Buya Hamka: Seorang Ulama dan Pemimpin
Berlian Ayu Rahmawati Ahad, 3-4-2022 | - Dilihat: 136

Oleh: Berlian Ayu Rahmawati
Biografi Singkat
Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah putra dari pasangan Syekh Haji Abdul Karim Amrullah (HAKA) yang biasa dikenal dengan Haji Rasul dan Safiyah. Hamka lahir pada 17 Februari 1908 di Tanah Sirah, kini masuk wilayah Nagari Sungai Batang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat dan meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun.
Beliau merupakan seorang ulama, sufi, kiai, pendidik, sejarawan, budayawan, sastrawan, politikus, intelektual, jurnalis, hingga penulis produktif. Karyanya yang fenomenal, yaitu Tafsir Al-Azhar, diselesaikannya dalam masa tahanan di saat pemerintahan Orde Lama.
Didikan dari keluarga ulama sangat berpengaruh dalam membentuk karakter pemimpin seorang Hamka. Rasa keingintahuan Hamka muda terhadap pengamalam hidup begitu besar. Jejak rantau ditempuh Hamka dan pengalaman hidup di luar Minang dimulai saat ia pergi ke Mekkah selama kurang lebih 7 bulan. Ia bekerja di perpustakaan dan lembaga penerbitan di Mekkah.
Sepulang dari Mekkah ia lebih rajin menulis dan berdakwah. Pengalamannya dari pengembaraannya menjadi awal kedekatan beliau dengan sastra, kewartawanan, dan politik. Kehidupan sosial yang dialami Hamka sangat berpengaruh terhadap corak tulisannya yang selalu mengedepankan nilai- nilai Islam.
Buya Hamka memiliki 10 anak dari pernikahnnya dengan Siti Raham. Selain anak kandung, Hamka memiliki anak angkat yaitu Muhammad Yusuf Hamka seorang mualaf dan merupakan salah satu pengusaha sukses yang kita kenal sampai sekarang.
Sifat Kepemimpinan yang Amanah
Dalam menjalankan amanah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia, pada 7 Maret 1981 Buya Hamka memprakarsai fatwa haram umat Muslim untuk mengikuti perayaan Natal sebagai ritual peribadatan dalam agama Kristen.
Buya sebagai ketua MUI merasa perlu membuat fatwa agar umat Islam tidak terjebak dengan menggadaikan akidah hanya semata-mata takut karena dikatakan intoleran. Fatwa yang ditandatangi oleh ketua komisi Fatwa Majelis Ulama Islam KH. M. Syukri Ghazali dan Sekretaris Mas’udi menetapkan 3 fatwa: 1) Meski perayaan tujuannya untuk menghormati Nabi Isa As., tapi natal tidak bisa dipisahkan dari unsur-unsur yang mengharamkannya. 2) Haram megikuti upacara natal bersama. 3) Supaya umat Islam tidak terjerumus syubhat, maka jangan mengikutinya.
Buntut dari fatwa tersebut adalah pencabutan fatwa dari pemerintah dan akhirnya Buya Hamka memutuskan untuk mengundurkan diri dari Ketua Majelis Ulama Indonesia karena merasa beliaulah yang harus betanggung jawab atas fatwa tersebut.
Buya menjelaskan tentang pencabutan larangan tersebut merupakan hak dari pemerintah, namun kekuatan fatwa akan tetap berpengaruh bagi umat Muslim yang benar-benar menjalankan tugasnya dengan menjaga akidahnya.
Buya Hamka mencerminkan salah satu sifat seorang pemimpin dari Nabi Muhammad Saw. yaitu amanah terhadap jabatan yang sedang diemban yang mewakili suara para ulama dan menjaga aqidah umat Islam.
Amanah berarti dapat dipercaya. Para rasul senantiasa selalu menjalankan tugas sesuai dengan yang diberikan Allah SWT. Agar tugas itu dapat dilaksanakan, mereka selalu menjaga jiwa dan raga dari perbuatan-perbuatan dosa, sehingga kepercayaan umat terhadap dirinya akan senantiasa terjaga.
Dalam surat Al-Mu’minun ayat 8-11 dijelaskan: Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya. Serta orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi. (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.
Kesimpulan
Seorang pemimpin akan selalu berhadapan dengan masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok. Tugas utama pemimpin yaitu mengatur perbedaan kelompok tersebut dengan baik sehingga mencipatakan kehidupan yang harmonis.
Islam mengatur segala aspek kehidupannya berdasarkan dengan ketetapan dan ketentuan Allah Swt. Termasuk dalam hal kepemimpinan. Prinsip kepemimpinan dalam Islam mengantarkan pada keharmonisan hidup beragama dan kemanan sosial bermasyarakat.
Seorang Buya Hamka telah menjalankan perannya dan telah amanah sebagai pemimpin umat Islam di Indonesia yang mewakili pendapat-pendapat ulama dalam bentuk fatwa dengan tujuan menjaga aqidah umat Islam dengan tetap menjaga toleransi antar perbedaan agama.
____
Berlian Ayu Rahmawati & Shanti Wardaningsih (Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
- Artikel Terpuler -
Buya Hamka: Seorang Ulama dan Pemimpin
Berlian Ayu Rahmawati Ahad, 3-4-2022 | - Dilihat: 136

Oleh: Berlian Ayu Rahmawati
Biografi Singkat
Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah putra dari pasangan Syekh Haji Abdul Karim Amrullah (HAKA) yang biasa dikenal dengan Haji Rasul dan Safiyah. Hamka lahir pada 17 Februari 1908 di Tanah Sirah, kini masuk wilayah Nagari Sungai Batang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat dan meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun.
Beliau merupakan seorang ulama, sufi, kiai, pendidik, sejarawan, budayawan, sastrawan, politikus, intelektual, jurnalis, hingga penulis produktif. Karyanya yang fenomenal, yaitu Tafsir Al-Azhar, diselesaikannya dalam masa tahanan di saat pemerintahan Orde Lama.
Didikan dari keluarga ulama sangat berpengaruh dalam membentuk karakter pemimpin seorang Hamka. Rasa keingintahuan Hamka muda terhadap pengamalam hidup begitu besar. Jejak rantau ditempuh Hamka dan pengalaman hidup di luar Minang dimulai saat ia pergi ke Mekkah selama kurang lebih 7 bulan. Ia bekerja di perpustakaan dan lembaga penerbitan di Mekkah.
Sepulang dari Mekkah ia lebih rajin menulis dan berdakwah. Pengalamannya dari pengembaraannya menjadi awal kedekatan beliau dengan sastra, kewartawanan, dan politik. Kehidupan sosial yang dialami Hamka sangat berpengaruh terhadap corak tulisannya yang selalu mengedepankan nilai- nilai Islam.
Buya Hamka memiliki 10 anak dari pernikahnnya dengan Siti Raham. Selain anak kandung, Hamka memiliki anak angkat yaitu Muhammad Yusuf Hamka seorang mualaf dan merupakan salah satu pengusaha sukses yang kita kenal sampai sekarang.
Sifat Kepemimpinan yang Amanah
Dalam menjalankan amanah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia, pada 7 Maret 1981 Buya Hamka memprakarsai fatwa haram umat Muslim untuk mengikuti perayaan Natal sebagai ritual peribadatan dalam agama Kristen.
Buya sebagai ketua MUI merasa perlu membuat fatwa agar umat Islam tidak terjebak dengan menggadaikan akidah hanya semata-mata takut karena dikatakan intoleran. Fatwa yang ditandatangi oleh ketua komisi Fatwa Majelis Ulama Islam KH. M. Syukri Ghazali dan Sekretaris Mas’udi menetapkan 3 fatwa: 1) Meski perayaan tujuannya untuk menghormati Nabi Isa As., tapi natal tidak bisa dipisahkan dari unsur-unsur yang mengharamkannya. 2) Haram megikuti upacara natal bersama. 3) Supaya umat Islam tidak terjerumus syubhat, maka jangan mengikutinya.
Buntut dari fatwa tersebut adalah pencabutan fatwa dari pemerintah dan akhirnya Buya Hamka memutuskan untuk mengundurkan diri dari Ketua Majelis Ulama Indonesia karena merasa beliaulah yang harus betanggung jawab atas fatwa tersebut.
Buya menjelaskan tentang pencabutan larangan tersebut merupakan hak dari pemerintah, namun kekuatan fatwa akan tetap berpengaruh bagi umat Muslim yang benar-benar menjalankan tugasnya dengan menjaga akidahnya.
Buya Hamka mencerminkan salah satu sifat seorang pemimpin dari Nabi Muhammad Saw. yaitu amanah terhadap jabatan yang sedang diemban yang mewakili suara para ulama dan menjaga aqidah umat Islam.
Amanah berarti dapat dipercaya. Para rasul senantiasa selalu menjalankan tugas sesuai dengan yang diberikan Allah SWT. Agar tugas itu dapat dilaksanakan, mereka selalu menjaga jiwa dan raga dari perbuatan-perbuatan dosa, sehingga kepercayaan umat terhadap dirinya akan senantiasa terjaga.
Dalam surat Al-Mu’minun ayat 8-11 dijelaskan: Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya. Serta orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi. (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.
Kesimpulan
Seorang pemimpin akan selalu berhadapan dengan masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok. Tugas utama pemimpin yaitu mengatur perbedaan kelompok tersebut dengan baik sehingga mencipatakan kehidupan yang harmonis.
Islam mengatur segala aspek kehidupannya berdasarkan dengan ketetapan dan ketentuan Allah Swt. Termasuk dalam hal kepemimpinan. Prinsip kepemimpinan dalam Islam mengantarkan pada keharmonisan hidup beragama dan kemanan sosial bermasyarakat.
Seorang Buya Hamka telah menjalankan perannya dan telah amanah sebagai pemimpin umat Islam di Indonesia yang mewakili pendapat-pendapat ulama dalam bentuk fatwa dengan tujuan menjaga aqidah umat Islam dengan tetap menjaga toleransi antar perbedaan agama.
____
Berlian Ayu Rahmawati & Shanti Wardaningsih (Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
0 Komentar
Tinggalkan Pesan