• Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Berita
  • Pandangan
  • Inspirasi
  • Kajian
  • Perkaderan
  • Sastra
  • Khutbah
  • Resensi
  • Kirim Tulisan
  • Donasi? Klik disini

Ayat Resolusi Kekinian

Muhammad Hafizh Renaldi Selasa, 5-4-2022 | - Dilihat: 77

banner

Oleh: Muhammad Hafizh Renaldi

Secara historis dan mitologi, awal kehadiran resolusi sudah ada sejak masa romawi kuno. Saat itu semua orang dalam setiap pergantian tahun saling memberi hadiah dan memberikan resolusi. Orang-orang pada zaman tersebut begitu mendewakan Dewa Janus, yang kemudian menjadi cikal bakal dari nama bulan Januari. Dewa Janus ini merupakan Dewa yang memiliki dua kepala, kepala pertamanya menghadap ke belakang dan kepala keduanya menghadap ke depan.

Kedua kepala ini memiliki makna yang berbeda. Kepala pertama dianggap sebagai refleksi dan perwujudan terhadap cara pandang masa lalu. Sedangkan kepala kedua dimaknai sebagai cara pandang seseorang terhadap suatu visi, yang mana setelah melakukan refleksi terhadap apa yang telah terjadi, maka kita akan mendapat sebuah kesimpulan dan berusaha untuk melihat ke depan. Maka dari itu antara refleksi dan visi ini menghadirkan “resolusi”.

2022 sudah berjalan selama beberapa bulan, di akhir tahun 2021 beberapa di antara kita disibukkan dengan sederet daftar agenda dan resolusi awal tahun. Lalu bagaimanakah resolusi yang telah kita buat hingga kini? apakah berjalan sesuai rancangan awal?

Tulisan ini sengaja dihadirkan dalam perjalanan penulis di tahun 2022, hal ini dikarenakan refleksi dan resolusi bukan dihadirkan sebagai perayaan pergantian tahun namun sebagai umat Islam kita harus memahami bahwa resolusi yang kita laksanakan haruslah setiap waktu.

Resolusi adalah Sunnatullah

Banyak dari kita yang beranggapan bahwa kehidupan ini seperti ‘air yang mengalir’, namun jika kita lihat dari sisi lainnya, ‘air yang mengalir’ selalu ke bawah tidak pernah ke atas. Walaupun kehidupan kita tenang akan tetapi perlahan-lahan kualitas diri kita akan menurun, maka dari itu diperlukan resolusi dari kualitas diri kita, bukan hanya di awal tahun melainkan setiap bulan, setiap hari bahkan setiap waktu.

Hidup merupakan sebuah perjalanan, maka ia memerlukan tujuan yang jelas, dengan tujuan yang kita buat tersebut akan memberikan motivasi dalam diri kita sendiri, dengan resolusilah kita dapat memaknai sebuah kehidupan. Dalam Islam resolusi harus direncanakan secara maksimal, melihat Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 yang berbunyi :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Lafadz “waltandzur ma qaddamat lighad’ adalah perintah Allah kepada manusia untuk memperhatikan amalan yang akan dilakukan untuk hari esok. Dalam Tafsir Al-Misbah tidak terlalu rinci dijelaskan mengenai makna hari esok, hal ini bisa menjadi dua kemungkinan, bisa jadi hari esok yang dekat dan hari esok yang jauh (kiamat). dalam Tafsir Jalalayn menurut Al-Mahalli dan As-Suyuthi hari esok dimaknai sebagai hari akhirat kelak.

Namun dengan adanya beberapa perbedaan pendapat tersebut tidak menjadi halangan bagi kita untuk mengambil esensi dari ayat ini (Al-Hasyr : 18), bahkan lebih baik lagi jika kita mampu  mengusahakan yang terbaik dari diri kita guna mencapai masa depan yang lebih baik dengan memperhatikan dimensi duniawi dan ukhrawi.

Resolusi Orang Beriman

Dalam konsep barat dianggap bahwa sesuatu hal ada itu karena pikiran kita, maka dari itu disampaikan oleh Descartes bahwa ‘saya berpikir maka saya ada’. Namun dalam konsep Islam, tidak seharusnya kita beranggapan demikian. Akal  penting untuk berpikir namun dalam pikiran kita harus tergantung kepada hati yang kita miliki. Maka setiap tindakan dan pikiran yang ada pada diri kita Islam mengembalikannnya kepada hati Nurani.

Imam Al-Gazali mengatakan terkait akal dan hati. Jika diibaratkan seperti pemerintahan maka akal itu adalah raja dan hati itu adalah perdana Menteri. Artinya seperti halnya perdana Menteri, hatilah yang membuat keputusan atas apa  yang akan kita lakukan.

Resolusi dalam Islam haruslah berasal dari qalbu dan harus selalu melibatkan Allah dalam setiap rencana yang ingin kita lakukan, hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 60 :

إِن يَنصُرْكُمُ ٱللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۖ وَإِن يَخْذُلْكُمْ فَمَن ذَا ٱلَّذِى يَنصُرُكُم مِّنۢ بَعْدِهِۦ ۗ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”

Dalam ayat ini  tegas Allah katakan kepada orang beriman bahwa hanya Ia satu-satunya yang bisa menjadi penolong dalam setiap urusan yang direncanakan oleh manusia. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah mengatakan bahwa segala macam urusan orang beriman hanya mampu disandarkan kepada Allah, karena Allahlah sebaik-baik penolong.

Dengan memasukkan Allah sebagai variabel dalam perencaan juga membuat kita tidak memandang ketidakpastian dan kekhawatiran sebagai kognitif yang bias dan lebih membuat kita menjadi optimis. Hal ini dikarenakan segalanya baik bagi kita dan merupakan ketetapan dari Allah. Dengan melibatkan Allah juga, bukan hanya menjadikan kita sukses namun juga mampu menjadi hamba yang lebih baik.

Resolusi Kekinian dalam Menjalani Kehidupan

Resolusi Mental

Saat ini media sosial sudah mulai merampas kewarasan kita, etika dan sopan santun sudah mulai tereduksi dengan adanya media sosial yang mampu untuk menggangu Kesehatan mental kita sendiri. Maka dari itu bersikap no toxic dalam media sosial menjadi resolusi pertama yang harus kita lakukan.

Forgiveness

Memendam rasa marah dan sakit hati yang lama bisa membuat penyakit. Reaksi dari pikiran dan perasaan mampu untuk mengacaukan metabolisme tubuh kita. Kita  bisa untuk mengawalinya dengan memaafkan diri sendiri dengan jangan pernah menyesali keputusan di masa lalu karena itu merupakan keputusan terbaikmu pada waktu tersebut.

Respect

Belajar untuk menghormati dan menghargai diri kita sendiri dan orang lain. Jangan mengotori pikiran kita sendiri dengan memasukkan keburukan di dalamnya. Seburuk apapun diri kita dan orang lain harus kita beri apresiasi terhadap hal tersebut.

Berpikir Mindfullnes

Kita harus membuat hidup bahagia dengan memusatkan perhatian terhadap apa yang terjadi saat ini, menjalani apa yang ada di depan mata kita. Serta bermanfaat bagi orang lain dan selalu berusaha mencari celah untuk bersyukur.

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

- Artikel Teropuler -

Nyala Muhammadiyah Hingga Akhir Hayat
Erik Tauvani Somae
Ahad, 29-5-2022
thumb
Saat Mata Buya Berkaca-kaca
Erik Tauvani Somae
Ahad, 19-12-2021
thumb
Kerja Sama Militer Indonesia dan Malaysia
Iqbal Suliansyah
Selasa, 27-12-2022
thumb
Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Sidiq Wahyu Oktavianto
Sabtu, 28-5-2022
thumb
Buya Syafii, Kampung Halaman, dan Muhammadiyah
Erik Tauvani Somae
Senin, 16-5-2022
thumb
Kekerasan Seksual Menjadi Cambuk bagi Semua
Nizar Habibunnizar
Kamis, 6-1-2022
thumb
Pengalaman Seorang Anak Panah
Ahmad Syafii Maarif
Ahad, 21-11-2021
thumb
Cinta, Patah Hati, dan Jalaluddin Rumi
Muhammad Iqbal Kholidin
Ahad, 15-5-2022
thumb
Menjernihkan Kesalahpahaman Terhadap Buya Syafii Maarif
Robby Karman
Senin, 30-5-2022
thumb
Childfree dan Mengatur kelahiran dalam Islam
Nofra Khairon
Selasa, 18-1-2022
thumb
Kemenangan Muhammadiyah di Kandang Nahdlatul Ulama
Achmad Ainul Yaqin
Senin, 14-11-2022
thumb
BNPT dan Perang Melawan Terorisme
Iqbal Suliansyah
Selasa, 29-11-2022
thumb

Ayat Resolusi Kekinian

Muhammad Hafizh Renaldi Selasa, 5-4-2022 | - Dilihat: 77

banner

Oleh: Muhammad Hafizh Renaldi

Secara historis dan mitologi, awal kehadiran resolusi sudah ada sejak masa romawi kuno. Saat itu semua orang dalam setiap pergantian tahun saling memberi hadiah dan memberikan resolusi. Orang-orang pada zaman tersebut begitu mendewakan Dewa Janus, yang kemudian menjadi cikal bakal dari nama bulan Januari. Dewa Janus ini merupakan Dewa yang memiliki dua kepala, kepala pertamanya menghadap ke belakang dan kepala keduanya menghadap ke depan.

Kedua kepala ini memiliki makna yang berbeda. Kepala pertama dianggap sebagai refleksi dan perwujudan terhadap cara pandang masa lalu. Sedangkan kepala kedua dimaknai sebagai cara pandang seseorang terhadap suatu visi, yang mana setelah melakukan refleksi terhadap apa yang telah terjadi, maka kita akan mendapat sebuah kesimpulan dan berusaha untuk melihat ke depan. Maka dari itu antara refleksi dan visi ini menghadirkan “resolusi”.

2022 sudah berjalan selama beberapa bulan, di akhir tahun 2021 beberapa di antara kita disibukkan dengan sederet daftar agenda dan resolusi awal tahun. Lalu bagaimanakah resolusi yang telah kita buat hingga kini? apakah berjalan sesuai rancangan awal?

Tulisan ini sengaja dihadirkan dalam perjalanan penulis di tahun 2022, hal ini dikarenakan refleksi dan resolusi bukan dihadirkan sebagai perayaan pergantian tahun namun sebagai umat Islam kita harus memahami bahwa resolusi yang kita laksanakan haruslah setiap waktu.

Resolusi adalah Sunnatullah

Banyak dari kita yang beranggapan bahwa kehidupan ini seperti ‘air yang mengalir’, namun jika kita lihat dari sisi lainnya, ‘air yang mengalir’ selalu ke bawah tidak pernah ke atas. Walaupun kehidupan kita tenang akan tetapi perlahan-lahan kualitas diri kita akan menurun, maka dari itu diperlukan resolusi dari kualitas diri kita, bukan hanya di awal tahun melainkan setiap bulan, setiap hari bahkan setiap waktu.

Hidup merupakan sebuah perjalanan, maka ia memerlukan tujuan yang jelas, dengan tujuan yang kita buat tersebut akan memberikan motivasi dalam diri kita sendiri, dengan resolusilah kita dapat memaknai sebuah kehidupan. Dalam Islam resolusi harus direncanakan secara maksimal, melihat Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 yang berbunyi :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Lafadz “waltandzur ma qaddamat lighad’ adalah perintah Allah kepada manusia untuk memperhatikan amalan yang akan dilakukan untuk hari esok. Dalam Tafsir Al-Misbah tidak terlalu rinci dijelaskan mengenai makna hari esok, hal ini bisa menjadi dua kemungkinan, bisa jadi hari esok yang dekat dan hari esok yang jauh (kiamat). dalam Tafsir Jalalayn menurut Al-Mahalli dan As-Suyuthi hari esok dimaknai sebagai hari akhirat kelak.

Namun dengan adanya beberapa perbedaan pendapat tersebut tidak menjadi halangan bagi kita untuk mengambil esensi dari ayat ini (Al-Hasyr : 18), bahkan lebih baik lagi jika kita mampu  mengusahakan yang terbaik dari diri kita guna mencapai masa depan yang lebih baik dengan memperhatikan dimensi duniawi dan ukhrawi.

Resolusi Orang Beriman

Dalam konsep barat dianggap bahwa sesuatu hal ada itu karena pikiran kita, maka dari itu disampaikan oleh Descartes bahwa ‘saya berpikir maka saya ada’. Namun dalam konsep Islam, tidak seharusnya kita beranggapan demikian. Akal  penting untuk berpikir namun dalam pikiran kita harus tergantung kepada hati yang kita miliki. Maka setiap tindakan dan pikiran yang ada pada diri kita Islam mengembalikannnya kepada hati Nurani.

Imam Al-Gazali mengatakan terkait akal dan hati. Jika diibaratkan seperti pemerintahan maka akal itu adalah raja dan hati itu adalah perdana Menteri. Artinya seperti halnya perdana Menteri, hatilah yang membuat keputusan atas apa  yang akan kita lakukan.

Resolusi dalam Islam haruslah berasal dari qalbu dan harus selalu melibatkan Allah dalam setiap rencana yang ingin kita lakukan, hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 60 :

إِن يَنصُرْكُمُ ٱللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۖ وَإِن يَخْذُلْكُمْ فَمَن ذَا ٱلَّذِى يَنصُرُكُم مِّنۢ بَعْدِهِۦ ۗ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”

Dalam ayat ini  tegas Allah katakan kepada orang beriman bahwa hanya Ia satu-satunya yang bisa menjadi penolong dalam setiap urusan yang direncanakan oleh manusia. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah mengatakan bahwa segala macam urusan orang beriman hanya mampu disandarkan kepada Allah, karena Allahlah sebaik-baik penolong.

Dengan memasukkan Allah sebagai variabel dalam perencaan juga membuat kita tidak memandang ketidakpastian dan kekhawatiran sebagai kognitif yang bias dan lebih membuat kita menjadi optimis. Hal ini dikarenakan segalanya baik bagi kita dan merupakan ketetapan dari Allah. Dengan melibatkan Allah juga, bukan hanya menjadikan kita sukses namun juga mampu menjadi hamba yang lebih baik.

Resolusi Kekinian dalam Menjalani Kehidupan

Resolusi Mental

Saat ini media sosial sudah mulai merampas kewarasan kita, etika dan sopan santun sudah mulai tereduksi dengan adanya media sosial yang mampu untuk menggangu Kesehatan mental kita sendiri. Maka dari itu bersikap no toxic dalam media sosial menjadi resolusi pertama yang harus kita lakukan.

Forgiveness

Memendam rasa marah dan sakit hati yang lama bisa membuat penyakit. Reaksi dari pikiran dan perasaan mampu untuk mengacaukan metabolisme tubuh kita. Kita  bisa untuk mengawalinya dengan memaafkan diri sendiri dengan jangan pernah menyesali keputusan di masa lalu karena itu merupakan keputusan terbaikmu pada waktu tersebut.

Respect

Belajar untuk menghormati dan menghargai diri kita sendiri dan orang lain. Jangan mengotori pikiran kita sendiri dengan memasukkan keburukan di dalamnya. Seburuk apapun diri kita dan orang lain harus kita beri apresiasi terhadap hal tersebut.

Berpikir Mindfullnes

Kita harus membuat hidup bahagia dengan memusatkan perhatian terhadap apa yang terjadi saat ini, menjalani apa yang ada di depan mata kita. Serta bermanfaat bagi orang lain dan selalu berusaha mencari celah untuk bersyukur.

Tags
0 Komentar

Tinggalkan Pesan

Anakpanah.id adalah portal keislaman yang diresmikan di Yogyakarta pada 8 Agustus 2020 di bawah naungan Jaringan Anak Panah (JAP).
Ingin Donasi? Klik disini

Copyright © AnakPanah.ID All rights reserved.
Develop by KlonTech