Keruntuhan Barat, Kebangkitan Timur, dan Dunia Islam
Syaiful Islam Kamis, 6-10-2022 | - Dilihat: 78

Oleh: Syaiful Islam
Krisis ataukah tanda zaman baru? Barangkali itu pertanyaan yang cukup mengganggu fikiran saya setelah melihat dan mengamati kejadian-kejadian dunia akhir-akhir ini. Hari ini kita telah menyaksikan negara-negara di benua Biru yang dahulu menguasai hampir setiap jengkal tanah di bumi ini mulai mengalami musim dingin yang gelap; gelap dalam artian harfiah sebab krisis energi dan barangkali dalam artian yang visioner (?).
Dunia Barat telah banyak diramalkan para ahli akan kehilangan hegemoninya, termasuk yang menurut saya sangat argumentatif ada dalam buku “Memudarnya Supremasi Barat di tengah Kebangkitan Asia” karya Prof. Bambang Cipto, M.A. Bahwa cepat atau lambat dunia Barat dengan liberalisme dan kapitalismenya perlahan-lahan menunjukan kemunduran, namun dalam waktu yang bersamaan dunia Timur dalam konteks ini adalah Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, serta India mengalami kemajuan yang perlahan namun pasti ada dalam posisi mengejar dan juga satu masa kemudian diperkirakan akan mampu mengungguli dominasi Barat dalam menjadi poros dunia.
Barangkali zaman ini adalah gerbang dari era baru sebagaimana yang Ibnu Khaldun sampaikan dalam teori siklus peradabannya, bahwa peradaban sama sepertihalnya manusia yang lahir, tumbuh, berkembang, lalu mati. Bangsa-bangsa yang akan menggantikan Barat dalam memimpin dunia di zaman ini merupakan bangsa yang kurang dari 100 tahun lalu merupakan bangsa-bangsa yang hidup dengan penuh kegetiran, keperitan, dan dirundung pilu yang teramat.
Kurang dari 1 abad lalu Tiongkok hancur lebur imbas dihantam perang saudara, kelaparan dahsyat, dan berbagai pergolakan politik. Begitupun Korea Selatan yang negerinya hancur akibat penjajahan Jepang dan setelah itu harus kembali hancur akibat perang dengan saudaranya dari utara.
Jepang sebuah negeri kalah perang yang harus menanggung banyak konsekuensi imbas dari kekalahannya, termasuk menjadi satu-satunya negara yang pernah hancur akibat dibom atom. Demikian juga India sebuah negeri dengan umat yang begitu ramai jumlahnya dengan segala persoalan kejumudannya dan sentimen agama yang kuat akibat segregasi yang dibuat Inggris dahulu.
Negeri-negeri dari Timur tadi perlahan menggantikan Barat menjadi poros-poros peradaban dunia baru, sebabnya negeri-negeri tadi seperti yang Ibnu Khaldun sampaikan juga, bahwa peradaban besar itu lahir akibat tempaan yang keras, kemiskinan, dan berbagai persoalan; dalam pepatah; pelaut handal selalu lahir dari lautan badai.
Dalam posisi yang sebaliknya, negeri-negeri Barat itu mengalami kemunduran sebab mereka jadi bangsa-bangsa yang sentiasa ‘merasa’, merasa apa? Merasa hebat, merasa selalu menang, dan merasa tidak akan tergantikan. Mental serba merasa tadi menyebabkan mental perjuangan itu mengendur dan secara otomatis memakan dirinya sendiri. Selain daripada itu, negeri-negeri Barat ini sentiasa menggantungkan hidupnya pada konsep exploitation nation’s par nation’s. Sehingga ketika bangsa-bangsa yag dieksploitasi ini bangkit berdiri, maka mereka yang menumpang makan diatas bahunya bangsa-bangsa yang telah berkesadaran ini akan jatuh dengan sendirinya.
Lalu bagaimana dengan dunia orang-orang Islam? apakah masih relevan perkataan Syaikh Muhammad Abduh yang amat masyhur “dzahabtu ilaa bilaad al-ghorbi, roaitu al-Islam wa lam aro al-muslimiin. Wa dzahabtu ilaa bilaad al-‘arobi, roaitu al-muslimiin, wa lam aro alIslam (aku pergi ke negara Barat, aku melihat Islam namun tidak melihat orang muslim. Dan aku pergi ke negara Arab, aku melihat orang muslim namun tidak melihat Islam)” itu masih relevan di zaman ini? Jawabnya masih sama, yakni iya. Umat Islam masih jauh tertinggal dengan peradaban Barat, ditambah hari ini kita akan ditinggal lagi oleh mercusuar baru dunia yakni bangsa-bangsa dari Timur itu terutama sekali oleh Tiongkok.
Umat Islam sejak direbutnya Konstantinopel menjadi umat yang perlahan-lahan lena pada nikmat-nikmat kemakmuran, nikmat kejayaan, nikmat kemudahan, meskipun pada beberapa waktu mengalami kejayaan, namun sebuah kejayaan yang tidak kontinu sepertihalnya yang terjadi pada era Suleyman the Magnificent, Mansyur Syah dari Melaka, Iskandar Muda dari Aceh, Akbar the Great maupun era Sultan Agung dari Mataram.
Negeri-negeri orang Islam pasca direbutnya Konstantinopel perlahan namun pasti satu persatu mulai dijadikan jajahan oleh bangsa-bangsa Barat, mulai dihisap segala sumber dayanya, mulai dijadikan bangsa yang tunduk takluk tidak berdaya dihadapan senapan-senapannya orang Barat.
Secercah cahaya muncul pasca perang dunia kedua, era dekolonisasi dimulai. Satu-persatu negeri-negeri orang Islam merdeka, ada yang memilih menjadi negara Islam, ada pula yang memilih menjadi negara sekuler, namun ada pula yang memilih menjadi sebuah negara yang berada ditengah antara sekulerisme dan Islamisme.
Pasca kemerdekaan negeri-negeri orang Islam ini, masalah belumlah usai, negeri-negeri orang Islam tetap dijadikan ladang perah bagi bangsa-bangsa Barat dengan gaya neo-kolonialisme nya. Pertarungan antara kapitalisme dan komunisme merembet pada negerinya orang-orang Islam, pasca runtuhnya Soviet, agama Islam menjadi samsak baru bagi pemenang perang dingin, dan hari ini kita pun ada ditengah-tengah pertarungan memperebutkan zaman antara dunia Timur dan Barat.
Hampir seluruh negeri-negeri orang Islam hari ini mengalami kegamangan luar biasa sebab pertarungan Timur-Barat ini, negeri-negeri ini sedang berfokus agar tidak menjadi peladuk yang mati tersepit dalam pertarungan dua gajah yang memperebutkan zaman baru.
Para pemimpin dunia Islam sebetulnya sudah memiliki kesadaran bahwa hal ini akan terjadi, semisal yang dilakukan Dr. Mahathir Mohammad dengan Dasar Pandang ke Timur-nya di tahun 1982. Atau Soekarno, Gamal Abdel Nasser, maupun Mohammad Ali Bogra yang menjadi inisiator KTT Asia-Afrika maupun KTT Non-Blok, serta pada 1972 saat berdirinya Organisasi Kerjasama Islam (OIC) telah menjadi bukti bahwa negara-negara orang Islam pada dasarnya memiliki potensi yang sama dengan negeri-negeri Barat maupun Timur untuk menjadi poros peradaban baru.
Umat Islam hari ini harus menerawang zaman dan mencipta kemajuan, jika dahulu kita pernah berjaya mengapa hari ini kita harus tertinggal? Akan banyak sekali jawaban dari pertanyaan ini, namun bagi saya pribadi hal ini disebabkan karena umat ini sudah jauh pergi dari rohnya Islam yang sejati, roh Islam yang menghendaki kebebasan berpikir, satu roh yang memacu kemajuan, menanggalkan kejumudan, agama Islam yang apinya menyalakan pengetahuanpengetahuan, sedih saya mengulanginya bahwa kita hari ini sudah meninggalkan itu semua, sisa yang kita genggam hanya abu dari api Islam yang dibawa Nabi Muhammad.
Meski demikian, kita harus mengembalikan api Islam itu agar menyala terang dengan kita mengisi lorong-lorong perpustakaan, sumber-sumber informasi digital, serta laboratoriumlaboratorium, sebab dari sanalah kita akan mampu menentukan kedudukan umat ini dihadapan dunia, dan dari tempat-tempat tadilah kita akan mengawali era baru rethinking of Islam, satu Islam yang (benar-benar) berkemajuan, satu dunia orang-orang Islam yang maju dan bersamaan juga akan membawa kemajuan bagi Timur dan Barat.
- Artikel Terpuler -
Keruntuhan Barat, Kebangkitan Timur, dan Dunia Islam
Syaiful Islam Kamis, 6-10-2022 | - Dilihat: 78

Oleh: Syaiful Islam
Krisis ataukah tanda zaman baru? Barangkali itu pertanyaan yang cukup mengganggu fikiran saya setelah melihat dan mengamati kejadian-kejadian dunia akhir-akhir ini. Hari ini kita telah menyaksikan negara-negara di benua Biru yang dahulu menguasai hampir setiap jengkal tanah di bumi ini mulai mengalami musim dingin yang gelap; gelap dalam artian harfiah sebab krisis energi dan barangkali dalam artian yang visioner (?).
Dunia Barat telah banyak diramalkan para ahli akan kehilangan hegemoninya, termasuk yang menurut saya sangat argumentatif ada dalam buku “Memudarnya Supremasi Barat di tengah Kebangkitan Asia” karya Prof. Bambang Cipto, M.A. Bahwa cepat atau lambat dunia Barat dengan liberalisme dan kapitalismenya perlahan-lahan menunjukan kemunduran, namun dalam waktu yang bersamaan dunia Timur dalam konteks ini adalah Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, serta India mengalami kemajuan yang perlahan namun pasti ada dalam posisi mengejar dan juga satu masa kemudian diperkirakan akan mampu mengungguli dominasi Barat dalam menjadi poros dunia.
Barangkali zaman ini adalah gerbang dari era baru sebagaimana yang Ibnu Khaldun sampaikan dalam teori siklus peradabannya, bahwa peradaban sama sepertihalnya manusia yang lahir, tumbuh, berkembang, lalu mati. Bangsa-bangsa yang akan menggantikan Barat dalam memimpin dunia di zaman ini merupakan bangsa yang kurang dari 100 tahun lalu merupakan bangsa-bangsa yang hidup dengan penuh kegetiran, keperitan, dan dirundung pilu yang teramat.
Kurang dari 1 abad lalu Tiongkok hancur lebur imbas dihantam perang saudara, kelaparan dahsyat, dan berbagai pergolakan politik. Begitupun Korea Selatan yang negerinya hancur akibat penjajahan Jepang dan setelah itu harus kembali hancur akibat perang dengan saudaranya dari utara.
Jepang sebuah negeri kalah perang yang harus menanggung banyak konsekuensi imbas dari kekalahannya, termasuk menjadi satu-satunya negara yang pernah hancur akibat dibom atom. Demikian juga India sebuah negeri dengan umat yang begitu ramai jumlahnya dengan segala persoalan kejumudannya dan sentimen agama yang kuat akibat segregasi yang dibuat Inggris dahulu.
Negeri-negeri dari Timur tadi perlahan menggantikan Barat menjadi poros-poros peradaban dunia baru, sebabnya negeri-negeri tadi seperti yang Ibnu Khaldun sampaikan juga, bahwa peradaban besar itu lahir akibat tempaan yang keras, kemiskinan, dan berbagai persoalan; dalam pepatah; pelaut handal selalu lahir dari lautan badai.
Dalam posisi yang sebaliknya, negeri-negeri Barat itu mengalami kemunduran sebab mereka jadi bangsa-bangsa yang sentiasa ‘merasa’, merasa apa? Merasa hebat, merasa selalu menang, dan merasa tidak akan tergantikan. Mental serba merasa tadi menyebabkan mental perjuangan itu mengendur dan secara otomatis memakan dirinya sendiri. Selain daripada itu, negeri-negeri Barat ini sentiasa menggantungkan hidupnya pada konsep exploitation nation’s par nation’s. Sehingga ketika bangsa-bangsa yag dieksploitasi ini bangkit berdiri, maka mereka yang menumpang makan diatas bahunya bangsa-bangsa yang telah berkesadaran ini akan jatuh dengan sendirinya.
Lalu bagaimana dengan dunia orang-orang Islam? apakah masih relevan perkataan Syaikh Muhammad Abduh yang amat masyhur “dzahabtu ilaa bilaad al-ghorbi, roaitu al-Islam wa lam aro al-muslimiin. Wa dzahabtu ilaa bilaad al-‘arobi, roaitu al-muslimiin, wa lam aro alIslam (aku pergi ke negara Barat, aku melihat Islam namun tidak melihat orang muslim. Dan aku pergi ke negara Arab, aku melihat orang muslim namun tidak melihat Islam)” itu masih relevan di zaman ini? Jawabnya masih sama, yakni iya. Umat Islam masih jauh tertinggal dengan peradaban Barat, ditambah hari ini kita akan ditinggal lagi oleh mercusuar baru dunia yakni bangsa-bangsa dari Timur itu terutama sekali oleh Tiongkok.
Umat Islam sejak direbutnya Konstantinopel menjadi umat yang perlahan-lahan lena pada nikmat-nikmat kemakmuran, nikmat kejayaan, nikmat kemudahan, meskipun pada beberapa waktu mengalami kejayaan, namun sebuah kejayaan yang tidak kontinu sepertihalnya yang terjadi pada era Suleyman the Magnificent, Mansyur Syah dari Melaka, Iskandar Muda dari Aceh, Akbar the Great maupun era Sultan Agung dari Mataram.
Negeri-negeri orang Islam pasca direbutnya Konstantinopel perlahan namun pasti satu persatu mulai dijadikan jajahan oleh bangsa-bangsa Barat, mulai dihisap segala sumber dayanya, mulai dijadikan bangsa yang tunduk takluk tidak berdaya dihadapan senapan-senapannya orang Barat.
Secercah cahaya muncul pasca perang dunia kedua, era dekolonisasi dimulai. Satu-persatu negeri-negeri orang Islam merdeka, ada yang memilih menjadi negara Islam, ada pula yang memilih menjadi negara sekuler, namun ada pula yang memilih menjadi sebuah negara yang berada ditengah antara sekulerisme dan Islamisme.
Pasca kemerdekaan negeri-negeri orang Islam ini, masalah belumlah usai, negeri-negeri orang Islam tetap dijadikan ladang perah bagi bangsa-bangsa Barat dengan gaya neo-kolonialisme nya. Pertarungan antara kapitalisme dan komunisme merembet pada negerinya orang-orang Islam, pasca runtuhnya Soviet, agama Islam menjadi samsak baru bagi pemenang perang dingin, dan hari ini kita pun ada ditengah-tengah pertarungan memperebutkan zaman antara dunia Timur dan Barat.
Hampir seluruh negeri-negeri orang Islam hari ini mengalami kegamangan luar biasa sebab pertarungan Timur-Barat ini, negeri-negeri ini sedang berfokus agar tidak menjadi peladuk yang mati tersepit dalam pertarungan dua gajah yang memperebutkan zaman baru.
Para pemimpin dunia Islam sebetulnya sudah memiliki kesadaran bahwa hal ini akan terjadi, semisal yang dilakukan Dr. Mahathir Mohammad dengan Dasar Pandang ke Timur-nya di tahun 1982. Atau Soekarno, Gamal Abdel Nasser, maupun Mohammad Ali Bogra yang menjadi inisiator KTT Asia-Afrika maupun KTT Non-Blok, serta pada 1972 saat berdirinya Organisasi Kerjasama Islam (OIC) telah menjadi bukti bahwa negara-negara orang Islam pada dasarnya memiliki potensi yang sama dengan negeri-negeri Barat maupun Timur untuk menjadi poros peradaban baru.
Umat Islam hari ini harus menerawang zaman dan mencipta kemajuan, jika dahulu kita pernah berjaya mengapa hari ini kita harus tertinggal? Akan banyak sekali jawaban dari pertanyaan ini, namun bagi saya pribadi hal ini disebabkan karena umat ini sudah jauh pergi dari rohnya Islam yang sejati, roh Islam yang menghendaki kebebasan berpikir, satu roh yang memacu kemajuan, menanggalkan kejumudan, agama Islam yang apinya menyalakan pengetahuanpengetahuan, sedih saya mengulanginya bahwa kita hari ini sudah meninggalkan itu semua, sisa yang kita genggam hanya abu dari api Islam yang dibawa Nabi Muhammad.
Meski demikian, kita harus mengembalikan api Islam itu agar menyala terang dengan kita mengisi lorong-lorong perpustakaan, sumber-sumber informasi digital, serta laboratoriumlaboratorium, sebab dari sanalah kita akan mampu menentukan kedudukan umat ini dihadapan dunia, dan dari tempat-tempat tadilah kita akan mengawali era baru rethinking of Islam, satu Islam yang (benar-benar) berkemajuan, satu dunia orang-orang Islam yang maju dan bersamaan juga akan membawa kemajuan bagi Timur dan Barat.
0 Komentar
Tinggalkan Pesan