Loading Now

Membumikan Tata Aturan IPM

Membumikan Tata Aturan IPM - AnakPanah.id

Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) merupakan organisasi otonom Muhammadiyah yang bergerak di ranah pelajar. Sebagai organisasi otonom, IPM memiliki pedoman dan acuan dalam menjalankan rumah tangga organisasinya. Sebut saja Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), kedua produk ini adalah pedoman umum IPM dalam mengelola organisasi.

Selain kedua produk di atas, terdapat beberapa protokol dan tata aturan lain yang menjadi pendukung AD ART. Protokol-protokol tersebut meliputi Pedoman Administrasi IPM, Pedoman Tata Keorganisasian IPM, Pedoman Persidangan hingga Sistem Perkaderan IPM (SPI).

Sebagai organisasi pelajar dan telah mempertahankan eksistensinya selama 62 tahun, IPM dituntut untuk mampu beradaptasi menghadapi perkembangan zaman dengan tetap bergerak sesuai dengan ideologi dan pedoman yang dimiliki. Beberapa kali IPM merevisi protokol keorganisasiannya, hal ini menunjukkan adaptasi IPM dalam menyikapi kondisi yang terus berubah.

Namun, apakah dengan adanya perubahan tersebut dapat dipahami oleh semua pimpinan IPM dari tingkat pusat hingga ranting untuk mematuhi protokol dan pedoman yang dimaksud? Apakah protokol dan pedoman ber-IPM benar-benar menjadi landasan dalam menjalankan organisasi?

Seperti yang diketahui bersama, Pimpunan Pusat (PP) IPM memiliki wewenang untuk membuat suatu kebijakan terkait protokol dan pedoman dalam ber-IPM. Sebagai peletak dasar kebijakan, PP IPM juga berperan dalam menerjemahkan isi dari setiap kebijakan yang tertuang dalam setiap protokol dan pedoman yang dimaksud. Hal ini bertujuan agar pengetahuan dan pemahaman terkait keputusan serta kebijakan PP IPM berupa terbitnya protokol dan pedoman dalam ber-IPM dipahami seluruh lapisan pimpinan, baik dari tingkat wilayah hingga ranting.

Tak cukup sampai di situ, IPM yang terbentuk dengan sistem hierarki harus mampu menjadi teladan dan acuan bagi hierarki di bawahnya. Contohnya: Pimpinan Wilayah (PW) IPM harus mampu memberi contoh dan menerjemahkan isi keputusan dan kebijakan PP IPM kepada Pimpinan Daerah (PD) IPM. Begitu seterusnya hingga Pimpinan Ranting (PR).

Namun, fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa ternyata tidak semua pimpinan IPM mengetahui dan memahami isi dari setiap protokol serta pedoman dalam ber-IPM. Bukti nyata yang saya temukan adalah terdapat beberapa PR IPM dalam menentukan struktural pimpinannya tidak melalui musyawarah ranting.

Bahkan, pemilihan ketua umum dan sekretaris umum dipilih tanpa melalui proses pencalonan formatur. PR IPM ini menggunakan mekanisme pemilihan OSIS (Pemilos) yang menjadi kebijakan pemerintah terhadap sekolah menengah dalam menentukan kepemimpinan OSIS atau organisasi sederajat lainnya termasuk IPM.

Padahal protokol yang tertera dalam AD ART menyebutkan bahwa pergantian periode dalam PR IPM di musyawarahkan melalui musyran. Kasus seperti ini disebabkan karena kurangnya pemahaman terkait protokol dalam ber-IPM yang belum diterjemahkan secara masif ke seluruh lapisan pimpinan IPM khususnya PR. Selain itu, kurangnya kontribusi pembina maupun guru di setiap PR IPM menyebabkan siswa bingung dalam menentukan langkah yang harus diambil.

Kondisi yang cukup memprihatinkan ini perlu menjadi perhatian. Protokol dibuat untuk dipatuhi dan dijalankan. Dengan demikian, IPM perlu melakukan evaluasi di setiap pimpinannya. Terkhusus PP, PW, dan PD IPM yang basis massanya adalah mahasiswa yang memiliki pemahaman lebih mapan terkait protokol ber-IPM, mereka perlu memasifkan dan membumikan pemahaman terkait protokol ber-IPM kepada PC dan PR IPM. IPM bisa eksis karena memiliki basis massa yang besar.

Penyokong massa terbesar adalah PR IPM. Apabila di internal IPM khususnya PR IPM belum mampu menerapkan protokol sesuai dengan standar yang ditentukan, maka bisa dikatakan eksistensi IPM di eksternal hanyalah sebuah pencitraan.

Post Comment

Copyright ©2025 anakpanah.id All rights reserved.
Develop by KlonTech