Percakapan Terakhir dengan Buya Syafii
Chat terakhir dengan Buya pada selasa, 10 Mei 2022, ternyata menjadi wasiat bagi kami. Sungguh tak terduga obrolan yang begitu cair kurang lebih dua jam, sembari menemani Buya berjemur, menjadi sebuah amanat pengabdian terakhir yang harus dituntaskan.
Buya bercerita tentang Muhammadiyah Sumpur Kudus di awal kelahiran dan kejayaannya. Setelah melewati fase mati suri dan bangkitnya Muhammadiyah Sumpur Kudus, Buya punya harapan untuk kembali berjayanya Muhammadiyah di Sumpur Kudus.
Di sela-sela Buya bercerita, saya pun sedikit laporan pengalaman di Sumpur Kudus. Mendengar cerita saya kadang Buya tertawa dan terlihat gembira. Dari wajahnya terlukis kerinduan dan kepedulian terhadap kampung halaman yang begitu dalam.
Di akhir obrolan, Buya sangat berharap terhadap Muhammadiyah di Sumpur Kudus dan Sijunjung. Harapan buya kader-kader Muda Muhammadiyahnya mampu membangkitkan kembali kejayaan Muhammadiyah di Sumpur Kudus dan Sijunjung.
Buya berpesaan, ada yang harus menulis Muhammadiyah Sumpur Kudus. “Erik, Ribas, Sidiq, dan Inggit harus bisa menulisnya, nanti saya siap memberikan kata pengantarnya. Mungkin diberi judul menghidupkan kembali cabang Muhammadiyah yang mati suri akan menarik.” itu lah pesan buya kepada kami, ternyata pesan Buya menjadi wasiat terakhir bagi kami.
Tak terasa obrolan kami sudah hampir memakan waktu dua jam, Buya pun kembali ke rumah sembari saya antar buya ke rumah. Di rumah saya bertemu Ibu Lip, beliau berkata “saya pun ingin pulang ke sumpur kudus, nunggu Buya sembuh nanti kami ke sumpur kudus.”
Meski raga Buya sudah berpulang ke surga, namun spirit Buya akan kami bawa kembali ke Sumpur Kudus. Meneruskan semangat perjuangan dan pemikirannya ke tanah Makkah Darek. Sebagai anak-anak ideologisnya kita harus terus meneruskan perjuangan dan pemikiran Buya.
Selamat jalan, Buya Syafii Maarif.
_____
Sidiq Wahyu Oktavianto, Anak Panah Muhammadiyah.
Post Comment