Kebahagiaan di Tengah Kemajuan Zaman
Muhammad Iqbal Kholidin Jum'at, 29-4-2022 | - Dilihat: 159
Oleh: Muhammad Iqbal Kholidin
Kita mestilah sadar bahwa tekanan hidup sering kali datang dari lingkungan sekitar kita sendiri. Mulai dari obrolan dan gosip miring ibu-ibu tetangga, hingga rasa kaget karena hari ini semua harga kebutuhan telah naik berkali-kali lipat hingga dompet menjerit.
Harus diakui bahwa dunia hari ini memang memiliki kemajuan dalam berbagai bidang. Namun tanpa kita sadari bahwa tekanan yang awalnya datang dari dunia nyata telah berubah bentuk dan merambah dunia maya.
Menerima cemoohan orang lain dan perundungan di dunia nyata memang sudah memalukan, namun mengalami hal tersebut di dunia nyata rasanya berdampak lebih gila dan mengganggu kesehatan mental kita.
Sering kita mendengar bahwa budaya paling absurd di negeri ini adalah budaya yang senang membandingkan satu sama lain, bahkan sampai kepedihan dan musibah pun juga suka dibandingkan!
Penulis pernah merasakan ketika ada anak tetangga yang mendapatkan pencapaian di bidang tertentu dan kemudian terdengar oleh salah satu anggota keluarga di rumah, langsung saja penulis dibanding-bandingkan dengan anak tetangga, sedih sebetulnya.
Jika ingat, mungkin kita sering berkata bahwa dunia sekejam itu dan orang lain adalah faktor penyebab utama dampak dari kejamnya dunia terhadap kita. Bukan suatu hal yang tabu ketika kita sering untuk menyalahkan keadaan dan bahkan menyalahkan Tuhan! Luar biasa memang.
Namun proses menyalahkan tersebut mungkin menjadi wajar ketika kita mencoba berpandangan seperti apa yang dimaksud oleh salah satu filsuf asal Jerman di abad 19, Feurbach, yang mengatakan bahwa manusia itu memiliki kodrat untuk bersandar pada entitas yang lebih kuat dari dirinya.
Bagi Feurbach, sekalipun manusia dianggap sebagai entitas yang mampu melakukan apa pun, namun tetap akan bentrok dengan keterbatasan objektif pada rasionya sehingga hal ini merupakan suatu hal yang menyakitkan dan turut menyusun kodrat manusia, sehingga manusia tetap bergantung pada entitas yang lebih kuat dari diri manusia itu sendiri.
Maka dampak yang terjadi adalah ketika suatu hal yang manusia anggap sebagai sesuatu yang lebih kuat dari dirinya justru mengecewakan, secara sadar ataupun tidak nantinya akan menjadi objek untuk disalahkan.
Hal ini pun tidak hanya berlaku pada Tuhan saja, namun manusia yang menjadikan objek atau subjek apa pun sebagai tempat bersandarnya kemudian merasakan kekecewaan, maka akan tetap melakukan usaha menyalahkan objek atau subjek tersebut.
Lantas timbul pertanyaan, bagaimana jika ternyata kita mampu untuk mengendalikan diri supaya tidak lagi menyalahkan objek lain? Bagaimana jika ternyata memang titik masalahnya adalah kita luput untuk memahami bahwa seharusnya kita mengendalikan apa yang sebenarnya bisa kita kendalikan dan tidak hanya bergatung pada objek ataupun subjek lain di luar diri kita yang memang sulit untuk kita atur?
Maka, supaya kita tak lagi menyalahkan siapapun dan apapun lalu kecewa, kita sepertinya membutuhkan suatu obat berupa aktualisasi hasil dari pemikiran para filsuf yang biasa belajar di teras berpilar atau disebut juga kaum Stoa (kata “stoa” dalam bahasa yunani bisa diartikan sebagai teras).
Dikisahkan, pada zaman dahulu tepatnya 300 tahun sebelum masehi, terdapat seorang pedagang kaya bernama Zeno yang melakukan perjalanan dagang melewati lautan. Namun, nasib sudah seperti judi bola yang sulit ditebak, Zeno mengalami nasib kurang baik sehingga kapal yang ditumpanginya harus karam di tengah lautan dan dia pun terdampar di Athena.
Banyak orang bijak berkata bahwa musibah bisa jadi menjadi pintu terbukanya jalan anugerah datang, begitu pula dengan yang terjadi pada Zeno yang sebelumnya mengalami kapal karam namun akhirnya pintu menuju perjalanan hidup kebijaksanaannya dimulai.
Zeno di Athena bertemu dan belajar kepada Crates, seorang filsuf aliran sinis. Setelahnya, Zeno pun memutuskan untuk merumuskan dan mengajarkan filsafatnya yang kemudian hari dikenal dengan filosofi teras atau stoisisme dan yang mengikutinya disebut dengan kaum stoa. Stoisisme mengajarkan agar pengikutnya mencapai dua tujuan.
Pertama untuk hidup tanpa emosi negatif (sedih, cemburu, marah, dan lainnya). Cara menuju hal tersebut kita bisa memulai langkah seperti apa yang dikatakan oleh salah satu pengikut aliran Stoa yaitu Epictetus yang mengatakan bahwa kita harus memahami bahwa ada beberapa hal yang memang ada di bawah kendali dan bergantung pada kita serta ada juga beberapa hal lain yang memang tidak di bawah kendali kita.
Maksud dari perkataan Epictetus adalah seorang manusia dalam mencapai ketenangan dan damai perlu membatasi dirinya untuk hanya peduli serta mengurusi hal apa saja yang memang bisa dia kendalikan. Urusan tersebut berupa ekspektasi diri, pemikiran, perasaan, dan emosi yang kita miliki.
Tidak perlu lagi kita peduli atas urusan yang orang lain urusi atas diri kita berupa cemoohan, gosip miring, ekspektasi tinggi yang tidak sesuai dengan keinginan dan kemampuan serta pandangan negatif apa pun di luar urusan yang bisa kita urusi. Tujuan kedua dari stoisisme adalah hidup penuh dengan kebaikan seperti seharusnya menjadi manusia yang memberi cinta kasih pada sesama.
Cara menjadi hidup penuh kebaikan adalah dengan mencapai empat kebaikan utama yaitu bijaksana dalam mengambil keputusan, mewujudkan keadilan dalam memperlakukan orang lain, keberanian dalam memegang prinsip yang benar dan mampu menahan diri dalam disiplin, kontrol diri, menjadi pantas serta sederhana. Mulia sekali bukan ajarannya? Lantas di zaman ini bagaimana cara menuju hal tersebut? Pertama kita harus melihat keadaan dunia sekitar kita.
Era digital ini selain memberikan kemajuan di lain sisi juga memberikan beberapa hal yang menjengkelkan. Salah satu contohnya adalah budaya hoax yang masif beredar. Belum lagi kita sering lihat di kolom komentar akun-akun tertentu yang sering memunculkan budaya buruk ujaran kebencian dan julid. Senang membuka snapgram dan sejenisnya? Maka kita lebih banyak menemukan banyak hal yang mengganggu perasaan kita, seperti pamer harta contohnya.
Dunia yang kita jalani sekarang juga dikenal sebagai dunia distruptif. Maka, di dunia ini akan ada banyak kejadian ataupun fenomena yang datang silih berganti dengan cepat dan bahkan di luar apa yang kita bayangkan. Berikutnya, setelah memahami bahwa keadaan yang ada di sekitar cukup banyak tidak sesuai dengan yang kita harapkan dan kita pun memang tidak memiliki daya sebesar itu untuk mengatur dunia karena di luar kemampuan diri, maka perlu untuk membuat rencana langkah yang sesuai dengan apa saja yang bisa diri kita kendalikan.
Yang bisa dikendalikan oleh kita sebagai manusia adalah bagaimana cara memandang dunia melalui akal sehat yang di imbangi juga dengan perasan, berimbang tanpa berat sebelah.
Ketika mampu untuk memandang dunia dengan mengendalikan segala faktor internal diri kita dan tidak mengurusi segala faktor di luar kemampuan kendali kita, maka nantinya juga kita mampu untuk bersikap dengan sikap bijaksana dan tidak lagi kecewa pada pahitnya hidup di dunia.
Filsafat teras mungkin tidak serumit dengan ajaran filsafat lainnya, namun bisa jadi penerapan ilmu dari filsafat teras dalam kehidupan sehari-hari kita merupakan sebuah solusi untuk tetap menjadi bahagia di bawah tekanan jahatnya dunia.
- Artikel Terpuler -
Kebahagiaan di Tengah Kemajuan Zaman
Muhammad Iqbal Kholidin Jum'at, 29-4-2022 | - Dilihat: 159
Oleh: Muhammad Iqbal Kholidin
Kita mestilah sadar bahwa tekanan hidup sering kali datang dari lingkungan sekitar kita sendiri. Mulai dari obrolan dan gosip miring ibu-ibu tetangga, hingga rasa kaget karena hari ini semua harga kebutuhan telah naik berkali-kali lipat hingga dompet menjerit.
Harus diakui bahwa dunia hari ini memang memiliki kemajuan dalam berbagai bidang. Namun tanpa kita sadari bahwa tekanan yang awalnya datang dari dunia nyata telah berubah bentuk dan merambah dunia maya.
Menerima cemoohan orang lain dan perundungan di dunia nyata memang sudah memalukan, namun mengalami hal tersebut di dunia nyata rasanya berdampak lebih gila dan mengganggu kesehatan mental kita.
Sering kita mendengar bahwa budaya paling absurd di negeri ini adalah budaya yang senang membandingkan satu sama lain, bahkan sampai kepedihan dan musibah pun juga suka dibandingkan!
Penulis pernah merasakan ketika ada anak tetangga yang mendapatkan pencapaian di bidang tertentu dan kemudian terdengar oleh salah satu anggota keluarga di rumah, langsung saja penulis dibanding-bandingkan dengan anak tetangga, sedih sebetulnya.
Jika ingat, mungkin kita sering berkata bahwa dunia sekejam itu dan orang lain adalah faktor penyebab utama dampak dari kejamnya dunia terhadap kita. Bukan suatu hal yang tabu ketika kita sering untuk menyalahkan keadaan dan bahkan menyalahkan Tuhan! Luar biasa memang.
Namun proses menyalahkan tersebut mungkin menjadi wajar ketika kita mencoba berpandangan seperti apa yang dimaksud oleh salah satu filsuf asal Jerman di abad 19, Feurbach, yang mengatakan bahwa manusia itu memiliki kodrat untuk bersandar pada entitas yang lebih kuat dari dirinya.
Bagi Feurbach, sekalipun manusia dianggap sebagai entitas yang mampu melakukan apa pun, namun tetap akan bentrok dengan keterbatasan objektif pada rasionya sehingga hal ini merupakan suatu hal yang menyakitkan dan turut menyusun kodrat manusia, sehingga manusia tetap bergantung pada entitas yang lebih kuat dari diri manusia itu sendiri.
Maka dampak yang terjadi adalah ketika suatu hal yang manusia anggap sebagai sesuatu yang lebih kuat dari dirinya justru mengecewakan, secara sadar ataupun tidak nantinya akan menjadi objek untuk disalahkan.
Hal ini pun tidak hanya berlaku pada Tuhan saja, namun manusia yang menjadikan objek atau subjek apa pun sebagai tempat bersandarnya kemudian merasakan kekecewaan, maka akan tetap melakukan usaha menyalahkan objek atau subjek tersebut.
Lantas timbul pertanyaan, bagaimana jika ternyata kita mampu untuk mengendalikan diri supaya tidak lagi menyalahkan objek lain? Bagaimana jika ternyata memang titik masalahnya adalah kita luput untuk memahami bahwa seharusnya kita mengendalikan apa yang sebenarnya bisa kita kendalikan dan tidak hanya bergatung pada objek ataupun subjek lain di luar diri kita yang memang sulit untuk kita atur?
Maka, supaya kita tak lagi menyalahkan siapapun dan apapun lalu kecewa, kita sepertinya membutuhkan suatu obat berupa aktualisasi hasil dari pemikiran para filsuf yang biasa belajar di teras berpilar atau disebut juga kaum Stoa (kata “stoa” dalam bahasa yunani bisa diartikan sebagai teras).
Dikisahkan, pada zaman dahulu tepatnya 300 tahun sebelum masehi, terdapat seorang pedagang kaya bernama Zeno yang melakukan perjalanan dagang melewati lautan. Namun, nasib sudah seperti judi bola yang sulit ditebak, Zeno mengalami nasib kurang baik sehingga kapal yang ditumpanginya harus karam di tengah lautan dan dia pun terdampar di Athena.
Banyak orang bijak berkata bahwa musibah bisa jadi menjadi pintu terbukanya jalan anugerah datang, begitu pula dengan yang terjadi pada Zeno yang sebelumnya mengalami kapal karam namun akhirnya pintu menuju perjalanan hidup kebijaksanaannya dimulai.
Zeno di Athena bertemu dan belajar kepada Crates, seorang filsuf aliran sinis. Setelahnya, Zeno pun memutuskan untuk merumuskan dan mengajarkan filsafatnya yang kemudian hari dikenal dengan filosofi teras atau stoisisme dan yang mengikutinya disebut dengan kaum stoa. Stoisisme mengajarkan agar pengikutnya mencapai dua tujuan.
Pertama untuk hidup tanpa emosi negatif (sedih, cemburu, marah, dan lainnya). Cara menuju hal tersebut kita bisa memulai langkah seperti apa yang dikatakan oleh salah satu pengikut aliran Stoa yaitu Epictetus yang mengatakan bahwa kita harus memahami bahwa ada beberapa hal yang memang ada di bawah kendali dan bergantung pada kita serta ada juga beberapa hal lain yang memang tidak di bawah kendali kita.
Maksud dari perkataan Epictetus adalah seorang manusia dalam mencapai ketenangan dan damai perlu membatasi dirinya untuk hanya peduli serta mengurusi hal apa saja yang memang bisa dia kendalikan. Urusan tersebut berupa ekspektasi diri, pemikiran, perasaan, dan emosi yang kita miliki.
Tidak perlu lagi kita peduli atas urusan yang orang lain urusi atas diri kita berupa cemoohan, gosip miring, ekspektasi tinggi yang tidak sesuai dengan keinginan dan kemampuan serta pandangan negatif apa pun di luar urusan yang bisa kita urusi. Tujuan kedua dari stoisisme adalah hidup penuh dengan kebaikan seperti seharusnya menjadi manusia yang memberi cinta kasih pada sesama.
Cara menjadi hidup penuh kebaikan adalah dengan mencapai empat kebaikan utama yaitu bijaksana dalam mengambil keputusan, mewujudkan keadilan dalam memperlakukan orang lain, keberanian dalam memegang prinsip yang benar dan mampu menahan diri dalam disiplin, kontrol diri, menjadi pantas serta sederhana. Mulia sekali bukan ajarannya? Lantas di zaman ini bagaimana cara menuju hal tersebut? Pertama kita harus melihat keadaan dunia sekitar kita.
Era digital ini selain memberikan kemajuan di lain sisi juga memberikan beberapa hal yang menjengkelkan. Salah satu contohnya adalah budaya hoax yang masif beredar. Belum lagi kita sering lihat di kolom komentar akun-akun tertentu yang sering memunculkan budaya buruk ujaran kebencian dan julid. Senang membuka snapgram dan sejenisnya? Maka kita lebih banyak menemukan banyak hal yang mengganggu perasaan kita, seperti pamer harta contohnya.
Dunia yang kita jalani sekarang juga dikenal sebagai dunia distruptif. Maka, di dunia ini akan ada banyak kejadian ataupun fenomena yang datang silih berganti dengan cepat dan bahkan di luar apa yang kita bayangkan. Berikutnya, setelah memahami bahwa keadaan yang ada di sekitar cukup banyak tidak sesuai dengan yang kita harapkan dan kita pun memang tidak memiliki daya sebesar itu untuk mengatur dunia karena di luar kemampuan diri, maka perlu untuk membuat rencana langkah yang sesuai dengan apa saja yang bisa diri kita kendalikan.
Yang bisa dikendalikan oleh kita sebagai manusia adalah bagaimana cara memandang dunia melalui akal sehat yang di imbangi juga dengan perasan, berimbang tanpa berat sebelah.
Ketika mampu untuk memandang dunia dengan mengendalikan segala faktor internal diri kita dan tidak mengurusi segala faktor di luar kemampuan kendali kita, maka nantinya juga kita mampu untuk bersikap dengan sikap bijaksana dan tidak lagi kecewa pada pahitnya hidup di dunia.
Filsafat teras mungkin tidak serumit dengan ajaran filsafat lainnya, namun bisa jadi penerapan ilmu dari filsafat teras dalam kehidupan sehari-hari kita merupakan sebuah solusi untuk tetap menjadi bahagia di bawah tekanan jahatnya dunia.
9 Komentar
2024-11-28 13:37:52
Ugziur
eriacta either - zenegra somewhat forzest affectionate
2024-11-30 15:31:30
Scatcd
гѓ—гѓ¬гѓ‰гѓ‹гѓі гЃ©гЃ“гЃ§иІ·гЃ€г‚‹ - гѓ‰г‚シサイクリン еЂ‹дєєијёе…Ґ гЃЉгЃ™гЃ™г‚Ѓ жЈи¦Џе“Ѓг‚¤г‚Ѕгѓ€гѓ¬гѓЃгѓЋг‚¤гѓійЊ гЃ®жЈгЃ—い処方
2024-12-04 08:49:12
Pbpyxm
where can i buy crixivan - buy fincar online purchase emulgel online
2024-12-10 15:26:10
Wiynlz
provigil over the counter - buy cefadroxil for sale buy epivir generic
2024-12-11 09:44:54
Ntpqbl
valif problem - purchase sinemet generic sinemet 10mg pills
2024-12-15 14:50:16
Fxndcf
generic stromectol online - purchase ivermectin purchase tegretol sale
2024-12-20 14:31:12
Lanvtj
promethazine 25mg brand - buy lincocin generic lincocin order online
2025-01-12 21:45:27
Dltwys
isotretinoin us - decadron brand linezolid 600 mg generic
2025-01-13 10:30:32
Mnigjb
buy amoxil generic - cost diovan 160mg combivent over the counter
9 Komentar
2024-11-28 13:37:52
Ugziur
eriacta either - zenegra somewhat forzest affectionate
2024-11-30 15:31:30
Scatcd
гѓ—гѓ¬гѓ‰гѓ‹гѓі гЃ©гЃ“гЃ§иІ·гЃ€г‚‹ - гѓ‰г‚シサイクリン еЂ‹дєєијёе…Ґ гЃЉгЃ™гЃ™г‚Ѓ жЈи¦Џе“Ѓг‚¤г‚Ѕгѓ€гѓ¬гѓЃгѓЋг‚¤гѓійЊ гЃ®жЈгЃ—い処方
2024-12-04 08:49:12
Pbpyxm
where can i buy crixivan - buy fincar online purchase emulgel online
2024-12-10 15:26:10
Wiynlz
provigil over the counter - buy cefadroxil for sale buy epivir generic
2024-12-11 09:44:54
Ntpqbl
valif problem - purchase sinemet generic sinemet 10mg pills
2024-12-15 14:50:16
Fxndcf
generic stromectol online - purchase ivermectin purchase tegretol sale
2024-12-20 14:31:12
Lanvtj
promethazine 25mg brand - buy lincocin generic lincocin order online
2025-01-12 21:45:27
Dltwys
isotretinoin us - decadron brand linezolid 600 mg generic
2025-01-13 10:30:32
Mnigjb
buy amoxil generic - cost diovan 160mg combivent over the counter
Tinggalkan Pesan