• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Donasi? Klik disini

Lunturnya Budaya Bangsa

Anas Asy’ari Nashuha Selasa, 3-1-2023 | - Dilihat: 177

banner

Oleh: Anas Asy’ari Nashuha

Suatu bangsa memiliki ciri khas tersendiri yang menunjukkan eksistensinya sebagai bangsa. Yap! Kebudayaan menjadi salah satunya. Lalu kebudayaan seperti apa yang dimaksud? Menengok pendapat Koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, di antaraya yaitu:

Pertama, wujud ideal yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks, ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kedua, wujud kelakuan yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Ketiga, wujud benda yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.

Berdasarkan pejelasan tersebut dapat ditarik garis besar bahwa kebudayaan itu suatu yang kompleks yang berada pada masyarakat yang sangat mempengaruhi ide atau  gagasan, pola pikir yang semua itu ada dalam pikiran manusia.

Suatu kebudayaan itu abstrak dan manifestasi kebudayaan itu semua dari apa yang diperbuat oleh sekelompok manusia. Bentuknya bisa berupa perilaku, ideologi-ideologi, norma-norma, bahasa, religi, seni dan lain-lain. Bahkan bisa dikatakan kebudayaan ialah identitas suatu bangsa.

Melalui budaya, kita mampu menunjukkan keberadaan kita sebagai bangsa yang kuat di kancah dunia. Namum hal tersebut tidak menutup kemungkinan hegemoni asing pada bangsa ini. Indonesia memiliki kebudayaan yang kuat namun pada kenyataannya mudah terjajah oleh bangsa lain yang memiliki kemajuan lebih. Lalu apa penyebabnya?

Penyebab utamanya yaitu bahwa pasca-penjajahan oleh kolonial Belanda dan bangsa-bangsa Eropa akibat dari penjajahan menjadikan bangsa ini terbelakang dan budaya ilmu seakan luntur. Begitu juga budaya asli pribumi yang mulai luntur dari tanah pribumi sendiri dan yang sentral diserang yakni mental.

Menurut Ibnu Khaldun “bangsa yang kalah selalu silau melihat bangsa yang menang, kemudian meniru beberapa darinya baik slogan, pakaian, agama, sifat-sifat, serta kebiasaan-kebiasaannya”. Pemikiran ini muncul karena pihak yang kalah mengakui bahwa yang menang ini adalah suatu kesempurnaan dengan segala kemajuannya.

Jika Ibnu Khaldun berbicara sosiologis sebagai penyebab lunturnya kebudayaan. Malek ben nabi seorang tokoh fenomenal asal Al-Jazair mengungkapkan bahwa kemunduran suatu bangsa dapat dilihat dari sisi psikologi. Menurutya, mental suatu bangsa yang bobrok adalah mental yang siap dijajah.

Dengan memanfaatkan mental dan pemikirian suatu bangsa yang rentan untuk dijajah inilah, mereka dengan kemajuannya menunjukkan taring dan seakan-akan sudah tau bahwa bangsa yang lemah mentalnya bisa dengan mudah dicabik olehnya. Akibatnya, bangsa yang terinfeksi virus mental siap jajah ini merumuskan ulang kebudayaan norma-norma, sejarah, bahkan ajaran-ajaran agamanya, atau dengan menyesuaikan bangsa yang menang itu

Kita bisa melihat kondisi bangsa hari ini. Banyak sekali tren-tren yang dipertontonkan pada setiap lini media sosial. Tayangan yang sangat kontradiktif dengan ajaran dari generasi ke generasi. Ironisnya lagi budaya yang ditimbulkan pada generesai penerus bangsa yang kalah ini lebih kejam dari pembantain massal secara fisik. Benar sekali, terget yang di serang yakni pemikiran-pemikiran, isi kepala para generasi. Hal tersebutlah yang dirasa lebih mengerikan dari pada serangan fisik.

Massifnya perkembangan teknologi dinilai menjadi momentum. Para pemuja material bergerak mencoba menghagemoni bangsa-bangsa yang lemah, ditambah lagi bangsa yang lemah itu sudah kalah mental. Maka implikasi dari hagemoni suatu bangsa terutama Indonesia ini bisa kita lihat secara nyata.

Hancurnya nilai-nilai budi pekerti, hilangnya urat malu, hancurnya moral, hancurnya pendidikan, taklid buta pada penguasa tertentu, bahkan hingga Aqidahnya mampu bergeser seakaan apa yang dilihatnya itu adalah segalanya yang tak bisa di pisahkan darinya.

Dari uraian panjang diatas kita mampu melihat bahwa  berbagai upaya orientalis agar ajaran islam sejalan dengan pemikiran barat berhasil dan sukses dalam upayanya untuk menggantikan posisi para ulama.

Kondisi umat yang begitu mengerikan pada hari membuka mata kita untuk sadar akan realitas zaman. Upaya mencerdaskan bangsa harus terus dilakukan bagi orang yang terpelajar yang dalam koridor pendidikan. Padahal kita memiliki waktu banyak untuk menelisik lebih dalam tentang ilmu pengetahuan. Namun, banyak pula orang yang tak selesai membaca keadaan dengan mudahnya menyimpulkan.

Dari sinilah penulis merasa bahwa generasi penerus harus melek ilmu. Dengan hormat pula penulis mengajak untuk membuka mata, hati, bahkan pikiran untuk melihat begitu kejamnya realitas zaman yang bahkan mampu mengubah prinsip dasar seseorang dalam berkehidupan.

 

Tags
1 Komentar
banner

2023-01-28 11:41:00

Gaus

Sepakat ..dengan ilmu, kita punya wawasan yg luas, dan tidak mudah silau dengan sesuatu yg terkesan baru padahal bertentangan dengan nilai dan norma sebagai warga negara Indonesia dan juga umat Islam..

Tinggalkan Pesan

- Artikel Teropuler -

Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Menjernihkan Kesalahpahaman Terhadap Buya Syafii Maarif
Robby Karman
Senin, 30-5-2022
thumb
Childfree dan Mengatur kelahiran dalam Islam
Nofra Khairon
Selasa, 18-1-2022
thumb
Kemenangan Muhammadiyah di Kandang Nahdlatul Ulama
Achmad Ainul Yaqin
Senin, 14-11-2022
thumb
BNPT dan Perang Melawan Terorisme
Iqbal Suliansyah
Selasa, 29-11-2022
thumb

Lunturnya Budaya Bangsa

Anas Asy’ari Nashuha Selasa, 3-1-2023 | - Dilihat: 177

banner

Oleh: Anas Asy’ari Nashuha

Suatu bangsa memiliki ciri khas tersendiri yang menunjukkan eksistensinya sebagai bangsa. Yap! Kebudayaan menjadi salah satunya. Lalu kebudayaan seperti apa yang dimaksud? Menengok pendapat Koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, di antaraya yaitu:

Pertama, wujud ideal yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks, ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kedua, wujud kelakuan yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Ketiga, wujud benda yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.

Berdasarkan pejelasan tersebut dapat ditarik garis besar bahwa kebudayaan itu suatu yang kompleks yang berada pada masyarakat yang sangat mempengaruhi ide atau  gagasan, pola pikir yang semua itu ada dalam pikiran manusia.

Suatu kebudayaan itu abstrak dan manifestasi kebudayaan itu semua dari apa yang diperbuat oleh sekelompok manusia. Bentuknya bisa berupa perilaku, ideologi-ideologi, norma-norma, bahasa, religi, seni dan lain-lain. Bahkan bisa dikatakan kebudayaan ialah identitas suatu bangsa.

Melalui budaya, kita mampu menunjukkan keberadaan kita sebagai bangsa yang kuat di kancah dunia. Namum hal tersebut tidak menutup kemungkinan hegemoni asing pada bangsa ini. Indonesia memiliki kebudayaan yang kuat namun pada kenyataannya mudah terjajah oleh bangsa lain yang memiliki kemajuan lebih. Lalu apa penyebabnya?

Penyebab utamanya yaitu bahwa pasca-penjajahan oleh kolonial Belanda dan bangsa-bangsa Eropa akibat dari penjajahan menjadikan bangsa ini terbelakang dan budaya ilmu seakan luntur. Begitu juga budaya asli pribumi yang mulai luntur dari tanah pribumi sendiri dan yang sentral diserang yakni mental.

Menurut Ibnu Khaldun “bangsa yang kalah selalu silau melihat bangsa yang menang, kemudian meniru beberapa darinya baik slogan, pakaian, agama, sifat-sifat, serta kebiasaan-kebiasaannya”. Pemikiran ini muncul karena pihak yang kalah mengakui bahwa yang menang ini adalah suatu kesempurnaan dengan segala kemajuannya.

Jika Ibnu Khaldun berbicara sosiologis sebagai penyebab lunturnya kebudayaan. Malek ben nabi seorang tokoh fenomenal asal Al-Jazair mengungkapkan bahwa kemunduran suatu bangsa dapat dilihat dari sisi psikologi. Menurutya, mental suatu bangsa yang bobrok adalah mental yang siap dijajah.

Dengan memanfaatkan mental dan pemikirian suatu bangsa yang rentan untuk dijajah inilah, mereka dengan kemajuannya menunjukkan taring dan seakan-akan sudah tau bahwa bangsa yang lemah mentalnya bisa dengan mudah dicabik olehnya. Akibatnya, bangsa yang terinfeksi virus mental siap jajah ini merumuskan ulang kebudayaan norma-norma, sejarah, bahkan ajaran-ajaran agamanya, atau dengan menyesuaikan bangsa yang menang itu

Kita bisa melihat kondisi bangsa hari ini. Banyak sekali tren-tren yang dipertontonkan pada setiap lini media sosial. Tayangan yang sangat kontradiktif dengan ajaran dari generasi ke generasi. Ironisnya lagi budaya yang ditimbulkan pada generesai penerus bangsa yang kalah ini lebih kejam dari pembantain massal secara fisik. Benar sekali, terget yang di serang yakni pemikiran-pemikiran, isi kepala para generasi. Hal tersebutlah yang dirasa lebih mengerikan dari pada serangan fisik.

Massifnya perkembangan teknologi dinilai menjadi momentum. Para pemuja material bergerak mencoba menghagemoni bangsa-bangsa yang lemah, ditambah lagi bangsa yang lemah itu sudah kalah mental. Maka implikasi dari hagemoni suatu bangsa terutama Indonesia ini bisa kita lihat secara nyata.

Hancurnya nilai-nilai budi pekerti, hilangnya urat malu, hancurnya moral, hancurnya pendidikan, taklid buta pada penguasa tertentu, bahkan hingga Aqidahnya mampu bergeser seakaan apa yang dilihatnya itu adalah segalanya yang tak bisa di pisahkan darinya.

Dari uraian panjang diatas kita mampu melihat bahwa  berbagai upaya orientalis agar ajaran islam sejalan dengan pemikiran barat berhasil dan sukses dalam upayanya untuk menggantikan posisi para ulama.

Kondisi umat yang begitu mengerikan pada hari membuka mata kita untuk sadar akan realitas zaman. Upaya mencerdaskan bangsa harus terus dilakukan bagi orang yang terpelajar yang dalam koridor pendidikan. Padahal kita memiliki waktu banyak untuk menelisik lebih dalam tentang ilmu pengetahuan. Namun, banyak pula orang yang tak selesai membaca keadaan dengan mudahnya menyimpulkan.

Dari sinilah penulis merasa bahwa generasi penerus harus melek ilmu. Dengan hormat pula penulis mengajak untuk membuka mata, hati, bahkan pikiran untuk melihat begitu kejamnya realitas zaman yang bahkan mampu mengubah prinsip dasar seseorang dalam berkehidupan.

 

Tags
1 Komentar
banner

2023-01-28 11:41:00

Gaus

Sepakat ..dengan ilmu, kita punya wawasan yg luas, dan tidak mudah silau dengan sesuatu yg terkesan baru padahal bertentangan dengan nilai dan norma sebagai warga negara Indonesia dan juga umat Islam..

Tinggalkan Pesan

Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Jaringan Anak Panah (JAP).
Ingin Donasi? Klik disini

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech