Falsafah Jenang, Wajik, dan Ketan
Diyan Fathurrahman Rabu, 23-8-2023 | - Dilihat: 58
Oleh: Diyan Fathurrahman
Dalam tradisi walimatul ursy di Jawa, sering disuguhkan beberapa hidangan untuk para tamu yang datang berkunjung. Sahibul hajat biasanya telah bersiap siap menyambut mereka seminggu sebelumnya. Dapur dibereskan, sanak saudara diundang lebih awal untuk membantu memasak ini dan itu, bagi yang memiliki lahan pekarangan juga biasanya menyewa tenda dan uborampenya.
Dari pagi hingga malam, para tamu memenuhi undangan. Sebagian mereka membawa tenggok berisi sembako atau snack untuk hidangan, ada juga yang membawa bingkisan kado. Biasanya ini oleh anak-anak muda, ada juga yang membawa amplop berisi uang, ada yang 25rb, 30rb hingga ratusan ribu rupiah.
Salah satu di antara sekian hidangan yang ada, belum lengkap jika tidak ada jenang, wajik dan ketan. Ini bukan sembarang hidangan, melainkan memiliki makna dan pelajaran. Memang begitulah leluhur mendidik kita, melalui apa saja yang mudah dijumpai. Sekalipun ada yang mengatakan gotak gatik gatuk, atau mencocok cocokkan, atau sejenisnya itu. Namun bagi saya yang suka dengan nasehat dan pitutur leluhur cukup tertegun mendengar penjelasan dari Guru Agama Islam saat SD dulu, namanya Bu Hj. Siti Hindun Sulastri, S.Pd.
Sebelum memaknai jenang, wajik, ketan, lebih dulu saya coba mengutip sedikit gaya dakwah guru-guru agama pada masa lalu. Hal ini sangat mungkin merupakan metode yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kita tahu, bahwa salah satu alasan tersebarnya ajaran Islam di tanah Jawa antara lain melalui kearifan budaya dan tingginya falsafah masyarakat Jawa yang senafas dengan fitrah serta ajaran Islam dalam banyak sisi. Meski tidak mutlak, dan tidak semua budayanya dapat dilaksanakan. Mengingat Islam memiliki batasan batasan tersendiri yang diatur serta disampaikan oleh Allah SwT melalui Al-Quran dan sunah Nabi Muhammad Saw.
Misal dalam tradisi pernikahan ada ritual menginjak telur, tentu saya pribadi kurang sepakat dengan hal itu. Selain termasuk perbuatan mubadzir, juga akal budi akan menolak hal itu. Tidak perlu dalil untuk menguatkannya. Namun bagi yang melakukannya dan tidak mau meninggalkan ritual tersebut, kita tetap berlapang dada dan tidak perlu bersikeras memberantas apalagi dengan mencaci makinya. Di sinilah letak batasan batasan tadi.
Kembali ke jenang, wajik dan ketan. Ketiga makanan tersebut dibuat dari beras ketan. Hanya saja pengolahan dan penyajiannya yang berbeda, sehingga namanya juga berbeda. Jenang lebih lembut, di daerah lain sering dikenal dengan nama dodol. Adapun wajik masih nampak butiran beras yang dicampur dengan gula kelapa, sehingga rasanya manis. Sedangkan ketan, hampir seperti wajik, namun tidak diberi gula kelapa, melainkan biasanya dibaluri dengan parutan kelapanya.
Guruku menerangkan: Jenang itu jeneng, wajik itu kebajikan, dan ketan itu ngraketaken.
Jeneng, atau nama. Maksudnya ialah bahwa orang yang sudah menikah itu memiliki nama, telah berubah kedudukannya. Baik dalam konteks nama panggilan atau sebagai peran sosial kemasyarakatan. Dahulu, orang yang menikah lantas berubah namanya, yang awalnya Slamet Buang menjadi Misno, awalnya Kaper menjadi Salman dan sebagainya. Atau nama dalam arti sebelumnya berstatus sebagai perjaka, kini menjadi seorang suami, atau istri. Sehingga perlu menumbuhkan kesadaran dan besarnya tanggungjawab yang harus dipikul. Berbeda kemudian perilaku dan sifat sebelum dan setelah menikah, sebab "jeneng" tadi.
Wajik, atau kebajikan. Betapa tidak, mengambil air minum adalah hal sepele, biasa dan merupakan aktivitas sehari-hari saja. Namun ketika telah berumah tangga, seorang istri mengambilkan air minum untuk suaminya, atau sebaliknya dapat bernilai pahala dan kebajikan. Apalagi perbuatan lain yang jauh lebih bermanfaat, tentu semakin besar pula pahalanya di sisi Allah SwT, Insyaallah.
Selanjutnya, ketan atau ngraketaken. Maksudnya ialah merekatkan hubungan silaturahmi atau kekeluargaan. Baik silaturahmi dari kerabat, sahabat, guru, handai taulan yang jarang berkunjung ke rumah, oleh karena walimatul ursy hubungan mereka merekat kembali. Ngraketaken, ini juga bisa bermakna menyambung kekeluargaan antara pihak suami dan keluarga pihak istri. Terhubungnya dua keluarga, yang selama ini mungkin belum saling mengenal. Namun karena jalinan pernikahan, maka rekat pula hubungan dua keluarga tadi. Bila ada yang terkena musibah datang menjenguk, apabila menerima nikmat, datang pula memberi selamat, dan sebagainya merekatlah tali persaudaraan.
Demikian itu di antara falsafah 3 makanan yang berasal dari beras ketan, yang menjadi salah satu ciri khas hidangan utama ketika ada acara walimatul ursy di Jawa. Meski demikian, terhidangnya makanan tersebut bukanlah satu keharusan dlm konteks fikih ataupun adat setempat. Melainkan simbol yang dijadikan sebagi metode atau sarana dakwah untuk memberi pelajaran bagi masyarakat muslim di Jawa khususnya.
- Artikel Terpuler -
Falsafah Jenang, Wajik, dan Ketan
Diyan Fathurrahman Rabu, 23-8-2023 | - Dilihat: 58
Oleh: Diyan Fathurrahman
Dalam tradisi walimatul ursy di Jawa, sering disuguhkan beberapa hidangan untuk para tamu yang datang berkunjung. Sahibul hajat biasanya telah bersiap siap menyambut mereka seminggu sebelumnya. Dapur dibereskan, sanak saudara diundang lebih awal untuk membantu memasak ini dan itu, bagi yang memiliki lahan pekarangan juga biasanya menyewa tenda dan uborampenya.
Dari pagi hingga malam, para tamu memenuhi undangan. Sebagian mereka membawa tenggok berisi sembako atau snack untuk hidangan, ada juga yang membawa bingkisan kado. Biasanya ini oleh anak-anak muda, ada juga yang membawa amplop berisi uang, ada yang 25rb, 30rb hingga ratusan ribu rupiah.
Salah satu di antara sekian hidangan yang ada, belum lengkap jika tidak ada jenang, wajik dan ketan. Ini bukan sembarang hidangan, melainkan memiliki makna dan pelajaran. Memang begitulah leluhur mendidik kita, melalui apa saja yang mudah dijumpai. Sekalipun ada yang mengatakan gotak gatik gatuk, atau mencocok cocokkan, atau sejenisnya itu. Namun bagi saya yang suka dengan nasehat dan pitutur leluhur cukup tertegun mendengar penjelasan dari Guru Agama Islam saat SD dulu, namanya Bu Hj. Siti Hindun Sulastri, S.Pd.
Sebelum memaknai jenang, wajik, ketan, lebih dulu saya coba mengutip sedikit gaya dakwah guru-guru agama pada masa lalu. Hal ini sangat mungkin merupakan metode yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kita tahu, bahwa salah satu alasan tersebarnya ajaran Islam di tanah Jawa antara lain melalui kearifan budaya dan tingginya falsafah masyarakat Jawa yang senafas dengan fitrah serta ajaran Islam dalam banyak sisi. Meski tidak mutlak, dan tidak semua budayanya dapat dilaksanakan. Mengingat Islam memiliki batasan batasan tersendiri yang diatur serta disampaikan oleh Allah SwT melalui Al-Quran dan sunah Nabi Muhammad Saw.
Misal dalam tradisi pernikahan ada ritual menginjak telur, tentu saya pribadi kurang sepakat dengan hal itu. Selain termasuk perbuatan mubadzir, juga akal budi akan menolak hal itu. Tidak perlu dalil untuk menguatkannya. Namun bagi yang melakukannya dan tidak mau meninggalkan ritual tersebut, kita tetap berlapang dada dan tidak perlu bersikeras memberantas apalagi dengan mencaci makinya. Di sinilah letak batasan batasan tadi.
Kembali ke jenang, wajik dan ketan. Ketiga makanan tersebut dibuat dari beras ketan. Hanya saja pengolahan dan penyajiannya yang berbeda, sehingga namanya juga berbeda. Jenang lebih lembut, di daerah lain sering dikenal dengan nama dodol. Adapun wajik masih nampak butiran beras yang dicampur dengan gula kelapa, sehingga rasanya manis. Sedangkan ketan, hampir seperti wajik, namun tidak diberi gula kelapa, melainkan biasanya dibaluri dengan parutan kelapanya.
Guruku menerangkan: Jenang itu jeneng, wajik itu kebajikan, dan ketan itu ngraketaken.
Jeneng, atau nama. Maksudnya ialah bahwa orang yang sudah menikah itu memiliki nama, telah berubah kedudukannya. Baik dalam konteks nama panggilan atau sebagai peran sosial kemasyarakatan. Dahulu, orang yang menikah lantas berubah namanya, yang awalnya Slamet Buang menjadi Misno, awalnya Kaper menjadi Salman dan sebagainya. Atau nama dalam arti sebelumnya berstatus sebagai perjaka, kini menjadi seorang suami, atau istri. Sehingga perlu menumbuhkan kesadaran dan besarnya tanggungjawab yang harus dipikul. Berbeda kemudian perilaku dan sifat sebelum dan setelah menikah, sebab "jeneng" tadi.
Wajik, atau kebajikan. Betapa tidak, mengambil air minum adalah hal sepele, biasa dan merupakan aktivitas sehari-hari saja. Namun ketika telah berumah tangga, seorang istri mengambilkan air minum untuk suaminya, atau sebaliknya dapat bernilai pahala dan kebajikan. Apalagi perbuatan lain yang jauh lebih bermanfaat, tentu semakin besar pula pahalanya di sisi Allah SwT, Insyaallah.
Selanjutnya, ketan atau ngraketaken. Maksudnya ialah merekatkan hubungan silaturahmi atau kekeluargaan. Baik silaturahmi dari kerabat, sahabat, guru, handai taulan yang jarang berkunjung ke rumah, oleh karena walimatul ursy hubungan mereka merekat kembali. Ngraketaken, ini juga bisa bermakna menyambung kekeluargaan antara pihak suami dan keluarga pihak istri. Terhubungnya dua keluarga, yang selama ini mungkin belum saling mengenal. Namun karena jalinan pernikahan, maka rekat pula hubungan dua keluarga tadi. Bila ada yang terkena musibah datang menjenguk, apabila menerima nikmat, datang pula memberi selamat, dan sebagainya merekatlah tali persaudaraan.
Demikian itu di antara falsafah 3 makanan yang berasal dari beras ketan, yang menjadi salah satu ciri khas hidangan utama ketika ada acara walimatul ursy di Jawa. Meski demikian, terhidangnya makanan tersebut bukanlah satu keharusan dlm konteks fikih ataupun adat setempat. Melainkan simbol yang dijadikan sebagi metode atau sarana dakwah untuk memberi pelajaran bagi masyarakat muslim di Jawa khususnya.
8 Komentar
2024-12-01 03:24:26
Yyugrt
プレドニン処方 - гѓ—гѓ¬гѓ‰гѓ‹гѓійЊ 40 mg еј·гЃ• イソトレチノイン通販で買えますか
2024-12-01 05:08:29
Fonfij
eriacta ago - apcalis finger forzest bonnet
2024-12-06 15:30:52
Bjohvv
indinavir sale - confido sale buy voltaren gel
2024-12-12 01:25:41
Emgmyf
valif picture - order sinemet without prescription sinemet 20mg cheap
2024-12-12 17:18:25
Udmdom
order modafinil 100mg generic - order duricef 500mg lamivudine online
2024-12-17 18:26:00
Euwdml
stromectol cost - tegretol 200mg generic tegretol ca
2024-12-24 05:16:54
Zfhete
promethazine 25mg sale - buy cheap promethazine order lincomycin 500mg online
2025-01-10 07:14:00
Ywrtux
deltasone 40mg us - starlix online order buy capoten 25 mg pill
8 Komentar
2024-12-01 03:24:26
Yyugrt
プレドニン処方 - гѓ—гѓ¬гѓ‰гѓ‹гѓійЊ 40 mg еј·гЃ• イソトレチノイン通販で買えますか
2024-12-01 05:08:29
Fonfij
eriacta ago - apcalis finger forzest bonnet
2024-12-06 15:30:52
Bjohvv
indinavir sale - confido sale buy voltaren gel
2024-12-12 01:25:41
Emgmyf
valif picture - order sinemet without prescription sinemet 20mg cheap
2024-12-12 17:18:25
Udmdom
order modafinil 100mg generic - order duricef 500mg lamivudine online
2024-12-17 18:26:00
Euwdml
stromectol cost - tegretol 200mg generic tegretol ca
2024-12-24 05:16:54
Zfhete
promethazine 25mg sale - buy cheap promethazine order lincomycin 500mg online
2025-01-10 07:14:00
Ywrtux
deltasone 40mg us - starlix online order buy capoten 25 mg pill
Tinggalkan Pesan