin Nur Ridwan
Merajut perbedaan di tengah kemajemukan yang ada menjadi sebuah kewajiban untuk meningkatkan persatuan dan mewujudkan keharmonisan. Karena hal ini menjadi aspek fundamental untuk mengikis habis isu atau gerakan yang berbau SARA dan radikalisme. Indonesia sendiri merupakan negara dengan penduduk yang mempunyai berbagai latar belakang; ras, suku dan agama yang mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir tiap-tiap individu. Yang mana dengan kemajemukan tersebut sebuah pergesekan ataupun perpecahan diantara masyarakatnya rentan terjadi.
NKRI, yang juga telah dibangun oleh tokoh-tokoh Islam, belakangan ini mendapatkan tantangan yang serius. Banyaknya kasus radikalisme berlatar belakang agama tampak identik dengan perilaku intoleran terhadap sebuah perbedaan, ekstrim dalam menanggapi masalah, lalu menjadikan kekerasan sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah. Sampai saat ini pun masih ada saja sebagian kelompok masyarakat yang belum mampu menerima arti perbedaan, yang akibatnya perbedaan dipaksakan untuk melebur menjadi satu pemahaman yang dibangun oleh kelompok tertentu.
Selain itu, dalam konteks demokrasi bernegara saat ini, umat Islam mempunyai tantangan yang cukup besar. Setelah muncul stigma negatif radikalisme dalam Islam dengan memunculkan kelompok-kelompok garis keras yang mengaku muslim, sekarang muncul stigma baru bagi umat Islam, yaitu anti-kebhinekaan dan anti-pancasila, sehingga muncul kelompok-kelompok yang mengaku lebih “pancasilais” “bhinekais” bahkan mengaku “saya Indonesia”. Dan sayangnya stigma negatif tersebut kemudian juga didukung oleh laporan tindakan intoleransi yang dilakukan oleh “kelompok umat Islam, atau figur umat Islam”.
Optimisme Menjunjung Keserasian Islam dan Indonesia
Ada kecurigaan yang coba dihadirkan kepada masyarakat bahwa Islam dan keindonesiaan tidak akan bisa disatukan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Selalu ada perbedaan pendapat yang berbeda bahkan bersinggungan di Indonesia terkait sitem demokrasi, keragaman, pluralisme, toleransi bahkan pesan anti kekerasan dianggap tidak ada korelasinya dengan dunia Islam. Tidak jarang hal-hal tersebut diangap saling berlawanan. Bahkan, hingga sekarang masih terdapat label haram bagi demokrasi dan pluralisme yang tidak jarang para penganut atau pendukungnya dianggap menyimpang dan sesat.
Terdapatnya perbedaan dalam Bingkai Keindonesiaan menjadikan bangsa ini kian dirasa dewasa dalam mencari titik temu agar kenyamanan lahir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidaklah mudah mewujudkan negeri yang selalu berhasil mewujudkan kehidupan yang berkeadilan dan bermartabat serta senantiasa hidup rukun. Adanya optimisme menjadi kekuatan utama agar berbagai halangan yang mencoba memupukkan pesimisme terus hilang. Keinginan mewujudkan Indonesia yang terus ada sampai batas waktu yang tidak bisa ditetukan adalah tujuannya.
Bukan seperti menulis di atas air yang sudah dapat dipastikan tidak akan mungkin terjadi, namun layaknya menulis di atas batu, menjadi kekuatan yang tidak dapat terhapus dan lekang oleh waktu bahwa Islam, Keindonesia serta kemanusiaan adalah hal yang harus terus tercipta dan dijaga sehingga Indonesia bukan hanya menjadi bukti kekayaan akan keberagaman namun mampu menjadi pelopor kenyamanan dan ketentraman bagi masyarakat di seluruh dunia.
Antara Islam dan keindonesiaan tidak saja bisa berjalan bersama dan seiring, namun idealnya mampu bersatu untuk mengisi kemajemukan negeri ini. Disini, watak universal Islam tampil dalam wujud yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Nusantara, semua gerakan yang bercorak Islam harus senantiasa mempertimbangkan dengan cermat dan cerdas realitas sosio-historis Indonesia, demi keamanan, kedamaian, dan kejayaan agama ini dalam mencapai tujuan mulia yang harus pula ditempuh dengan cara yang mulia dan beradab.
Selalu lahir alasan tuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, memang bukanlah pekerjaan mudah mengingat luasnya negeri ini. Solusinya tidak berhenti pada lahirnya orang-oraang cerdas, namun hati yang senantiasa tulus menjadi keharusan.
Tanpa bermaksud mengatakan bahwa hati yang tulus tidak ada di hati masyarakat Indonesia. Selama masih ada kecemburuan, kecurigaan, bahkan iri hati terhadap orang lain sepertinya akan sulit melahirkan kekuatan besar agar pembangunan Indonesia tidak hanya sekedar teori dan wacana namun juga pratik yang sebenarnya menjadi kekayaan dan warisan dari setiap generasi ke generasi.
Cerdas otak dibarengi dengan cerdas hati setidaknya menjadi modal primer. Pemimpin negeri ini idealnya harus mampu mengawinkan dua hal tersebut tidak hanya menjadi sebuah kampanye namun menjadi catatan sejarah yang diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pandangan Islam rahmatan lil-‘alamin serta senantiasa mengutamakan anti diskriminasi dan anti kekerasan harus terus didorong tidak hanya menjadi teori namun dalam praktiknya. Islam lahir, tumbuh, bahkan berkembang memiliki tujuan menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan bangsa. Islam yang bersahabat memberi ruang-ruang keadilan, perlindungan, keamanan, serta kenyamanan bagi warga negara Indonesia.
Islam itu Menggembirakan
“Sesungguhnya agama (islam) itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan. Oleh karena itu, berlaku luruslah, sederhana, dan bergembiralah serta memohon pertolongan (kepada Allah) dengan ibadah pada waktu pagi, petang, dan sebagian malam.” (HR. Bukhari no. 39)
Kutipan hadits diatas merupakan salah satu landasan jelas bahwasannya tidaklah Nabi Muhammad SAW itu membawa misi risalah Islam di tengah masyarakat Arab jahiliyah saat itu melainkan Islam sendiri merupakan agama yang ramah dan tidak mempersulit. Karena begitulah fakta lapangan yang terjadi saat ini, momok agama senantiasa digambarkan bagaikan sebuah simbol keterkekangan, keras, tertutup, bahkan monster.
Seolah apa yang diajarkan dalam Islam ini tidak selaras dengan ruang gerak dunia yang kita tempati saat ini. Selalu ada saja yang memisahkan antara Islam dengan ekonomi, politik, sosial, budaya. Memang, ada titik-titik tertentu yang mana dalam ajaran Islam itu menjadi batas, namun bukan berarti semua bertentangan dan bertolak belakang.
Maka kemudian narasi-narasi Islam yang memudahkan, menggembirakan, inklusif, seharusnya turut juga kita gemakan bahkan aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dunia ini kompleks dan dinamis, bagaimana Islam akan bisa hadir dan diterima ditengah masyarakat yang majemuk dengan menghadirkan Islam yang statis dan kaku. Sehingga kemudian bisa memantik cara pandang ummat Islam dan masyarakat pada umumnya bahwa tak ada yang bertentangan sebenarnya antara Islam dan Keindonesiaan.
Perlu kita ingat dan refleksikan kembali bagaimana kehadiran Islam sedia kala juga kental dengan aroma yang menggembirakan. Berawal dari pola dakwah yang bersirri, diam-diam, sunyi, dari keluarga terdekat, sahabat, tetangga, dan baru kemudian setelah masuknya Umar kedalam Islam, yang dikenal dengan wataknya yang keras dan pemberani, barulah Islam muncul secara terbuka.
Ketika Islam datang, Islam tidak datang dengan frontal, melarang keras ini dan itu terhadap budaya yang ada saat itu. Terlebih lagi harus “berperang” melawan budaya lokal, tentu hal tersebut sangat jauh dari spirit Islam. Bahkan yang ada Islam memberi ruang seluas-luasnya agar budaya lokal bisa terus berkembang dengan baik.
- Artikel Terpuler -
Merawat Kebinekaan dengan Islam yang Toleran
Alfin Nur Ridwan Selasa, 29-11-2022 | - Dilihat: 52
Oleh: Alfin Nur Ridwan
Merajut perbedaan di tengah kemajemukan yang ada menjadi sebuah kewajiban untuk meningkatkan persatuan dan mewujudkan keharmonisan. Karena hal ini menjadi aspek fundamental untuk mengikis habis isu atau gerakan yang berbau SARA dan radikalisme. Indonesia sendiri merupakan negara dengan penduduk yang mempunyai berbagai latar belakang; ras, suku dan agama yang mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir tiap-tiap individu. Yang mana dengan kemajemukan tersebut sebuah pergesekan ataupun perpecahan diantara masyarakatnya rentan terjadi.
NKRI, yang juga telah dibangun oleh tokoh-tokoh Islam, belakangan ini mendapatkan tantangan yang serius. Banyaknya kasus radikalisme berlatar belakang agama tampak identik dengan perilaku intoleran terhadap sebuah perbedaan, ekstrim dalam menanggapi masalah, lalu menjadikan kekerasan sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah. Sampai saat ini pun masih ada saja sebagian kelompok masyarakat yang belum mampu menerima arti perbedaan, yang akibatnya perbedaan dipaksakan untuk melebur menjadi satu pemahaman yang dibangun oleh kelompok tertentu.
Selain itu, dalam konteks demokrasi bernegara saat ini, umat Islam mempunyai tantangan yang cukup besar. Setelah muncul stigma negatif radikalisme dalam Islam dengan memunculkan kelompok-kelompok garis keras yang mengaku muslim, sekarang muncul stigma baru bagi umat Islam, yaitu anti-kebhinekaan dan anti-pancasila, sehingga muncul kelompok-kelompok yang mengaku lebih “pancasilais” “bhinekais” bahkan mengaku “saya Indonesia”. Dan sayangnya stigma negatif tersebut kemudian juga didukung oleh laporan tindakan intoleransi yang dilakukan oleh “kelompok umat Islam, atau figur umat Islam”.
Optimisme Menjunjung Keserasian Islam dan Indonesia
Ada kecurigaan yang coba dihadirkan kepada masyarakat bahwa Islam dan keindonesiaan tidak akan bisa disatukan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Selalu ada perbedaan pendapat yang berbeda bahkan bersinggungan di Indonesia terkait sitem demokrasi, keragaman, pluralisme, toleransi bahkan pesan anti kekerasan dianggap tidak ada korelasinya dengan dunia Islam. Tidak jarang hal-hal tersebut diangap saling berlawanan. Bahkan, hingga sekarang masih terdapat label haram bagi demokrasi dan pluralisme yang tidak jarang para penganut atau pendukungnya dianggap menyimpang dan sesat.
Terdapatnya perbedaan dalam Bingkai Keindonesiaan menjadikan bangsa ini kian dirasa dewasa dalam mencari titik temu agar kenyamanan lahir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidaklah mudah mewujudkan negeri yang selalu berhasil mewujudkan kehidupan yang berkeadilan dan bermartabat serta senantiasa hidup rukun. Adanya optimisme menjadi kekuatan utama agar berbagai halangan yang mencoba memupukkan pesimisme terus hilang. Keinginan mewujudkan Indonesia yang terus ada sampai batas waktu yang tidak bisa ditetukan adalah tujuannya.
Bukan seperti menulis di atas air yang sudah dapat dipastikan tidak akan mungkin terjadi, namun layaknya menulis di atas batu, menjadi kekuatan yang tidak dapat terhapus dan lekang oleh waktu bahwa Islam, Keindonesia serta kemanusiaan adalah hal yang harus terus tercipta dan dijaga sehingga Indonesia bukan hanya menjadi bukti kekayaan akan keberagaman namun mampu menjadi pelopor kenyamanan dan ketentraman bagi masyarakat di seluruh dunia.
Antara Islam dan keindonesiaan tidak saja bisa berjalan bersama dan seiring, namun idealnya mampu bersatu untuk mengisi kemajemukan negeri ini. Disini, watak universal Islam tampil dalam wujud yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Nusantara, semua gerakan yang bercorak Islam harus senantiasa mempertimbangkan dengan cermat dan cerdas realitas sosio-historis Indonesia, demi keamanan, kedamaian, dan kejayaan agama ini dalam mencapai tujuan mulia yang harus pula ditempuh dengan cara yang mulia dan beradab.
Selalu lahir alasan tuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, memang bukanlah pekerjaan mudah mengingat luasnya negeri ini. Solusinya tidak berhenti pada lahirnya orang-oraang cerdas, namun hati yang senantiasa tulus menjadi keharusan.
Tanpa bermaksud mengatakan bahwa hati yang tulus tidak ada di hati masyarakat Indonesia. Selama masih ada kecemburuan, kecurigaan, bahkan iri hati terhadap orang lain sepertinya akan sulit melahirkan kekuatan besar agar pembangunan Indonesia tidak hanya sekedar teori dan wacana namun juga pratik yang sebenarnya menjadi kekayaan dan warisan dari setiap generasi ke generasi.
Cerdas otak dibarengi dengan cerdas hati setidaknya menjadi modal primer. Pemimpin negeri ini idealnya harus mampu mengawinkan dua hal tersebut tidak hanya menjadi sebuah kampanye namun menjadi catatan sejarah yang diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pandangan Islam rahmatan lil-‘alamin serta senantiasa mengutamakan anti diskriminasi dan anti kekerasan harus terus didorong tidak hanya menjadi teori namun dalam praktiknya. Islam lahir, tumbuh, bahkan berkembang memiliki tujuan menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan bangsa. Islam yang bersahabat memberi ruang-ruang keadilan, perlindungan, keamanan, serta kenyamanan bagi warga negara Indonesia.
Islam itu Menggembirakan
“Sesungguhnya agama (islam) itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan. Oleh karena itu, berlaku luruslah, sederhana, dan bergembiralah serta memohon pertolongan (kepada Allah) dengan ibadah pada waktu pagi, petang, dan sebagian malam.” (HR. Bukhari no. 39)
Kutipan hadits diatas merupakan salah satu landasan jelas bahwasannya tidaklah Nabi Muhammad SAW itu membawa misi risalah Islam di tengah masyarakat Arab jahiliyah saat itu melainkan Islam sendiri merupakan agama yang ramah dan tidak mempersulit. Karena begitulah fakta lapangan yang terjadi saat ini, momok agama senantiasa digambarkan bagaikan sebuah simbol keterkekangan, keras, tertutup, bahkan monster.
Seolah apa yang diajarkan dalam Islam ini tidak selaras dengan ruang gerak dunia yang kita tempati saat ini. Selalu ada saja yang memisahkan antara Islam dengan ekonomi, politik, sosial, budaya. Memang, ada titik-titik tertentu yang mana dalam ajaran Islam itu menjadi batas, namun bukan berarti semua bertentangan dan bertolak belakang.
Maka kemudian narasi-narasi Islam yang memudahkan, menggembirakan, inklusif, seharusnya turut juga kita gemakan bahkan aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dunia ini kompleks dan dinamis, bagaimana Islam akan bisa hadir dan diterima ditengah masyarakat yang majemuk dengan menghadirkan Islam yang statis dan kaku. Sehingga kemudian bisa memantik cara pandang ummat Islam dan masyarakat pada umumnya bahwa tak ada yang bertentangan sebenarnya antara Islam dan Keindonesiaan.
Perlu kita ingat dan refleksikan kembali bagaimana kehadiran Islam sedia kala juga kental dengan aroma yang menggembirakan. Berawal dari pola dakwah yang bersirri, diam-diam, sunyi, dari keluarga terdekat, sahabat, tetangga, dan baru kemudian setelah masuknya Umar kedalam Islam, yang dikenal dengan wataknya yang keras dan pemberani, barulah Islam muncul secara terbuka.
Ketika Islam datang, Islam tidak datang dengan frontal, melarang keras ini dan itu terhadap budaya yang ada saat itu. Terlebih lagi harus “berperang” melawan budaya lokal, tentu hal tersebut sangat jauh dari spirit Islam. Bahkan yang ada Islam memberi ruang seluas-luasnya agar budaya lokal bisa terus berkembang dengan baik.
3 Komentar
2024-12-02 04:25:01
Rpcdyg
eriacta dan - sildigra click forzest husband
2024-12-07 20:40:44
Xkzwox
order crixivan pill - buy indinavir online cheap diclofenac gel where to buy
2024-12-09 00:19:31
Xkznvv
valif pills mission - buy secnidazole generic cost sinemet 10mg
3 Komentar
2024-12-02 04:25:01
Rpcdyg
eriacta dan - sildigra click forzest husband
2024-12-07 20:40:44
Xkzwox
order crixivan pill - buy indinavir online cheap diclofenac gel where to buy
2024-12-09 00:19:31
Xkznvv
valif pills mission - buy secnidazole generic cost sinemet 10mg
Tinggalkan Pesan