Kisah Cinta Raia dan River dalam the Architecture of Love
Fadhil Raihan Hakim Senin, 3-6-2024 | - Dilihat: 74
Oleh: Fadhil Raihan Hakim
"Kita tidak bisa memaksa orang untuk segera sembuh dari lukanya, tapi kita sangat bisa menemani orang itu sampai ia sembuh dengan satu hal, yaitu cinta."
Bercerita soal kisah cinta memang asyik, apalagi ketika kita mengulik masa lalu seseorang. Mengeksplorasi backstory-nya dan di-crafting jadi modal besar untuk mendapatkan sebuah happy ending ala-ala drama. Dalam the Architecture of Love, kita disajikan dinamika cerita masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang dari River dan Raia.
Babak I, penjelasannya pure tentang filmnya ya, jadi tidak mempertimbangkan based on novelnya. Di dalam drama character development menjadi pondasi utama untuk menghasilkan emotional attachment untuk audience. Belajar dari drama Korea, setiap karakter punya cerita, luka, dan kebahagiaan mereka sendiri.
Nilai-nilai dasar yang dipegang oleh karakter harus ditunjukkan di opening image untuk membantu nge-setup dan menjadi akar untuk menghasilkan catalyst. Menurutku pribadi ini hal yang paling fundamental dari sebuah drama. Hal ini sudah cukup membuat kita berempati dengan Raia dan River. Di awal kita sama-sama tahu bagaimana backstory mereka yang sama-sama menyakitkan, dan itulah yang nge-drive mereka bisa berjalan bersama.
Babak II, akhirnya Raia menemukan River, seseorang yang bisa menjadi alasan Raia bisa menulis lagi. Dengan penjelasan River soal bangunan-bangunan di New York yang begitu romantis di mata Raia, hal ini menjadi reasoning utama Raia jatuh cinta dengan River. Ibarat tembok yang tinggi, menulis kembali setelah vakum karena sakit hati adalah hal yang paling sulit bagi Raia. River berhasil meruntuhkan tembok yang tinggi itu.
River pun punya masa lalu yang membuat dia juga tidak mudah membuka hati kepada Raia karena perasaan cinta dengan mendiang istrinya. Munculah kata-kata keramat “Gak semua yang kosong itu harus diisi, karena bisa jadi cerita baru akan merusak memori yang berharga”. Ini efektif sekali ya tertanam di pikiran kita yang membuat diri kita ber-empathy dengan River juga.
Tarik ulur terjadi dengan River yang tiba-tiba datang dan tiba-tiba pergi. Raia sendiri sadar bahwa dia memang udah suka dengan River sehingga berusaha untuk selalu mewajarkan si River, tapi ini yang menghantarkan kita ke part “all is lost”, di mana Raia kehilangan seorang River karena dia memilih untuk kabur lagi dengan kesedihan masa lalunya.
Babak III, film ini sebenernya sudah mengisyaratkan happy ending,. Walaupun begitu kita tetap ingin ikut merasakan prosesnya bukan? Itulah nikmatnya drama romance, kita bisa sangat menikmati setiap detiknya di masa lalu, masa kini, dan masa datang, even kita tahu ini akan happy ending.
Bagiku, di babak ini nothing special dan seperti layaknya drama pada umumnya, Raia merilis buku barunya. River memberi kejutan kembali dan confess kalau dia butuh Raia, toh River juga udah janji kan akan kembali? High tower suprise-nya ga ada yang membuat aku sebagai penonton sangat merasa secure dengan Raia.
Aku bergumam, “Balik-balik River itu santai loh” mungkin kalo treatment-nya dibuat agak melo drama lebih asyik ya. Ada alasan River yang closure membuat Raia udah bener-bener ga ada harapan sama sekali. Mungkin climax-nya akan jauh lebih dapet misal mungkin bisa lebih melibatkan supporting role yang ada, mungkin atau yang lain.
Berbicara mengenai supporting role, di sini kurang banget eksplorasinya. Ayolah second lead ini efektif banget loh buat nambah dinamika emosi di cerita. Adiknya River jangan dikasih mudah banget dong untuk mengalah. Diaz pun tiba-tiba tanpa hint yang jelas malah suka dengan Raia. Element of suprise-nya terasa hambar karena ga ada checkov gun yang exist menurutku. Ini hole terbesar di film ini menurutku.
Overall film ini aku kategorikan film yang hangat dan menyenangkan, karena segala prosesnya mengajarkan kita untuk saling menghargai dan menghormati masa lalu pasangan kita. Kita tidak bisa memaksa orang untuk segera sembuh dari lukanya, tapi kita sangat bisa menemani orang itu sampai ia sembuh dengan satu hal, yaitu cinta.
- Artikel Terpuler -
Kisah Cinta Raia dan River dalam the Architecture of Love
Fadhil Raihan Hakim Senin, 3-6-2024 | - Dilihat: 74
Oleh: Fadhil Raihan Hakim
"Kita tidak bisa memaksa orang untuk segera sembuh dari lukanya, tapi kita sangat bisa menemani orang itu sampai ia sembuh dengan satu hal, yaitu cinta."
Bercerita soal kisah cinta memang asyik, apalagi ketika kita mengulik masa lalu seseorang. Mengeksplorasi backstory-nya dan di-crafting jadi modal besar untuk mendapatkan sebuah happy ending ala-ala drama. Dalam the Architecture of Love, kita disajikan dinamika cerita masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang dari River dan Raia.
Babak I, penjelasannya pure tentang filmnya ya, jadi tidak mempertimbangkan based on novelnya. Di dalam drama character development menjadi pondasi utama untuk menghasilkan emotional attachment untuk audience. Belajar dari drama Korea, setiap karakter punya cerita, luka, dan kebahagiaan mereka sendiri.
Nilai-nilai dasar yang dipegang oleh karakter harus ditunjukkan di opening image untuk membantu nge-setup dan menjadi akar untuk menghasilkan catalyst. Menurutku pribadi ini hal yang paling fundamental dari sebuah drama. Hal ini sudah cukup membuat kita berempati dengan Raia dan River. Di awal kita sama-sama tahu bagaimana backstory mereka yang sama-sama menyakitkan, dan itulah yang nge-drive mereka bisa berjalan bersama.
Babak II, akhirnya Raia menemukan River, seseorang yang bisa menjadi alasan Raia bisa menulis lagi. Dengan penjelasan River soal bangunan-bangunan di New York yang begitu romantis di mata Raia, hal ini menjadi reasoning utama Raia jatuh cinta dengan River. Ibarat tembok yang tinggi, menulis kembali setelah vakum karena sakit hati adalah hal yang paling sulit bagi Raia. River berhasil meruntuhkan tembok yang tinggi itu.
River pun punya masa lalu yang membuat dia juga tidak mudah membuka hati kepada Raia karena perasaan cinta dengan mendiang istrinya. Munculah kata-kata keramat “Gak semua yang kosong itu harus diisi, karena bisa jadi cerita baru akan merusak memori yang berharga”. Ini efektif sekali ya tertanam di pikiran kita yang membuat diri kita ber-empathy dengan River juga.
Tarik ulur terjadi dengan River yang tiba-tiba datang dan tiba-tiba pergi. Raia sendiri sadar bahwa dia memang udah suka dengan River sehingga berusaha untuk selalu mewajarkan si River, tapi ini yang menghantarkan kita ke part “all is lost”, di mana Raia kehilangan seorang River karena dia memilih untuk kabur lagi dengan kesedihan masa lalunya.
Babak III, film ini sebenernya sudah mengisyaratkan happy ending,. Walaupun begitu kita tetap ingin ikut merasakan prosesnya bukan? Itulah nikmatnya drama romance, kita bisa sangat menikmati setiap detiknya di masa lalu, masa kini, dan masa datang, even kita tahu ini akan happy ending.
Bagiku, di babak ini nothing special dan seperti layaknya drama pada umumnya, Raia merilis buku barunya. River memberi kejutan kembali dan confess kalau dia butuh Raia, toh River juga udah janji kan akan kembali? High tower suprise-nya ga ada yang membuat aku sebagai penonton sangat merasa secure dengan Raia.
Aku bergumam, “Balik-balik River itu santai loh” mungkin kalo treatment-nya dibuat agak melo drama lebih asyik ya. Ada alasan River yang closure membuat Raia udah bener-bener ga ada harapan sama sekali. Mungkin climax-nya akan jauh lebih dapet misal mungkin bisa lebih melibatkan supporting role yang ada, mungkin atau yang lain.
Berbicara mengenai supporting role, di sini kurang banget eksplorasinya. Ayolah second lead ini efektif banget loh buat nambah dinamika emosi di cerita. Adiknya River jangan dikasih mudah banget dong untuk mengalah. Diaz pun tiba-tiba tanpa hint yang jelas malah suka dengan Raia. Element of suprise-nya terasa hambar karena ga ada checkov gun yang exist menurutku. Ini hole terbesar di film ini menurutku.
Overall film ini aku kategorikan film yang hangat dan menyenangkan, karena segala prosesnya mengajarkan kita untuk saling menghargai dan menghormati masa lalu pasangan kita. Kita tidak bisa memaksa orang untuk segera sembuh dari lukanya, tapi kita sangat bisa menemani orang itu sampai ia sembuh dengan satu hal, yaitu cinta.
0 Komentar
Tinggalkan Pesan