Legasi Pemikiran dan Keteladanan Buya Syafii
Salman Munif Ahad, 8-1-2023 | - Dilihat: 111

Oleh: Salman Munif
Ahmad Syafii Maarif selama hidupnya dikenal sebagai tokoh yang selalu kritis dalam memandang berbagai permasalahan. Ia pun juga seorang yang aktual, selalu up to date dalam memberikan pandangan dan catatan dalam lika-liku dinamika bangsa. Namun banyak yang meragukan keulamaan Buya Syafii. Saya kira mungkin karena Buya bukanlah seorang sarjana dalam rumpun agama melainkan seorang sarjana sejarah, ilmu yang ia pelajari di Amerika yang kerap dicap ilmu sekuler.
Banyak orang yang tidak menyukai Buya, ia kerap dituduh sesat karena pemikirannya. Tetapi Buya tak selangkah pun surut, ia kokoh berpijak pada bangunan pemikiran yang ia buat. Tetap kokoh berdiri walau diterpa badai hujan cercaan yang seringkali menyerang secara personal. Karena ketajaman, kecerdasan, dan keberanianlah yang membuat orang mengenalnya bukan hanya sebagai seorang Muhammadiyah, tetapi seorang Guru Bangsa.
Keberanian serta ketajaman pemikiran Buya tidak turun dari langit. Buya melewati banyak dentuman-dentuman sejarah yang mengasahnya hingga menjadi sedemikian cerdik. Ia meninggalkan Sumpurkudus untuk sekolah ke Madrasah Mu’allimin Jogja, ribuan kilometer dari kampung halaman.
Di Mu’allimin, kecerdasan dan kecemerlangan Buya kian tampak dan terasah. Ia pernah aktif di SKM, organisasi siswa kala itu. Ia pernah menjadi wakil pengurus SKM untuk berpidato di depan siswa baru. Ia juga mewakili Madrasah Mu’allimin untuk menghadiri pidato M. Natsir yang kala itu melawat ke Mu’allimaat.
Keterbukaan pemikiran Buya dimulai ketika ia bertemu kemajemukan yang ada di Mu’allimin. Setelah lulus dari Mu’allimin Buya melanjutkan pengembaraan ilmunya hingga ke Amerika, yang merupakan titik penting dalam wacana pemikiran Buya Syafii. Di sana ia bertemu Fazlur Rahman yang amat ia segani dan cintai, yang kemudian memberikan banyak corak dalam pemikiran Buya.
Banyak yang mengkritik bahwa Buya sudah terlalu jauh berpikir ala Barat. Tapi Buya pernah berkata bahwa ia adalah anak kampung dan akan selalu menjadi anak kampung, perihal pemikirannya yang menjadi maju dan terbuka adalah karena Muhammadiyah yang mendidiknya menjadi seperti itu.
Kini Buya sudah tiada, tak ada lagi Guru Bangsa yang arif serta sederhana itu. Kisah-kisah kesederhanaannya menampar kehidupan materialis modern. Kisah-kisah keteladanannya mengajarkan anak muda untuk lebih berani dan berarti. Buya telah pergi untuk selamanya, tetapi pemikirannya tetap abadi dan menjadi mata air di tengah gersangnya kondisi Indonesia sekarang. Di tengah carut-marut polarisasi politik, di bawah terik panas politik identitas, kesejukan pemikiran dan keteladanan Buya akan selalu dirindukan zaman.
Anak muda sebagai motor bangsa ke depannya memiliki peranan penting dalam mewariskan keteladanan dan pemikiran Buya Syafii Maarif. Legasi-legasi yang beliau tinggalkan bagi Islam dan kemanusiaan amat banyak. Sangat sayang bila disia-siakan. Maka Jambore Pelajar Teladan Bangsa adalah suatu inisiatif dari Maarif Institute untuk membumikan pemikiran Buya. Suatu pengalaman yang luar biasa bagi saya dan 99 pelajar lainnya dari penjuru Indonesia.
Empat hari mengikuti JPTB, pikiran saya semakin terbuka. Perjumpaan dengan berbagai macam tata laksana, budaya, dan agama ternyata bukanlah hal yang memecah belah. Lewat diskusi-diskusi atau bahkan obrolan-obrolan ringan saya jadi paham bahwa perbedaan seharusnya memperkuat persatuan.
“Berbeda dalam persaudaraan, bersaudara dalam perbedaan,” kata Buya Syafii. JPTB dan kegiatan lainnya yang serupa harus tetap ada agar warisan pemikiran dan keteladanan Buya bisa terus hidup di dalam sanubari orang-orang yang mau berpikiran terbuka. Keislaman, keindonesiaan dan kemanusiaan dalam satu tarikan napas harus terpatri di dalam diri anak-anak muda.
Untuk Indonesia yang lebih baik, anak muda harus bergerak di garda terdepan bagi negeri. Seperti kata Buya Syafii, “Yang muda-muda harus mengerti betul persoalan bangsa berbasis data. Banyak membaca dan ikut terlibat membenahi negeri.”
- Artikel Teropuler -
Legasi Pemikiran dan Keteladanan Buya Syafii
Salman Munif Ahad, 8-1-2023 | - Dilihat: 111

Oleh: Salman Munif
Ahmad Syafii Maarif selama hidupnya dikenal sebagai tokoh yang selalu kritis dalam memandang berbagai permasalahan. Ia pun juga seorang yang aktual, selalu up to date dalam memberikan pandangan dan catatan dalam lika-liku dinamika bangsa. Namun banyak yang meragukan keulamaan Buya Syafii. Saya kira mungkin karena Buya bukanlah seorang sarjana dalam rumpun agama melainkan seorang sarjana sejarah, ilmu yang ia pelajari di Amerika yang kerap dicap ilmu sekuler.
Banyak orang yang tidak menyukai Buya, ia kerap dituduh sesat karena pemikirannya. Tetapi Buya tak selangkah pun surut, ia kokoh berpijak pada bangunan pemikiran yang ia buat. Tetap kokoh berdiri walau diterpa badai hujan cercaan yang seringkali menyerang secara personal. Karena ketajaman, kecerdasan, dan keberanianlah yang membuat orang mengenalnya bukan hanya sebagai seorang Muhammadiyah, tetapi seorang Guru Bangsa.
Keberanian serta ketajaman pemikiran Buya tidak turun dari langit. Buya melewati banyak dentuman-dentuman sejarah yang mengasahnya hingga menjadi sedemikian cerdik. Ia meninggalkan Sumpurkudus untuk sekolah ke Madrasah Mu’allimin Jogja, ribuan kilometer dari kampung halaman.
Di Mu’allimin, kecerdasan dan kecemerlangan Buya kian tampak dan terasah. Ia pernah aktif di SKM, organisasi siswa kala itu. Ia pernah menjadi wakil pengurus SKM untuk berpidato di depan siswa baru. Ia juga mewakili Madrasah Mu’allimin untuk menghadiri pidato M. Natsir yang kala itu melawat ke Mu’allimaat.
Keterbukaan pemikiran Buya dimulai ketika ia bertemu kemajemukan yang ada di Mu’allimin. Setelah lulus dari Mu’allimin Buya melanjutkan pengembaraan ilmunya hingga ke Amerika, yang merupakan titik penting dalam wacana pemikiran Buya Syafii. Di sana ia bertemu Fazlur Rahman yang amat ia segani dan cintai, yang kemudian memberikan banyak corak dalam pemikiran Buya.
Banyak yang mengkritik bahwa Buya sudah terlalu jauh berpikir ala Barat. Tapi Buya pernah berkata bahwa ia adalah anak kampung dan akan selalu menjadi anak kampung, perihal pemikirannya yang menjadi maju dan terbuka adalah karena Muhammadiyah yang mendidiknya menjadi seperti itu.
Kini Buya sudah tiada, tak ada lagi Guru Bangsa yang arif serta sederhana itu. Kisah-kisah kesederhanaannya menampar kehidupan materialis modern. Kisah-kisah keteladanannya mengajarkan anak muda untuk lebih berani dan berarti. Buya telah pergi untuk selamanya, tetapi pemikirannya tetap abadi dan menjadi mata air di tengah gersangnya kondisi Indonesia sekarang. Di tengah carut-marut polarisasi politik, di bawah terik panas politik identitas, kesejukan pemikiran dan keteladanan Buya akan selalu dirindukan zaman.
Anak muda sebagai motor bangsa ke depannya memiliki peranan penting dalam mewariskan keteladanan dan pemikiran Buya Syafii Maarif. Legasi-legasi yang beliau tinggalkan bagi Islam dan kemanusiaan amat banyak. Sangat sayang bila disia-siakan. Maka Jambore Pelajar Teladan Bangsa adalah suatu inisiatif dari Maarif Institute untuk membumikan pemikiran Buya. Suatu pengalaman yang luar biasa bagi saya dan 99 pelajar lainnya dari penjuru Indonesia.
Empat hari mengikuti JPTB, pikiran saya semakin terbuka. Perjumpaan dengan berbagai macam tata laksana, budaya, dan agama ternyata bukanlah hal yang memecah belah. Lewat diskusi-diskusi atau bahkan obrolan-obrolan ringan saya jadi paham bahwa perbedaan seharusnya memperkuat persatuan.
“Berbeda dalam persaudaraan, bersaudara dalam perbedaan,” kata Buya Syafii. JPTB dan kegiatan lainnya yang serupa harus tetap ada agar warisan pemikiran dan keteladanan Buya bisa terus hidup di dalam sanubari orang-orang yang mau berpikiran terbuka. Keislaman, keindonesiaan dan kemanusiaan dalam satu tarikan napas harus terpatri di dalam diri anak-anak muda.
Untuk Indonesia yang lebih baik, anak muda harus bergerak di garda terdepan bagi negeri. Seperti kata Buya Syafii, “Yang muda-muda harus mengerti betul persoalan bangsa berbasis data. Banyak membaca dan ikut terlibat membenahi negeri.”
0 Komentar
Tinggalkan Pesan